NYANYIAN PATUNG JAKARTA
Beberapa Minggu lalu sempat ada lagu Patung Tani. Tapi gak terlalu ramai. Karena itu multi interpretasi. Apalagi sebagai patung tentang masyarakat awam, pada kelazimannya, bukan patung 'aneh-aneh', itu karya seni. Apalagi kalau di tarik ke tema perjuangan bangsa Indonesia merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Selama ini macam-macam saja nyanyian patung itu. Di Indonesia ini. Ada yang bilang patung tertentu terlalu seksi. Ditolak di suatu lokasi. Dipindahkan ke lokasi lain. Padahal kata sebagian yang lain, itu normal untuk ukuran masyarakat Indonesia.
Ada yang daerahnya kecil patungnya banyak. Dengan kesan patung taman. Tapi yang ngritik, teriak, jangan ngajak fokus ke patung. Satu-dua cukuplah. Fokusnya ke perut rakyat. Kalau uang negara menjadi patung melulu, meskipun angkanya dianggap tidak besar, tetapi patung-patung itu dianggap gak ngerti rasa lapar Allah. Tapi sayangnya, ada demo yang terlalu anarkis. Meskipun ada yang ngaku, anarkis pun bisa jadi karena disusupi. Wualah.
Ada daerah yang eksotikanya malah gak seru kalau gak beraksen patung di mana-mana.
Di masa kanak-kanak dulu saya dengar cerita, ada yang ngencingi patung sembarangan, pulang ke rumah sakit-sakitan.
Di buku saya lihat banyak bahasan patung Nusantara yang erat kaitannya dengan teori tolak bala.
Di agama saya, Islam, haram menyembah patung, thogut. Halal dan wajib menghancurkannya. Tapi tentu harus bener ngajinya. Jangan sampai salah tafsir.
Tapi pasti ada nyanyian etik estetik di wilayah kebijakan tentang patung itu. Kali ini bukan di tataran proses kreatif membuat patung. Anggap di proses kreatif bikin patung sudah selesai. Baik patung pesanan atau bukan.
Yang kita persoalkan dan fikiran misalnya:
Suatu patung bisa dipindahkan dari satu tempat umum ke tempat umum lain.
Suatu patung bisa dipindahkan dari suatu tempat umum ke museum, galeri, dan gedung tertentu. Atau sebaliknya.
Suatu patung dirawat, dipugar. Baik untuk ditempatkan ditempat semula atau sekaligus dipindahkan.
Suatu patung bisa dirubuhkan dan tidak didirikan lagi dengan alasan yang halal.
Suatu patung tidak boleh dipindahkan sama sekali, dan tidak boleh dirubuhkan sama sekali.
Bagaimana dengan hukum jual beli patung? Apakah pembeli bebas bersikap atas patung itu, termasuk meniadakannya dari tempat pemasangan semula? Katakanlah, kalau yang beli PEMDA? Atau pembeli harus hati-hati? Lalu adakah nama-nama pematung yang patungnya tidak boleh ditiadakan sama sekali?
Lalu bagaimana kalau ada aksi masyarakat, para pencinta, yang selalu menyampaikan aspirasi agar pemerintah menjaga suatu patung tertentu?
Bagaimana memasukkan suatu patung ke dalam bahasa undang-undang, tentang cagar budaya? Atau menafsirkan undang-undang ini untuk kepentingan suatu patung?
Dst.
Selamat membaca Nyanyian Patung ini.
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
Komentar
Posting Komentar