MATA BATHIN DANCE

TRADISI

kematian siapa
kembang tujuh rupa

Kemayoran, 2011-2017
-----

DUA PENARI

ada yang memilih tragedi-tragedi
Ve, kau lihat penari-penari
yang setia menulis puisi?

Kemayoran, 2011-2017
-----

.....

ketika jempol
sudah pergi

Kemayoran, 7 Romadon 2012
-----

mata
membeliak
senja
gapura 
menari
bersama
lampu-lampu
tumbuh
aku
menyambangi
selendangmu
gamelan gemeretak
pada
kuncup
sedap malam
atau 
wangi soto
dalam
mangkuk
kota
kecilmu

Purwakarta, 2009

------

Minggu sore Kemayoran di sebuah Desember.

Tiba-tiba saya teringat peristiwa 7 Romadon, lima tahun lalu. Sudah lama sekali. Buat yang melahirkan di hari itu, saat ini anaknya tentu sudah masuk PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) atau TK.

Saat itu saya bangun tidur. Langsung buka laptop. Menelusur musik dan beberapa video di situ. Tentu enak menemui beberapa alunan nasyid di suasana Romadon. Tetapi entah kenapa jemari saya tiba-tiba terhenti begitu layar sampai di video jaipong.

Saya terkenang. Dulu waktu masa kanak-kanak, meskipun saya tinggal di atas bukit, di sebuah perkebunan cengkeh di Kabupaten Sukabumi, jauh dari kota, saya masih bisa kenal musik terbaru, bahkan tarian yang sedang populer. Waktu itu antara tahun 1984-1986.

Penyanyi yang lagunya sangat saya kenal adalah Ebiet GAD, Koesplus dan Rano Karno. Bapak saya suka beli kasetnya. Sementara untuk tarian, guru-guru SD saya memperkenalkan tari jaipong.

Kami belajar tari jaipongan bersama-sama di sekolah. Lalu saya dan saudara berlatih rutin di rumah. Bahkan pernah kami tarikan di Jawa Tengah tahun 1985.

Begitulah fenomena jaipongan ketika itu. Menurut kami unik dan enerjik. Sangat khas Sunda dan menyenangkan. Termasuk bagi kami yang saat itu di rumah masih konsisten berbahasa Jawa. Maklum tahun 1984 itu kami baru pindah dari perkebunan kopi di Jawa Tengah ke perkebunan Cengkeh di Sukabumi. Bapak saya seorang Mandor Besar, Sinder, dan Kepala Kantor.

Tapi soal puisi, waktu SD saya kenal dari bapak saya. Dia yang memberi contoh cara menulis dan baca puisi untuk pertama kalinya. Dia pula yang menyebut lirik lagu-lagu Ebiet sangat puitis. Maka kalau sekarang ada kalimat di medsos, SIAPA YANG TAK KENAL RENDRA? Maka saya jawab tegas, "Karena saya kampungan, dari SD sampai SPG-SMA kelas 1, saya tidak kenal Rendra". Bagi saya ketika itu, Rebdra itu siapa? Meskipun demikian sebenarnya bapak saya telah memperkenalkan selintas nama-nama Hamka, Marah Rusli, Chairil dll.

Itu sebabnya sejak SD saya sudah mulai menulis, sehingga kelas 1 SMA sudah mulai dimuat koran. Selain karena mendengar kalimat bapak, saya gemar baca buku, dan dapat motivasi dari koran dan majalah. Senang rasanya kalau lihat puisi dan cerita di situ.

Bapak saya meskipun Orang Hutan juga berjasa memperkenalkan tokoh, cerita dan cara membuat wayang kulit dari bahan kertas karton. Ya.

Lamunan saya itu parkir ke Cimahi, tahun 1995. Saat itu di Cimahi panggung Agustusan masih marak untuk katagori anak-anak. Tapi untuk dewasa sudah mulai goyah. Ternyata karena apa? Karena erotisitas jaipong mulai santer diperdebatkan. Terutama ketika penarinya remaja dan dewasa. Tapi untungnya, gaungnya masih tinggi.

Tapi memasuki tahun 2000-an, kecintaan sebagian masyarakat pada jaipongan mulai luntur. Meskipun pemerintah daerah masih memaskotkan tarian ini sebagai kode seni dan wisata. Ini ironi.

Saya terpaksa memakai istilah jaipong untuk menyebut satu jenis tari di Jawa Barat, tetapi sekaligus untuk menyebut tari-tarian lain yang punya erotisitas sejenis. Soalnya orang-orang yang ngomelin tari tradisional yang erotis telah menumpahkan marahnya ke satu nama, jaipong. Padahal maksudnya tarian apa saja yang sama saja.

Jaipongan (dll) dituduh tidak Islami.

Di depan laptop saya tiba-tiba seperti tersadar, itu di bulan Romadon, kenapa saya di depan video jaipongan? Tapi setelah tarik nafas, saya lebih sadar lagi. Justru itu momen yang tepat untuk jujur kepada Allah. Sebab selama ini saya pernah belajar jaipongan, suka menonton, lihat lombanya, jadi MC acara yang ada jaipongannya, sampai jadi juri jaipong juga, meskipun dari sudut pandang entertainment.

