SADAR CADAR

DI BALIK KERUDUNG

sudah kuhanyutkan
bunga yang kugenggam
di kali belakang rumahmu
yang sepi

Kemayoran, 2011-2017
------

KADO MELATI (ANTI TAWURAN)

bukan puisi
yang tak mengatakan
melati hanyalah melati

bukan puisi
yang tak membela melati
sebagai melati

bukan puisi
yang tak memanggil
melati dengan nama-nama indah melati

Kemayoran,  2011-2017 
#puisipendekindonesia 
-----

Rasa saya rasa Indonesia. Jadi bangsa ini sesungguhnya sudah punya kesepakatan tidak tertulis,  tapi sangat kuat mengakar.  Bahwa kaum wanitanya boleh berjilbab semua,  bahkan boleh bercadar semua, asalkan itu yang diinginkan oleh bangsa ini. Apanya yang bikin repot? Gitu aja kok repot?

Persoalannya,  tidak semua bangsa Indonesia yang muslimah mau berkerudung,  apalagi bercadar.  Karena tanpa itu pun mereka yang salehah,  sudah merasa menjadi seorang muslimah yang taat. Hujah yang sering dipakai,  yang terpenting hidupnya ditutupi oleh cahaya keimanan, sampai menutupi dadanya. Maksudnya,  benar-benar hidup pakai keyakinan.

Kalau menggunakan prinsip sastra hijab. Model apapun puisi dan karya sastra lainnya,  asalkan berada di garis lurus,  beriman dan bertakwa kepada Allah,  itu karya sastra Islami. Kalau diibaratkan wanita,  itu muslimah berjilbab. Bahkan laki-lakinya pun berjilbab,  berkerudung hati dan perbuatannya.

Sehingga banyak sinden yang berkebaya tradisional,  ibu-ibu berbatik,  meskipun tampil agak seksi,  tidak pernah merasa jauh jari ajaran agama.  Di rumah anak-anaknya ngaji seperti pada umumnya.  Sholatnya juga biasa saja.

Tentu bagi wanita seperti ini kita tidak bisa menghakimi sebagai wanita yang tidak kuat akidah Islamnya.  Tidak menjaga syareat Islam. Apalagi sampai dituduh kafir. Tidak bisa begitu. Karena untuk menari pun ada prinsip-prinsipnya. Meskioun tarian punya kadar sensualitasnya . Meskipun seperti yang sering saya bilang,  kalau ada yang gak suka tarian,  apalagi yang agak sensual,  ya itu haknya.  Harus kita hargai. Yang penting tidak perluemaki-maki sesat.

Tapi memang kita semua,  bangsa ini,  punya PR yang sangat besar dan sering rumit.  Yaitu para wanita yang tidak berkerudung,  tidak berjilbab,  yang  secara agama,  spiritual, tidak dekat kepada Allah. Tentu kita khawatir mereka ini akan hidup seperti pada arak-arakan urakan. Kesana-kemari ikut ramai,  tanpa keyakinan yang kuat.  Tanpa Tuhan menyertainya.

Tak perlu sok filosofis,  Allah pasti menyertai segala sesuatu yang bagaimanapun.  Itu semua tahu. Karena dia maha saksi. Yang kita maksud,  para wanita itu tidak bergerak dengan kemuliaannya yang menunjukkan Allah menyertai dengan kasih mulianya juga.

PR yang lain,  tidak perlu mengelak,  ada juga wanita-wanita nakal meskipun mereka berjilbab dan bercadar. Argumentasi yang biasa diapakai adalah,  "Yang penting mereka telah mendapatkan hidayah dan pahala sempurna hari hijab dan cadarnya.  Adapun soal kelakuan, dosa, tiap pribadi berbeda-beda. Bisa menunjukkan kekurangan-kekurangan sebagai manusia biasa yang tak luput dari dosa".

Padahal semua orang bijak telah menginsyafi,  manusia itu sangat lemah dan mudah terjebak dosa. Tetapi setidaknya berjilbab dan bercadar adalah pengingat untuk berhati-hati dalam bersikap. Bukan bebas berbuat nakal dengan hujah,  tak ada wanita sempurna di dunia ini. Yang penting,  minimal dapat hidayah dan pahala jilbab dan cadar. Itu sama dengan,  cuma bermain-main.

