NOL-NOL

KEADILAN

wajib kerja di titik nol

Kemayoran,  01042018 
#puisipendekindonesia 
------

Orang suka menganggap nol itu kosong belaka tak ada apa-apanya.  Tidak kuasa.  Tidak berdaya.  Titik dasar kemiskinan. Yang parah kalau kemiskinan itu adalah kemiskinan rohaniah.  Ini keliru besar dan berbahaya!

Oleh karena itu ajaran hidup yang lurus pasti menolak ini. Pasti!  Mutlak!  Begitupun mengapa saya sangat yakin pada keyakinan saya.

Untung nol dalam hidup punya titik. Menandai semua titik peta di selingkar bumi.  Menjadi kode tata surya. Yang artinya dia menguasai nun. Mikrokosmos dan makrokosmos. Wajib ada dan menentukan. Menentukan artinya sanggup bekerja dengan segenap potensinya.

Nol dalam beragama sering mengeksistensikan manusia di titik nol,  atau yang kembali ke titik nol. Yaitu keberadaan,  kehadiran,  sekaligus karakter yang habis di hadapan Allah.  Tak punya kuasa apa-apa kecuali dalam bimbingannya.  Tetapi bimbingan Tuhan akan bekerja ketika ada titik kosong yang menampungnya di suatu tempat yang wajib adanya. Itu sebabnya Allah selalu akan di-Allahkan oleh hamba setianya. Sepanjang zaman.  Sampai akhir zaman.

Ini pula yang menjadi argumentasi tak ada Islam impor di Indonesia. Ketika sebutan Islam disebut di Indonesia, oleh Wali Songo misalnya, sudah serta merta diketahui devinisinya oleh kehidupan masyarakat sehari-hari di pulau Jawa.  Yang ada adalah kesadaran atas perjalanan relijiusitas yang mencerahkan. Berbeda dengan komunisme, misalnya, yang secara terbuka disebut-sebut pengaruh dari luar. 

Ketika disebut nama Muhammad SAW.  Demi membenarkan ajarannya,  masyarakat intelektual menyebut,  "Akulah Muhammad". Ini yang kemudian disebut,  penyebaran Islam sudah berisi orang-orang tahu. Bukan merekrut orang-orang yang tidak tahu. Apalagi menarik dengan iming-iming uang atau sembako. Dari orang tahu inilah muncul pengajian-pengajian. Lintas wilayah, lintas profesi,  potensi dan hobi.

Yang malu-malu dan sering memalukan adalah para pihak yang anti-agama (anti petunjuk),  hanya mau menyebut berkemanusiasn belaka.  Tetapi dari titik nol - - - sadar atau tidak--- ia berusaha mengisinya dengan kemanusiaan yang beradab. Meskipun dalam melafalkan kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari itu terjungkal-jungkal karena sombong.

Padahal kalau pihak sombong ini mau jujur,  konsistensi dalam petunjuk langit yang lurus,  petunjuk tinggi yang menyelamatkan dan mencerahkan, itulah yang beragama. Sekali lagi, ini pula hujah, mengapa saya sangat pasti pada keyakinan saya. Mungkin juga anda.

Sebuah ilustrasi sederhana bisa saya berikan untuk membangun kepercayaan yang sama di dunia manusia. Universal.  Kalau dalam bahasa santri biasa disebut,  kepercayaan atau keyakinan Islam.

Anggap kita sedang tidak berbuat apa-apa.  Padahal ini mustahil.  Manusia pasti bergerak 24 jam setiap harinya.  Karena sudah begitu takdirnya.  Tapi oke,  kita umpamakan kita mampu diam sesaat tanpa berbuat apa-apa.  Tidak bernafas dan tidak berkedip.

Posisi saat diam itu, adalah posisi sempurna.  Tidak jahat, karena tidak sedang berbuat jahat,  dan sedang tidak mendukung kejahatan.  Hatinya sedang tidak cenderung. Bagaimana akan disebut jahat, berbuat dan merasa demikian pun tidak?

Tapi posisi ini masih diambil oleh sisi baik dan mulia.  Ilmu tinggi.  Diambil oleh malaikat penyunggi Arsy.  Penjaga asmaul husna. Sebab,  permintaan dari Yang Maha Mulia,  minimal tidak terjadi kejahatan, meskipun tidak berbuat baik apapun. Padahal, awam pun setuju, tidak jahat dan tidak mendukung kejahatan itu posisinya masih sikap kebaikan. Itulah. Itulah pembawaan manusia. Titik nol. Kemanusiaan itu.

Dari nol akan ada ukuran nol koma sekian dan seterusnya. Negatif atau positif.  Menurut bahasa santri, meminjam keyakinan Nabi Sulaeman AS,  semua angka negatif adalah milik muslim.  Bagian dari kekayaan Raja Sulaeman. Sebab angka negatif tidak boleh dikuasai oleh dunia kejahatan.  Misalnya, - 1, - 33, - 1/3, - 0,33, dst. Istilah negatif pada dunia kejahatan adalah sebenar-benarnya pencurian. Ini soal panggilan azan.

