MEMBACA CERPEN TEGUH ARI PRIANTO

BIDADARI SORGA 1

bahkan bidadari sorga
berjilbab
atau telanjang di langitnya

------

BIDADARI SORGA 2

merasalah ustad atau kyai
yang menyebut istrimu pelacur juga
yang dibeli nafkah dan mas kawin
sementara bidadari sorga menjauhi
racun tubuhmu
------

DUNIA TANPA MANUSIA

pada detik api syetan membakar
(tak ada nyala
apalagi cahaya)
kau hangus
kematian
(tubuh duniamu tanpa manusia)
------

KAMU DAN KAMU

kamu mengkhianati orangtua
dan kamu menipu anakcucu

Kemayoran,  2011-2018
#puisipendekindonesia
------

Teguh Ari Prianto yang pernah aktif di Teater dan Kelompok Drama Radio yang pernah saya bina di Bandung, saya kenal juga sebagai seorang jurnalis, dosen dan pelatih teater.  Suatu ketika ia mengirimkan cerita pendeknya kepada saya.  Dan sampai saatnya saya membaca untuk kesekian kalinya.  Dan kali ini saya memuatnya di Cannadrama.blogspot.com.

Cerpen ini selintas berkesan sederhana,  cuma memiliki kepelikan, sebuah penceritaan seseorang atas sesuatu yang terasa dihidupkan seperti peristiwa nyata.  Tetapi saya tertarik beberapa hal. Adanya hubungan kemanusiasn yamg begitu dekat antara si Aku dengan pamannya,  bahkan melibatkan istrinya,  juga hubungan paman dengan seorang tua bijak yang juga akhirnya melibatkan si Aku. Suatu pertanyaan besar di jaman kini,  ketika kedekatan anak dan orang tua,  guru dan murid,  serta para muda dengan para tua begitu rentan,  begitu senjang.

Sehebat apapun ilmu seseorang bijak di depan seseorang atau orang muda tertentu, sudah biasa dicacimaki sebagai ulah jualan teori. Dan itu dibela oleh cendekiawan palsu,  yang menyebut,  semua anak muda punya dunianya sendiri.  Alih-alih menengahi,  justru memutus kekerabatan,  kekeluargaan.

Sekalinya orang muda suka pada seorang tua bijak, sebab menguntungkan dirinya,  meskipun pragmatis.  Masabodoh soal baik dan buruk. Sebab seseorang bisa direkayasa, diceritakan sebagai orang bijak asalkan pernah membelanya. Semacam teori, wani piro, wani opo? Bukankah berderet generasi telah terjebak dosa dengan alasan pernah tertolong oleh suatu pihak? Dan para penolong itu adalah para monter bengis yang menjual kasih sayang palsu.

Dalam cerpen Teguh Ari ini saya juga membaca kedekatan bicara perempuan antara Si Aku dan pamannya. Suatu yang kadang membuat kita menyelidik,  kepada siapa kita pernah terbuka bicara perempuan? Dan menggelikan, kadang sampai menyelidik, saat ini pun tidak sedikit para suami yang rindu ketemu bidadari-bidadari di syurga,  begitupun para wanita,  mereka rindu para pelayan pria di syurga yang selalu siap melayaninya lahir batin.  (Ah, semacam keterbukaan apakah itu?). Kisah yang senantiasa dirasa-rasa normatif dan menghibur,  sekaligus secara normal merangsang syahwat.

Cerpen ini juga soal kematian yang tidak menakutkan, sebagai jalan pulang,  meskipun membuat suasana kehilangan.

Selamat membaca.

------

SEORANG TUA BIJAK,  PAMAN DAN AKU
Cerpen : Teguh Ari Prianto

Terperanjat mendapat kabar pamanku sakit keras malam ini. Dan sekarang beliau ada di rumah sakit. Kabar itu aku dapat dari salah seorang teman lama yang juga mengenal paman yang tiba-tiba menelpon. Paman dikabarkan menderita stroke dan kandungan kolesterol dalam tubuhnya yang terus meninggi. Aku coba pastikan dengan menelpon keluarganya,  dan ternyata benar. Aku menjadi gelisah dibuatnya. Ingin rasanya segera pergi saat ini juga dan berada disisinya. Tetapi sayang, tempat tinggalku kini jauh dari kota pamanku tinggal.

“Kita pergi besok saja, pak! Lagipula kita mau naik kendaraan apa malam-malam begini” kata istriku yang sedari tadi memerhatikanku yang sedang gelisah.

“Iya, bu! Kita tidur saja dulu, besok pagi kita berangkat!” kataku sambil berdiri dan bergegas menuju kamar tidur.

“Jangan lupa minta ijin ke tempat kerja!” kata istriku mengingatkan sambil mengikuti langkahku. Malam itu kami berdua benar-benar dirundung gelisah.