Hukum ini berlaku juga bagi wanita baik-baik,  yang salehah,  meskipun tidak berjilbab. Tidak boleh merasa sebagai seorang muslimah baik-baik kalau ternyata nakal. Ternyata maksiat. Sehingga kepada siapapun kalimatnya selalu sama,  "Tidak berjilbab tidak apa-apa,  yang penting salehah".  Padahal hidupnya maksiat,  jauh dari salehah.

Sekali lagi,  rasa kita rasa Indonesia.  Yang jelas tidak mungkin seluruh wanita Indonesia berjilbab,  sebab ada juga yang non-muslim. Bahkan untuk berharap seluruh muslimahnya berjilbab pun rasanya cenderung mustahil,  apalagi bercadar. Meskipun kita sebenarnya terbuka,  menerima dengan teramat sangat, ihlas,  kalau semua muslimahnya berjilbab dan bercadar. Tentu tanpa paksaan yang mengganggu hak-haknya yang lurus di hadapan Allah.

Apalagi dalam hal cadar. Ada yang menempatkannya pada argumentasi yang lebih sederhana. Seolah-olah tidak patut diributkan karena di daerah gurun pasir, itu soal menutupi wajah dari debu. Meskipun ada juga yang tidak sesederhana itu argumentasinya, buktinya sampai tidak mau buka cadar sama sekali. 

Ada juga di wilayah tertentu di luar sana, bercadar adalah pakaian penari-penari muslimah. Agar penonton bisa menikmati gerak tubuh penarinya tanpa perlu mengenali siapa pribadi penarinya. Kecuali kerabat dekatnya. Sebab di situ juga berkembang pemahaman, semua wanita hakekatnya satu saja. 

Ya, sesungguhnya tidak ada larangan menjaga seluruh tradisi yang baik di hadapan Allah. Termasuk dalam hal berpakaian.  Meskipun tradisi baik itu beragam. Dan pilihan tiap pribadi sang penjaga tradisi itu juga beda-beda.

Adik-kakak dalam satu rumah,  bahkan ibu dan anak perempuannya,  kadang-kadang punya landasan menjaga tradisi yang berbeda,  tetapi bisa akur karena berlandasan pada kebaikan-kebaikan. Kita ambil contoh kecil.  Pada suatu acara hajatan keluarga,  si ibu pakai kebaya tradisional yang longgar dan berjilbab,  ternyata anaknya lebih suka berkebaya yang lebih ketat. Ada juga seorang ibu berjilbab yang mengijinkan anak perempuannya bercadar,  apalagi setelah menikah, karena suaminya menyukai itu. Ini contoh dalam satu rumah,  bisa berbeda,  apalagi di tengah masyarakat luas. Yang mencolok,  ketika ibunya berjilbab,  bahkan pemimpin majlis taklim,  tetapi anaknya tidak berjilbab. Apalagi profesi anaknya seorang artis TV. Untungnya,  sesekali si anak ikut kegiatan majlis taklim itu dengan memakai kerudumg. Ini banyak. Itulah Indonesia. Memiliki kondisi sosial dan budaya yang khas.

Banyak juga di tengah masyarakat kita,  ibu-ibu yang kalau bepergian kemana-mama selalu berjilbab,  tetapi selama di rumah,  bahkan setiap menyapu dan menjemur pakaian di halaman,  dia tidak memakai jilbab. Itulah.

Saya dulu pernah terkaget-kaget dengar macam-macam cerita buruk seputar cadar. Konon telah ditangkap satpol PP dua orang bercadar peluk-pelukan di taman, ternyata setelah diteliti salahsatunya seorang laki-laki. Ada juga seorang bercadar kesana-kemari naik sepeda,  tapi dari postur tubuhnya laki-laki. Sehingga yang melihat terheran-heran,  kalau benar laki-laki mau apa dia?  Ada lagi cerita wanita bercadar mau bikin KTP,  tapi dia tidak mau menyerahkan pas foto yang tidak bercadar sehingga membuat petugas kelurahan bingung.

Di akun facbook saya berkomentar, bahkan sempat SMS teman, wanita bercadar itu semestinya bikin KTP yang wajar saja.  Bikin pas foto yang terbuka wajahnya.  Minta difoto oleh seorang perempuan. Meskipun sayangnya kebanyakan petugas di studio foto itu laki-laki. Padahal supaya nanti kalau berurusan dengan hukum, setidaknya polisi wanita masih bisa mengenali wajahnya. Atau polisi bisa menyamakan wajah asli dan wajah di pas foto KTPnya. Kalau gak gitu memang rumit. Sedangkan untuk pencarian orang saja polisi sering mengandalkan sketsa wajah kalau tidak ada fotonya.