Maka dalam paradigma manusia, sejak lahir tiap manusia pasti butuh kasih sayang,  butuh kehangatan dan kebahagiaan,  maka titik nol mustahil diam. Bayi pun sudah meminta.  Bahkan polos dan ketidaktahuannya meminta diberi tahu, dicerahkan. Tak ada bayi tanpa bicara, telah bertafsir meminta disiksa. Titik nol selama 24 jam penuh setiap harinya itu akan terus bergerak dalam kebaikan dan kemuliaan. Tanpa itu,  ia ingkar kemanusiasn,  ingkar Allah, ingkar titik nol. Titik yang tidak bisa diartikan dasar dari kemiskinan rohaniah.  Sebab manusia cenderung meminta kekayaan batin. Atau dalam bahasa lain,  ketidaktahuan (bukan kejahatan)  adalah rasa ingin tahu yang penasaran.

Sehingga seorang bijak akan berkata ketika mendapati tahu,  "Inilah sesungguhnya aku". 

Sampai saya mau marah yang baik lewat tulisan ini kepada para pihak yang menyebut para nabi telah berbuat dosa. Itu bisa menjadi pencetak kacamata palsu. Bagi penjahat yang melegalkan kejahatannya. Padahal nabi-nabi itu telah melakukan dua hal. Demikian pula Bapak Ibrahim. Pertama,  mereka berkata,  "Inilah aku".  Karena dia wajib mengingkari saat mabuk-(larut pada kebenaran)-nya kemarin,  yang dengan kesadaran penuh telah mengakui sesuatu itu adalah kebenaran adanya, padahal di belakang hari disadarinya itu ketidakbenaran.

Sebut saja, ada nabi yang pada awalnya menyebut, hubungan sesama jenis antara pria dengan pria itu berkah, itu halal, karena itu cinta dan kebahagiaan. Tetapi kemudian dia telah bersaksi,  "Inilah aku. Nabi Allah yang tidak membenarkan hubungan sejenis. Sebab itu nyata-nyata mengingkari kemanusiaan yang 'memiliki' dan menyelamatkan anak cucu manusia. Aku tidak pernah berdiri di situ samasekali sebab itu bukan aku. Inilah aku. Inilah bahasa dari kitab suci yang tidak berputar-putar pada fitnah".

Sekali lagi, berhentilah berkicau,  bahwa Nabi itu juga pendosa.  Sebab para manusia yang bertobat pun telah berkata, "Aku dan Allah mengenali aku yang berihtiar di jalan baik. Dikenali pula oleh kitab suci dan para manusia. Siapapun yang jahat adalah pihak yang tidak dikenali sebagai manusia. Juga oleh aku".

Para nabi adalah pihak yang menyadari titik nol manusia. Habis di hadapan Allah.  Tak kuasa apa-apa kecuali dengan petunjuknya. Sehingga seluruh perbuatan baiknya adalah sikap mewakili keinginan Allah semata.  Sedang keburukan pada manusia yang tidak amanah,  yang dilihatnya dalam kesaksian kerasulan, adalah perbuatan Allah untuk menunjukkan sekaligus menghukum seseorang yang berdosa,  melawan Allah. Agar hukum Allah ditegakkan setegak-tegaknya,  sehingga penuh cinta dan kasih sayang kepada hamba-hambanya.

Di tangan Ki Dalang yang amanah,  figur Baladewa (sahabat malaikat),  dalam wayang wali, bisa dikisahkan sebagai titik nol.  Dia tidak suka Pandawa menyerang Kurawa,  tetapi dia juga marah besar kepada Kurawa yang mengakibatkan Pandawa berperang. Dan dia tahu,  kebenaran pasti menang.  Dan baginya perang adalah kesia-siaan. Artinya,  hidup rukun damai dalam kebaikan jauh lebih utama.

Permintaan Sri Kresna agar Baladewa istirahat saja,  bertapa, berendam di air terjun, adalah supaya kalimat hidup berbunyi:  dia di titik nol,  tidak berbuat,  tidak berperang di pihak yang jahat, tetap istikomah memahami bahwa kebenaran pasti menang, tetapi diamnya itu justru mengakibatkan pihak yang benar (Pandawa) keluar sebagai pemenang. Sebab demikianlah kemanusiaan itu. Maka,  Baladewa (sahabat malaikat)  adalah sisi diam kita.  Meskipun mustahil manusia bisa diam. Pasti bersikap dan berbuat, cenderung kepada bahagia dan sejahtera, hargadiri, cinta dan kasih sayang,  keselamatan lahir dan batin, dunia akhirat.

Ketika Parikesit naik jadi raja selaku penerus keluarga Pandawa, dikisahkan Baladewa adalah penasehat utama yang sangat dihormati. Dikisahkan pula para Raja Jawa adalah titisan Parikesit.

Wayang Wali Songo adalah karya budaya manusia Indonesia yang bisa dipakai untuk menyampaikan nasehat yang lurus.

Tulisan ini saya buat sambil nonton bola Liga 1 2018, antara PSIS SEMARANG vs BALI UNITED di TV-One,  yang berakhir 0-0. Beruntunglah buat pemain bola dan penonton,  sebab hasil akhir 0-0 masih bernilai positif,  1 poin.

Gilang Teguh Pambudi 
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERLU GAK HARI AYAH? Catatan lalu.

TEU HONCEWANG

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG