LIMA MENIT GILA PSMS

INDONESIA

bulat bola dunia

Kemayoran,  2011-2017
#puisipendekindonesia 
----

Final pertama sepakbola,  bagi kita sudah familiar disebut,  momen perebutan juara ke tiga. 

Juara tiga piala presiden kali ini,  gengsinya tidak seperti pertandingan terbuang. Tidak lesu. Ini yang hebat. Bahkan sudah selayaknya tiap kali ada perebutan juara ke tiga,  harus dinilai sebagai kerja keras meraih juara. Menjadi Sang Juara. Ya,  juara tiga. Dan ini pula yang telah tersaji di Gelora Bung Karno,  Sabtu,  17022018.

Tentu,  untuk menumbuhksn geliat ini butuh kesadaran dan antusias tim yang bertemu,  dua kubu,  manajemen tim,  serta promosi panitia penyelenggara.  Dan itu pula yang telah terwujud pada perseteruan profesional PSMS MEDAN vs SRIWIJAYA FC.

Kemampuan mendongkrak aura perebutan juara ke tiga sebagai momen yang bergengsi,  pun akan berimbas kepada tim bola yang kalah. Sebab dengan posisi keempat,  meskipun lazimnya tanpa disebut juara ke empat sekalipun,  mereka tetap akan merasa telah berhasil sukses menembus nomor utama.  Meninggalkan banyak tim tangguh.  Berada di partai final yang dirindukan semua tim yang terlibat.

Saya salut luar biasa kepada PSMS Medan,  meskipun takluk 0-4 dari Sriwijaya FC. Gagal menjadi juara tiga. Sekaligus bangga kepada Sriwijaya yang sejak semuala memang saya prediksi pantas juara tiga,  apalagi saya suka permainan Makan Konate, Hamka Hamzah dkk.

Saking salutnya kepada PSMS Medan,  stelah tertinggal 0-4, dan pertandingan tinggal tersisa 5 menit, saya justru berbalik mendukung PSMS MEDAN. Ini gila.  Sebab PSMS main profesional, bertanggungjawab di 5 menit yang kata orang merupakan menit-menit tak berguna.  Bahkan tidak mustahil situasi begini di banyak event akan selalu ditandai dengan sebagian pencintanya yang mulai meninggalkan lapangan dengan kecewa.

Ya,  di 5 menit terakhir itu PSMS MEDAN terus main ngotot,  seakan-akan masih berpeluang untuk menang.  Ini gila dan hebat. Secara logika itu promosi,  mereka seakan-akan berseru,  "Kami memang kalah gol, 0-4 tidak kecil,  tetapi kami tidak kalah semangat, tidak kalah permainan,  bahkan kami merupakan potensi besar yang masih tersimpan!"  Kita sepakat menyebutnya, itu namanya jiwa petarung. Istilahnya,  berjuang sampai titik darah penghabisan.

Bahkan  di 5 menit pamungkas itu,  dua tendangan hampir menjadi gol,  dan satu tendangan pemain PSMS batal menjadi gol karena membentur tiang gawang. Pertandingan pun berakhir tanpa gol hiburan satupun,  tetapi PSMS layak berjalan tegak. Seperti petarung yang luka-luka. Pelatih Jajang Nurjaman pun boleh merasa kecewa tetapi perwira.

Pemain asing PSMS di 5 menit terakhir juga bersikap tidak memalukan. Sebab mereka yang didatangkan karena keunggulannya,  selain punya kewajiban bertarung maksimal, juga bertanggungjawab untuk menularkan profesionalitas main bola, dan menjaga konsistensi mental juara. Mental yang tak pernah jatuh.

Benar kata para pengamat, tidak cuma di kubu PSMS,  pun di kubu Sriwijaya FC,  seusai event pra musim ini,  harus ada evaluasi mendalam dan menyeluruh untuk menghadapi kompetisi Liga Indonesia.  Itu hal biasa. Sebab selain mereka punya keuntungan masih eksis di Liga Indonesia,  mereka perlu menunjukkan prestasi maksimal,  kalau perlu jadi juara.

Pertarungan 2x45 menit hari ini adalah pertarungan maksimal dari menit awal. Atraktif saling serang. Adu strategi terbuka. Kedua tim main mengagumkan. Hingga tidak cuma secara permainan bola, bahkan secara faksafah bola pun banyak gunanya. Kita patut trimakasih kepada kedua tim ini. Kepada momen sore ini.

Nampak sekali wajah sedih dan Marah Jajang Nurjaman,  pelatih PSMS, terutama di menit-menit jelang akhir. Ini adalah pemandangan biasa. Semua pelatih bisa merasakannya. Tetapi bisa menjadi semangat besar selama dia masih dipertahankan menggawangi tim ini. Apalagi sebelumnya,  dia telah berhasil meloloskan PSMS MEDAN dari Liga Dua ke Liga Satu. Suatu prestasi yang tidak mudah.

Lolos dari liga 2,  lalu bertarung dalam laga puncak pra musim,  masuk final, tentu angka besar bagi PSMS MEDAN. Salut!

Laga ini juga laga yang mempertemukan dua pelatih lokal,  Indonesia 100%. Rahmat Dharmawan dan Jajang Nurjaman. Luarbiasa!

Kita juga layak ucapkan trimakasih kepada panitia atas pagelaran dangdut lapanganya, yang menyuguhkan artis-artis top, menyudahi pertarungan pertama,  menyonsong peetarungan puncak,  final PERSIJA JAKARTA vs BALI UNITED. Memberi kesan sungguh-sungguh: berhibur dalam kedamaian.

Terimakasih juga pantas diberikan kepada panitia karena kompetisi Piala Presiden memenej juara keempat dengan sebutan, Sang Juara. Sebutan yang jarang dimuncul-munculkan. Ini jelas motivasi tinggi di sebuah kompetisi bergengsi. Sehingga ke depan para reporter sepakbola mesti terbiasa menyebut, perebutan juara ke tiga dan juara ke empat. Jangan kagok seolah-olah posisi tiga bukan juara,  apalagi posisi empat. 

Terakhir saya katakan,  yes!  Untuk Bung Maruarar Sirait atas seragam merah putihnya. Merdeka!  Dan atas pidato transparansinya yang selalu pro presiden. Sebab dia selalu bilang,  "Sebagaimana pesan atau arahan Bapak Presiden, ...  Bla bla bla".

Memang harus transparan,  Mas Bro!

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG