MINUMAN KALENG DAN PUISI

KULI GAJIAN

kubeli semuanya dengan ini
biar cepat selesai urusan

Kemayoran, 03102018
#PuisiPendekIndonesia 
------

Memegang minuman kaleng sambil duduk atau bersandar di bagian depan mobil, sering kita temui fotonya. Mungkin selera umum. Begitupun duduk sambil minum minuman kaleng di atas bukit atau ketinggian tertentu. Tetapi nampaknya cukup jarang kita menemui foto seseorang yang asyik membaca buku sastra di atas jok kereta atau bis sambil sesekali minum minuman kaleng.

Bagi saya, pergi ke manapun naik kendaraan umum sambil membawa tas berisi buku sastra, baik antologi puisi maupun cerpen, adalah hal biasa. Tetapi jarang saya membawa buku novel atau buku yang berisi ulasan-ulasan yang panjang-panjang. Mubazir. Mau menyombongkan gaya dan penampilan, bawa-bawa buku tebal yang judulnya hebat pun malah ditertawakan malaikat. Sedangkan di situ malaikat adalah teman paling dekat. Malu juga sama kenek yang bilang dalam hati, "Gak ada kerjaan, sepanjang jalan cuma pegang-pegang buku tebal". Maksudnya gak dibaca.

Ya. Buku antologi puisi dan cerpen adalah dua pilihan dari sekian banyak buku yang menurut saya paling praktis dibaca di atas jok kereta ataupun bis. Buku lain yang enak dibawa dan dibaca adalah kitab suci, kisah-kisah hikmah, kumpulan kata-kata mutiara atau kumpulan motivasi, tips sukses, dll.

Mengapa kitab suci enak dibawa dan dibaca? Sebab meskipun kitab suci selalu tebal. tetapi sudah lazim di depan kitab suci kita akan selalu mendalami satu ayat-satu ayat. Sehingga dalam membacanya, kita akan sangat hati-hati sekali. Menyelami persatu kata. Dan setiap selesai pembacaan satu ayat, kita akan berhenti lama sambil menikmati pemandangan sepanjang perjalanan, untuk kemudian melanjutkan ke ayat berikutnya. Untuk jarak Jakarta-Bandung misalnya, bisa membaca dengan tenang 10-20 ayat saja sudah sangat bagus. Apalagi dilakukan di bulan Romadon.

Begitupun ketika di tangan saya ada kumpulan puisi. Biasanya saya akan membaca dengan tenang satu puisi sampai selesai. Lalu merenungkan isinya berlama-lama sambil minum minuman kaleng atau minuman kemasan lainnya, juga sambil menghabisi pemandangan di kanan kiri jalan. Saya syukuri juga kalau terlihat ada wajah cantik rupawan di situ, anggap saja seperti nonton TV. Cuma nonton. Tapi dinikmati. Atau anggap saja Jaka Tarub kepalang semedi dekat air terjun.

Satu cara lain yang juga nikmat adalah membaca puisi itu perbait. Nyantai saja. Sebab pada saat itu kita seperti sedang ketakutan, seperti ada suatu 'pesan dalam' yang akan hilang. Sebab puisi itu multi interpretasi. Lalu kita berusaha menjemput sebagian dari interpretasi-interpretasi itu perlahan dan bertahap. Menemui titik-titik kesaksian dan pencerahannya. Ini yang membuat saya pernah berargumentasi, "Memahami ayat-ayat suci dengan tenang, sadar, dan paham, kita akan di posisi seperti Rosul ketika menerimanya. Sehingga kepada siapakah ayat-ayat itu sesungguhnya diturunkan?"

Depan buku kumpulan cerpen pun begitu. Kita bisa membacanya dengan tenang, nyaman, tetapi lahab. Sambil menikmati setiap belokan jalan lengkap dengan pemandangan di seluas kaca kereta atau bis. Meskipun di situ saya pernah protes, "Ah, ini tidak seru, cerita pendeknya masih kurang pendek!" Itulah yang menginspirasi saya untuk membuat cerpen yang lebih pendek dari umumnya. Serta teriak-tetiak supaya koran dan majalah ngasih ruang atau memuat cerpen-cerpen yang lebih pendek, yang sangat dibutuhkan dalam satu perjalanan.

Sayangnya, meskipun seru membaca puisi atau cerpen di atas jok bis ataupun kereta, tetapi masih sangat sedikit yang mengeksposnya. Terutama di media sosial. Atau ini sekaligus fakta survei, bahwa membaca buku di atas kendaraan hari ini telah menurun drastis?

Dan yang juga harus diingat, naik kendaraan itu juga punya kepenatan tersendiri. Sehingga daya baca di depan halaman-halaman buku tidaklah bisa berlama-lama. Selalu sebentar-sebentar dan sering terhenti. Apalagi kalau terasa goncangan-goncangannya. Maka keduanya mesti dinikmati. Baik naik kendaraannya maupun hasrat membacanya. Sebab kebiasaan membaca yang terbaik adalah ketika disertai hasrat ingin tahu yang tinggi. Tanpa itu, tidur saja. Di bawah jok kalau perlu.

Hal gila yang pernah saya lakukan adalah, bersengaja naik bis dari Bandung ke Sukabumi, dari Purwakarta ke Bandung, atau dari Jakarta ke Purwakarta hanya untuk menikmati baca buku sambil memelototi pemandangan kanan kiri jalan. Tentu acaranya disekaliguskan dengan niat silaturahmi ini dan itu. Biar besar manfaatnya. Tidak cuma sekadar jalan-jalan. Sehingga saya termasuk orang yang tertarik pada komunitas pencinta bis atau pencinta perjalanan menggunakan bis.

Bagaimanapun membaca buku sastra di bis atau kereta sungguh kenikmatan tiada tara dari Allah Swt. Dan sikap ini biasanya menunjukkan cara bawa diri yang tenang dan dewasa. Intekektual. Hati teduh yang penuh doa. Sebab bagaimana mungkin ada brandalan yang tenang menyelami puisi kata perkata dalam sebuah perjalanan yang selalu terlalu cepat, atau malah dianggap selalu terlalu cepat, sambil dikejar-kejar nafsu sesat.

Dan awas hati-hati. Perlu saya ingatkan. Gara-gara kebiasaan baca buku di bis sambil minum minuman kaleng, saya pernah lupa. Begitu turun bis kondisi tas punggung tidak ditutup. Terbuka lebar. Padahal di dalamnya ada laptop dll. Tentu bisa jatuh atau disamber maling. Untung waktu itu selamat waktu turun di sekitar UKI.

Selamat wayah kieu Bro.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERLU GAK HARI AYAH? Catatan lalu.

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG

TEU HONCEWANG