Masalah serius pada jaipongan sesungguhnya bukan pada eksotisitas. Bukan pada sensualitas atau erotisitasnya. Kalau soal itu sangat lentur mengikuti ruangnya. Kalau ada yang berlebihan pun teramat sangat mudah membisikkan ke telinganya supaya dikurangi saat itu juga. Itu tidak soal. Kalaupun mau dipersoalkan adalah gaya hidup beberapa penarinya. Artinya, itu jauh di luar kontek menari. Bukan urusan panggung lagi.

Maka tanggal 7 Romadon adalah tanggal yang tepat buat saya. 7 itu dalam tradisi Arab (Islam) bisa menyimbulkan tarekat kebaikan. Maka saya malah memenggal bagian-bagian tertentu dari tari jaipongan di laptop itu dan menghilangkan musiknya. Untuk apa? Untuk memasukkan maksud. Lalu saya butuh musik dan butuh puisi yang sesuai. Pilihannya jatuh pada lagu Opick, Mata Merah Saga.

Begini lirik lagunya:

Aku merindukan mata bayi
Sebab aku pernah dikhianati mata durjana
Aku merindukan matahari
Karena aku dikerumuni mata yang gelap
Aku merindukan mata angin
Karena aku pernah disekap mata merah saga
Hoo.. Mata merah saga
Mata merah saga..

Wahai mata pisau
Mata pisau dimana-mana...
Mata batin..Mata batin..
Hadirlah kamu..Hadirlah kamu..
Mata batin..Mata batin..
Hadirlah kamu di saat yang rawan ini
Hoo..Oo..Wahai mata batin
Hadirlah kamu
Hadirlah kamu
Hadirlah kamu

Aku merindukan mata bayi
Sebab aku pernah dikhianati mata durjana
Aku merindukan matahari
Karena aku dikerumuni mata yang gelap
Aku merindukan mata angin
Karena aku pernah disekap mata merah saga
Hoo.. Mata merah saga
Mata merah saga..

Mata batin hadirlah kamu
Mata bayi hadirlah kamu
Mata batin hadirlah kamu
Mata bayi hadirlah kamu
/////

Saya menduga, Opick yang suka syair bagus itu telah memilih syair Rendra untuk dinyanyikan. Maka itu pas buat saya yang masih 'nguap' dengan hati yang lembut. Musiknya enak, musik hati, musik perasaan, liriknya bagus, penyanyinya pintar menyanyikannya, ditambah lagi penyairnya Rendra.

Ya, akhirnya saya bisa memuji Rendra karena sejak kelas dua SPG-SMA, sudah diperkenalkan oleh guru Cunong Nunuk Suraja pada syair Nyanyian Angsa dan Bersatulah Pelacur-Pelacur Jakarta. Ditambah lagi saya boleh merasa GR, menjadi murid kesayangan Bu Mpon, guru bahasa dan sastra. Yang otomatis bisa lebih kenal dekat dengan pelajaran bahasa-sastra, dengan nama-nama penulis, penyair dan karya-karyanya. Ditambah lagi bersama guru Asep Sastra Juhanda, saya ketua Teaternya.

Inilah puisi Syair Mata Bayi dari  WS Rendra yang telah menginspirasi pelantun senandung Islami, Opick untuk menyanyikannya dengan caranya yang khas. Saya sebut khas Opick karena ketika sajak ini kelak dinyanyikan oleh penyanyi yang lain tentu gayanya bisa jauh berbeda.

Aku merindukan mata bayi
setelah aku dikhianati mata durjana.
Aku merindukan matahari
karena aku dikerumuni mata gelap.
Aku merindukan mata angin
karena aku disekap oleh mata merah saga.
Wahai, mata pisau!
Mata pisau di mana-mana.
Mata batin! Mata batin!
Hadirlah kamu!
Hadirlah kamu di saat yang rawan ini.
Wahai, mata batin!
Kedalaman yang tak terkira.
Keluasan yang tak terduga.
Harapan di tengah gebalau ancaman.

Cipayung Jaya, 6 November 1998
WS Rendra

Setelah potongan video jaipong saya mix dengan senandung Opick dari lirik Rendra, saya dibuat tertegun. Padahal itu cuma mix-nguap. Kerja kilat. Hanya butuh beberapa menit, waktu masih malas-malasan di samping tempat tidur. Tapi tempat tidur Romadon yang penuh berkah.

Saya menitikkan air mata. Kita butuh ngaji budaya Nusantara, apapun, di dalam Romadon dan di luar Romadon. Memang.
-----

JAIPONG

goyang
gitek 
geol dan 
gilang

Kemayoran, 2011-2017
-----

TRADITIONAL DANCE

bahkan daun gugur
menari angin

Kemayoran, 2011-2017
------

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DINDING PUISI 264

JANGAN KALAH HEBAT DARI BIMA

TIDAK ADA YANG BENCI KALIMAT TAUHID