Hal buruk dan kerumitan dalam urusan cadar memang harus diatasi. Ini logika.  Jangan sampai cadar dipakai untuk menutup-nutupi identitas seseorang.  Supaya tidak dikenali kalau berbuat mesum atau jahat. Atau kalau jadi teroris. Meskipun dari sudut pandang lain,  jujur saya bilang,  cadar juga bisa menyelamatkan kaum wanita dari fitnah. Bahkan cadar,  apalagi dengan simbul serba hitam, bisa diidentifikasi sebagai kesatuan kaum wanita.  Suka duka satu jiwa. Ketika hitam berarti kedalaman ilmu, itu penyerahan. Ketika hitam berarti kedukaan,  itu airmata setia untuk Allah. Sementara dalam kerumitan-kerumitan seputar cadar harus ada pembahasan terbuka dan upaya mengatasi secara terbuka juga. Terutama dari kelompok yang bercadar itu sendiri agar wacananya dikenali publik dan pihak-pihak terkait. Jangan tertutup terus.

Kalau dari sisi daya tarik,  wanita bercadar itu juga menunjukkan tanda-tanda menarik. Bahkan cadar juga seksi. Bahkan kalau istri saya yang berjilbab itu bilang mau bercadar,  insha Allah saya kasih. Tapi saya yakin,  untuk di Indonesia,  setidaknya hari ini,  muslimah yang berjilbab akan sangat jauh lebih banyak daripada yang bercadar.  Artinya,  itu sudah menjadi permintaan masyarakat yang berjilbab.

Pertanyaannya, bagaimana kalau ada institusi yang menolak wanita bercadar? Ya,  tergantung. Kalau institusi itu sudah punya aturan tetap yang tidak melanggar undang-undang,  itu masuk akal. Bisa saja suatu institusi atau suatu tempat memberlakukan aturan,  wanita bercadar dilarang masuk. Mengapa?  Ternyata di tempat itu sudah dipasangi banyak CCTV dengan maksud bisa merekam semua wajah orang yang masuk. Artinya,  wanita bercadar bisa memilih datang ke tempat lain saja,  tidak ke situ. Atau cari solusi lain.

Bahkan kalau saya ada di luar negri yang mayoritasnya non muslim saya mesti banyak maklum untuk semua hal baik. Misalnya kalau saya dengar,  ada perusahaan atau kantor yang tidak bisa menerima wanita berjilbab.  Saya bisa maklum. Karena semua karyawan di situ memang tidak berjilbab.  Itu bukan diskriminasi. Malah kalau wanita berjilbab diterima di situ tetapi diperlakukan tidak adil,  sewenang-wenang,  itu jelas diskriminasi. Kalau ada yang berjilbab ingin bekerja di negara itu,  maka ia harus mencari tahu,  perusahaan atau kantor mana yang bisa menerima wanita berjilbab.

Tapi saya yakin,  ketika kualitas,  prestasi, dan tingkat amanah muslimah  berjilbab makin populer, akan banyak perusahaan dan kantor-kantor di dunia ini,  termasuk di negri yang mayoritas non-muslim sekalipun, yang butuh tenaga kerja berjilbab. Apalagi banyak wanita berjilbab malah membuat kantor-kantor nampak lebih cantik dan teduh.

Di Indonesia pun masih ada suatu perusahaan atau pabrik yang tidak ada satupun wanita jilbabnya, karena dari semula aturan di situ memang begitu. Tetapi ada juga yang tadinya tidak menerima wanita berjilbab,  tetapi hari ini malah mayoritas karyawannya berjilbab. Subhanallah. Catatan inipun bisa untuk ngaji cadar.

-----
MATACADAR

sudut pandang
ujung pandang

Kemayoran, 2011-2017 
------

BERJILBABLAH

depan kaum jahiliyah
yang berjilbab, bersurban
mabuk-mabukan, berjudi 
dan main pelacur
bahkan kriminal
Rosul berkata, 
"berjilbablah sebagai kewajiban dari Allah!"

Kemayoran,  2011-2017 
-----

LELAKI BERJILBAB

hadir wajah diri
dan telapak perbuatan

Kemayoran,  2011-2017 
------

Salam sejahtera.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERLU GAK HARI AYAH? Catatan lalu.

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG

TEU HONCEWANG