Aku tahu persis siapa pamanku. Dia seorang yang sederhana, bijak dengan prilakunya yang baik. Dulu paman banyak mengajariku tentang filsafat. Sebuah ilmu yang sukar sekali aku pahami. Paman juga pintar tentang ilmu logika sehingga banyak orang yang belajar atau hanya sekedar berdiskusi sampai larut malam dengannya. Pamanku menulis buku. Sudah banyak buku yang diterbitkan dari hasil pemilkirannya. Luar biasanya paman, honor atau royalti dari menulis buku-buku itu tak pernah ia ambil tetapi selalu disumbangkannya kepada orang lain yang membutuhkan atau diberikannya ke pengelola-panti-panti sosial. “Ilmu menurut paman tak akan ada habisnya jika kita mau untuk terus membaginya!” begitu paman berpesan kepadaku suatu hari. Alasan itu yang kemudian membuat paman senang berbagi dengan sesama terutama dalam hal ilmu yang dia miliki.

Aku membayangkan paman sekarang tengah berbaring di rumah sakit.

Menjelang tidur, pikiranku tak bisa ku cegah lagi untuk menemuinya. “Paman, aku datang untuk menjengukmu!” Aku sapa dia yang sedang memejamkan matanya. Tenang sekali wajahnya. Pancaran raut mukanya membuat batinku menjadi silau. Wajah tenang itu perlahan membuka matanya. Bola matanya yang hitam masih nampak tajam menyoroti setiap sisi yang dia lihat. Sampai akhirnya pandangan dia beradu dengan pandanganku. Aku tak kuasa menatap sorot mata itu, aku menundukkan kepala sejenak.

“Sudah lama kamu disini, Budi?” tanyanya dengan suara yang berat.

“Sudah paman, selagi paman tidur tadi!” jawabku.

“syukurlah kamu cepat datang, saya mau ngobrol dengan kamu. Kamu sendirian saja, bibimu kemana?”

“Bibi tadi ijin pulang ke rumah sebentar, katanya mau mengambil berkas untuk menyelesaikan persyaratan-persyaratan ke rumah sakit!” kataku lagi.

“Oh, begitu, tidak apa! Sekarang paman hanya tinggal bersama kamu di sini".

"Senang kamu datang.  Paman ingin berbicara dengan kamu tentang banyak hal!” kata paman sambil sedikit mengangkat tubuhnya hingga bisa sedikit agak tegak dengan posisi bersandar pada ujung sisi ranjang besi rumah sakit. Aku pun sama, kursi yang aku duduki aku geserkan lebih mendekati ranjang itu. Aku pastikan dapat mendengar suara paman dengan jelas dalam jarak dekat.

“Ingin berbicara apa, Paman?” tanyaku memulai.

“Kamu tahu, sebetulnya paman sudah bosan ada diruang ini. Rasanya sudah seperti lama saja ada di sini!” kata paman sambil menarik nafas panjang.

“Paman kan biasa beraktivitas diluar ruangan dan ketemu banyak orang, jadi wajar saja kalau paman merasa bosan dengan ruangan ini!” kataku yang coba menebak kebosanannya.

“Hmmm, bukan itu yang membuatku bosan, Budi! Sejak paman mulai sering sakit-sakitan semacam ini, sering datang ke hadapan paman seorang tua bijak yang baik. Mengajak bicara tentang banyak hal yang paman belum ketahui sebelumnya. Orang tua itu sudah seperti orang dekat sekalipun paman tidak tahu siapa dia itu sebenarnya. Sapaannya yang hangat membuat hati terasa sejuk setiap kali mendengarnya. Setiap kali dia akan mengajak bicara, terlebih dahulu paman selalu dijaknya menuju sebuah tempat yang indah, sejuk dan penuh kedamaian".

"Paman sendiri tidak tahu di mana dan apa nama tempat itu. Orang tua bijak itu tak pernah memberi tahu paman tentang segala hal yang nampak indah itu termasuk memberi kabar tentang siapa dia sesungguhnya. Tapi orang tua itu seolah tidak peduli dengan rasa penasaran paman itu. Namun anehnya rasa penasaran itu selalu saja menghilang perlahan seiring dengan cerita yang selalu dia sampaikan. Kau ingin tahu apa ceritanya?” kata paman setelah panjang lebar bercerita.

Aku yang sedari tadi menyimak kata-katanya , mulai terbawa pula pada sebuah alam imajinasi. Menerka bagaimana sosok orang tua bijak itu. Kemudian bagaimana pula tempat indah yang sering dijumpai paman dan orang tua itu. Semua menjadi semakin menarik dan betul-betul telah mengundang rasa penasaran untuk terus mendengar kelanjutan ceritanya.

“Hai, apa ceritanya mau diteruskan?” tanya paman yang tak kunjung mendengar jawaban dari pertanyaannya tadi.

Aku pun berkata lagi kapada paman, “oh, iya paman, dilanjutkan lagi. tapi sebelum cerita ini paman lanjutkan, aku juga ingin paman bawa ketempat indah itu paman, dan mengajak aku bertemu dengan orang tua bijak itu, bisa kan paman?”.

“He…he…he…, sifatmu masih saja ada dari dulu, selalu ingin ikut setiap kali paman mau pergi, ya! Ya, sudah ikut saja…!” kata paman dengan senyum menghias bibirnya.

“Ok, aku siap-siap dulu untuk pergi bersama!” kataku sambil duduk lebih merapat lagi ke arah paman.

“Aku lanjut lagi ceritanya, ya?  Pernah suatu hari yang menurut orang-orang jasad paman sedang tertidur pulas atau bahkan pingsan. Tetapi paman sendiri tidak mendapati paman sedang pingsan. Paman berjalan mengikuti setiap langkah orang tua itu".

"Pandangan mata paman dihadapkan pada sebuah bukit batu yang tinggi. Di atas bukit itu terdapat sebuah rumah yang sederhana namun begitu indah. Paman mendekat ke rumah itu bersama dengan orang tua itu. Setiba di depan rumah itu, mata paman dibimbingnya melihat sebuah pemandangan menghampar luas. Luas sejauh mata memandang. Angin yang tenang telah mengantarkan pada sebuah impian yang selama ini selalu hadir dalam hari-hari hidup paman. Dapat disaksikan pula di dalam rumah itu, perempuan-perempuan cantik nan menarik seperti telah mempersiapkan diri menyambut kedatanganku".

"Aroma segar tetumbuhan dan bau sajian makanan yang membangkitkan selera siapaun orang yang sanggup menghirupnya, semua itu paman rasakan dengan hati yang riang. Di atas bukit itu diajarinya paman tentang hakikat hidup, tentang arti dalam berbagi bersama semua manusia oleh si orang tua itu. Sungguh, paman tak bisa melupakan semua itu. Dan semenjak itu, semua selalu saja nampak di pelupuk mata hingga hari ini. Terutama perlakuan dari para perempuan-perempuan cantik itu, sungguh sangat membuat hati paman sangat terpesona".

Sepertinya tak ada kecantikan yang dapat mengimbangi kecantikan para perempuan itu sejauh perempuan cantik yang pernah paman temukan. Dari telapak tangan perempuan itu bisa mengeluarkan apapun yang kita inginkan. Dan semua itu betul-betul bisa paman dapatkan ketika waktunya tiba nanti. Tetapi paman tidak pernah diberi tahu kapan waktu yang dijanjikan orang tua bijak itu bisa paman temui. Nah bagaimana, Budi, Pasti kamu juga senang, kan!” kata paman menghentikan sejenak ceritanya.

“iya, paman, aku benar-benar ingin pula bertemu denga perempuan-perempuan itu!” kataku.

“Ah, kamu tahunya perempuan saja, he…he..he..he..! tapi tidak apa-apa, kamu laki-laki, jadi normal saja!” kata paman sedikit bercanda.

“Tentu, paman!” kataku singkat karena tak mau lagi berbicara panjang karena tak sabar ingin mendengar kelanjutan cerita.

“Kepada paman orang tua itu berpesan, ini semua akan dia berikan sepenuhnya kepada paman sebagai hadiah pemberian yang pantas diterima. Paman sendiri masih belum tahu kenapa harus paman yang menerimanya? Tapi paman senang dengan rencana pemberian itu, dan paman betul-betul ingin segera mendapatkannya. Tetapi semua masih harus menunggu.  Dan karena alasan harus menunggu itu, sehingga waktu yang paman lewati saat ini menjadi terasa panjang saja. Nah begitu, Budi, cerita indah paman.  Meski tak semua dapat paman sampaikan kepadamu, tapi mudah-mudahan kamu bisa mengambil hikmah dari cerita itu dan tak sekedar menghayati indahnya saja.  Kamu musti tahu juga bagaimana awal keindahan itu bisa datang!” kata paman mengakhiri ceritanya.

“Wah, seru ya paman, aku juga ingin bisa merasakan semua cerita indah paman itu!” kataku lagi.

"Pak, bapak.. bangun, Pak..!” tiba-tiba istriku membangunkan tidurku pada dini hari.

“Ada apa, Bu, seperti orang kaget begitu?” tanyaku sambil menggosok mataku perlahan.

“Ibu terima SMS, coba deh bapak baca sendiri isi pesannya!” kata istriku sambil menyodorkan ponselnya ke tanganku. Aku segera membacanya perlahan. Hampir setiap kata aku perhatikan isi pesan singkat itu berikut siapa pengirimnya.

Aku sendiri tak menyangka dengan isi pesan itu, lalu aku baca sekali lagi agar lebih jelas. Usai membaca isi pesan itu, istriku terlihat menitikan air matanya. Dia tak berkata sedikit pun. Tak lama dari itu pecahlah tangisnya, membelah dingin malam menuju subuh. Sebetulnya sejak pesan SMS itu kubaca satu kali, aku pun tak kuasa menahan sedih. Tapi setelah yakin dengan apa yang kubaca, setelah dua kali mengulangnya, rasa haruku mulai memenuhi dada. Paman tak tertolong lagi, kini keluarganya tengah mengurus jasadnya untuk di bawa ke rumah kediaman keluarga dari rumah sakit.

-------------

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG