NULIS MODEL JITU
memanjakan bunga mata
barongsai orde baru
pembelaanku dulu
pecah reformasi wajah internet
menciprat pijar mataku
meneropong tari tradisi Thailand
dan Vietnam
meski titik air mataku jaipong
dan jaran kepang
yang kujejak
sejak kanak-kanak
Kemayoran, 2011
Judul Puisi: Sudah Begitu
#puisipendekindonesia
-----
Di jaman dulu, ketika orang-orang biasa menulis dengan tangan, tentu tulisan-tulisannya pendek-pendek. Baik pada tiap bait syair atau pada tiap alinea tulisan apapun. Hal itu disebabkan oleh faktor penggunaan alat tulis dan kelelahan jemari tangan selama menulis. Bukan pada tataran gagasan. Justru terkesan gagasan-gagasan itu dikondisikan oleh alat-alat tulis yamg dipakai.
Kalaupun tulisan tangan pada kertas itu terlihat agak panjang, namun ketika di-tik menggunakan mesin tik, ternyata paragraf itu pendek saja.
Di jaman penggunaan daun lontar tentu lebih pendek lagi, karena media yang dipakai rumit dan ruangnya terbatas. Pesan-pesan pada tulisan di situ seperti mutlak berbentuk kalimat-kalimat yang singkat dan mudah dipahami. Kalau diumpamakan, serupa dengan deretan wasiat, nasehat-nasehat, atau bahkan kata-kata mutiara.
Maka jangan heran, ada pengamat yang menyebut dulu orang lebih mengutamakan efektivitas dalam berbahasa tulis daripada keinginan untuk mengurai berpanjang-lebar. Meskipun yang pendek dan efektif itu bisa menjadi sangat panjang ketika harus menyampaikan kisah-kisah yang sangat panjang, yang melingkupi banyak persoalan, yang ditulis bertahun-tahun pula. Dari situlah bisa muncul kitab-kitab tebal.
Ketika dunia teknologi mengenal mesin tik. Menulis dengan menggunakan alat ini terasa lebih mudah dan rapih. Maka rasa asyiknya bisa mendatangkan paragraf yang lebih panjang dari pengalaman sebelumnya.
Meskipun demikian, kondisi ujung jemari tangan yang mudah pegal kalau berlama-lama memijit huruf-huruf, telah mengakibatkan alinea tulisan pada era mesin tik ini bisa disebut masih pendek, meskipun lebih panjang dari era sebelumnya. Lagi-lagi ini soal gagasan yang menyesuaikan diri dengan alat tulis yang dipergunakan. Meskipun tidak mustahil kita juga bisa menemukan paragraf yang panjang pada era ini, karena kuatnya gagasan untuk melakukan itu daripada cara pakai mesin tiknya.
Setalah memasuki era komputer dunia pun seperti tertawa. Berbahagia menemukan segala solusi. Setiap alinea bisa dibuat sangat panjang, sesuka hati, karena tombol yang dipijitnya lebih lunak dan tidak mudah mendatangkan rasa pegal.
Berbeda dengan pengalaman sebelumnya ketika seorang penulis tidak ingin berlama-lama menulis satu paragraf. Apalagi yang nulisnya sambil merokok atau minum kopi. Ia akan segera menyudahi paragrafnya itu untuk kemudian menghisap rokok dulu atau minum kopi dulu. Ia tidak ingin paragrafnya menggantung di tengah-tengah, bisa mengganggu konsentrasi, sebab paragraf itu satu pokok fikiran. Bahasanya harus lentur dalam satu rangkaian.
Sampai-sampai era ini mendatangkan tingkat kejenuhan khusus di kalangan pembaca. Mereka berkondisi terbalik dengan penulisnya. Kalau penulis, semakin asyik berpanjang-panjang. Seolah tak ada hambatan untuk itu. Bahkan berpanjang-panjang menjadi keahlian mutahir. Tetapi para pembaca justru tidak lagi menemukan rentetan kalimat yang lebih singkat, padat, lugas, dan lekas selesai dibaca persatu alinea.
Nah, belakangan ini ada keunikan terjadi. Seperti mengulang era daun lontar dan era menulis tangan dulu. Ini mau tak mau mewarnai model tulisan kita. Kalau kita menemui tulisan di layar monitor komputer alineanya pendek-pendek, atau banyak pendeknya, bisa diduga tulisan itu dibuat menggunakan fasilitas ukuran layar handphone.
Sebab, lebar layar dari handphone yang mudah dikantongi dan dibawa kemana-mana, untuk menulis di mana-mana, termasuk di atas tower tinggi itu, menunjukkan sebuah alinea yang pendek saja akan terdiri dari deratan tulisan yang panjang ke bawah.
Tiga empat deret tulisan di HP bisa jadi hanya satu baris di layar komputer normal.
Maka bayangkan kalau Anda menulis cerpen atau artikel memanfaatkan layar HP. Maka ketika tulisan itu dimunculkan di komputer atau di sebuah laptop umum, akan terlihat alineanya pendek-pendek. Terkecuali pada mereka yang sudah kuat gaya nulisnya, sehingga ketercukupan menumpahkan sebuah alinea akan berbanding seimbang dengan kebiasaannya membuat tiap alinea. Yang biasa panjang-panjang tentu akan panjang terus.
Untungnya, soal model tulisan macam-macam ini sama sekali tidak mempengaruhi isi tulisan. Sebab isi tulisan tetap ditentukan oleh kualitas tulisannya, bukan panjang pendek kalimat dan alineanya.
Pengalaman saya menunjukkan, ketika saya leluasa menulis di layar monitor komputer rumah, lalu saya munculkan di layar HP, nampak jelas alineanya jadi super panjang-panjang. Begitu pula saya pasti segera menduga, setiap kali di layar HP muncul alinea yang panjang-panjang, pasti penulisnya memakai laptop atau komputer biasa.
Apakah ini sebuah kekeliruan? Panjang pendek kalimat dan alinea mengikuti alat tulis atau media yang dipakainya. Apakah sebaiknya tidak demikian?
Kalau menurut saya itu gejala normal. Fenomena lumrah. Bagian dari asyiknya seseorang menulis. Analoginya, asyiknya orang naik sepeda, motor, dan mobil tentu beda-beda. Bahkan seseorang di belakang kemudi, pada dua-tiga mobil yang beda, cara, gaya dan khas seseorang itu jadi beda juga. Apalagi antara bawa mobil sedan dan OB-Van.
Di akhir tulisan ini saya mau sedikit cerita soal pengalaman puisi pendek via SMS. Berarti dengan menggunakan fasilitas handphone.
Saya yakin pendengar radio yang mengirim puisi via SMS di acara Apresiasi Seni Radio yang pernah saya bawakan, minimal terbagi dua, meskipun rata-rata puisinya pendek-pendek. Sebagian pasti sudah tahu, sudah kenal, bahwa puisi pendek itu eksotik. Khas. Cerdas. Menarik.
Sedangkan sebagian pendengar berfikir, memakai fasilitas SMS tentu sangatlah tidak ideal membuat puisi yang panjang. Tidak sesuai dengan kadar asyiknya ber-SMS. Kontra nikmat.
Tetapi yang biasa nulis puisi pendek justru berfikir menengahi, SMS adalah bagian dari fasilitas yang diberikan Allah untuk berekspresi. Puisinya meluncur dengan baik dan nyaman di situ. Selain karena SMS itu biasanya pendek-pendek, puisinya pun memang pendek-pendek. Saya definisikan, puisi singkat atau puisi pendek Indonesia adalah puisi berbahasa Indonesia, bukan terjemahan, yang bisa dibaca cepat dalam gaya baca yang normal dalam setarik nafas.
Bahkan, ketika puisi singkat disebut sebagai suatu karya sastra yang khas juga, tetap saja menurut definisi itu puisi singkat adalah bagian dari puisi pendek.
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
Komentar
Posting Komentar