HANTU VIRAL?

HARI MENEPATI JANJI 

matahari menyengat tiang besi
pagi sudah tinggi
duha kubawa menghabisi diri
semangat
semangat
semangat
ini hari menepati perjanjian lagi
siapa di depan menanti
siapa di belakang mengikuti
kita satu hati
besi sudah terbakar matahari
sudah, jangan saling menyakiti!

Kemayoran, 13102018
#puisipendekindonesia
-------

Puisi di atas saya buat jauh waktu sebelum ada niat membuat tulisan ini.

Dalam hidup saya, saya mengenal dua kali sebutan gendruwo. Pertama waktu saya kanak-kanak. Para orangtua di Jawa biasa mengucap, "Awas nanti diculik gendruwo". Yang maksudnya agar kami jadi anak soleh dan selalu nurut kepada orangtua. Termasuk jam magrib harus sudah di rumah karena itu jam sholat. Jangan keluyuran gak jelas. Karena tidak ada orang tua baik-baik yang menginginkan anak-anaknya celaka.

Gendruwo kepada anak-anak kala itu diceritakan bertubuh besar dan gelap. Berjalan tegak seperti manusia tetapi agak bungkuk. Tubuhnya berbulu. Bercula, bertaring, dan bercakar tajam di tangan dan kakinya. Matanya merah dan kejam.

Kedua setelah saya suka baca buku. Saya menemukan kisah Wali Songo yang bertempur melawan pasukan gendruwo yang sangat jahat kepada manusia.

Gendruwo, seperti pada umumnya sebutan untuk mahluk goib di muka bumi yang menyeramkan, menakut-nakuti, bahkan bisa berbuat kejam. Itu istilah biasa sebetulnya. Semua negara punya sebutan yang berbeda-beda, pun di tiap daerah se Indonesia. Bahkan istilah Buto Ijo mungkin tidak familiar di sebagian Nusantara, karena mereka sudah punya sebutannya sendiri.

Ini bukan soal klenik. Tapi wacana terbuka yang bisa dibaca melalui pintu mistisisme (boleh juga disebut melalui mistisisme Islam). Sebab klenik biasanya hanya membawa manusia pada cerita-cerita mistis yang serba seram. Bahkan serba tidak dimengerti.

Dalam beberapa kisah yang merakyat, terutama dari cerita lisan masyarakat, bahkan Wali Songo, penyebar agama Islam di tanah Jawa itu pernah mendapat serangan gendruwo. Sehingga para wali itu harus melawannya dengan jurus-jurus yang mematikan untuk menang. Didukung doa-doa yang kuat.

Dari cerita rakyat, gendruwo itu adalah mahluk penculik yang doyan daging anak-anak. Selain itu ada juga nama mahluk gaib yang terkenal yaitu, dedemit dan buto ijo.

Sangat jelas, gendruwo, buto ijo, dan dedemit adalah mahluk berbahaya. Minimal menakutkan. Sehingga harus diusir dengan doa-doa lurus. Dalam paham Islam tentu harus diusir dengan kalam illahi. dengan menyebut nama Allah SWT. Yang artinya, para mahluk itu berada dalam kelompok mahluk yang tidak lurus.

Bagi yang ngaji hikmah, pasti cenderung menyebut mahluk-mahluk ini ke dalam kelompok jin. Di sana ada jin baik, ada jin jinak tapi merugikan, dan ada jin yang buas. Dan Wali Songo pernah berperang melawan jin-jin buas itu.

Kalau kita teringat heboh pidato Presiden Jokowi, agar masyarakat berhati-hati dengan gendruwo. Kita jadi tersadarkan. Bahwa istilah itu bisa berlaku untuk warga bangsa secara menyeluruh, agar tetap jalan lurus jalan terus. Di sisi lain, memang bisa kena ke kubu lawan politik kalau ada hal-hal yang kurang lurus. Tetapi sifatnya normatif saja. Tidak perlu terlalu heboh sebenarnya. Justru sisi hebohnya datang dari masyarakat yang tiba-tiba jadi ingin banyak tahu, apa itu gendruwo? Dan banyak warga-net yang bikin status atau meme lucu, gendruwo mengganggu manusia. Viralnya di situ.

Gendruwo yang paling jinak sukanya menakut-nakuti. Yang mulai liar biasanya digambarkan suka menakut-nakuti dan mengambil ini-itu, termasuk ayam dan kambing. Tetapi kalau gendruwo yang jahat bisa menculik anak dan memakannya.

Kenapa menculik anak? Ada dua pengertian tentang anak yang dimaksud. Pertama, anak-anak dalam pemahaman umum, dalam pengertian manusia yang polos dan belum dewasa. Kedua, karena semua manusia pada hakekatnya adalah anak bagi orang tua ataupun generasi sebelumnya.

Di jaman wali, ketika ada manusia-manusia dibawa ke dunia jin jahat lalu dipengaruhi dengan ilmu hitam yang merusak, maka itupun disebut menculik anak-anak manusia. Dengan ilmu hitam yang sudah ditularkan ini para jin berharap agar para manusia didikannya biaa menjadi pasukan jin yang menyerang manusia. Ini suka diceritakan juga dalam komik dan film-film kita.

Peristiwa penculikan dan cuci otak dari jalan lurus menjadi gelap ini juga disebut peristiwa pembunuhan. Atau disebut juga, memakan anak manusia. Karena pembunuhan itu tidak salau harus dalam pengertian diracun, dipenggal atau ditembak (dengan panah).

Bahkan ada lagi yang sesungguhnya ngerti dunia manusia, ngerti gunanya hidup rukun dan damai, tetapi dia malah menculik dan mengajarkan cara bertarung untuk memenangkan kelompok saja. Sebab hanya yang kuat yang boleh menang, bukan yang benar. Dengan kata lain, mereka bersepakat pada aturan-aturan kelompok yang tidak perlu mereka pahami. Yang penting menang. Impiannya, kalau menang mereka pasti sejahtera hidupnya. Ini disebut-sebut ajaran Buto Ijo. Oleh karena itu di masyarakat ada istilah, "Buto Ijo ojo digugu' (ajakan Buto Ijo jangan diikuti). Lebih baik menjadi sukses karena benar dan mulia.

Kadang istilah buto atau Buto, selain diasumsikan raksasa, juga diasumsikan tokoh buta yang sangat berpengaruh besar. Meskipun visualisasinya buta matanya, tetapi secara keilmuaan dia buta hatinya. Tokoh yang jadi rujukannya adalah Prabu Drestarastra yang buta, yang beranak Duryudana itu. Yang mengusir Pandawa Lima dan mendukung pasukan Kurawa.

Teman penyair, RgBagus Warsono menyebut dalam statusnya bahwa Dedemit, Gendruwo dan Buto Ijo itu bersaudara. Ini yang segaris dengan pendapat lain, setidaknya sama-sama dari kelompok jin. Jin yang jahat, bukan jin baik atau jin Islam.

Lalu gendruwo yang dimaksud Jokowi itu masuk klasifikasi mana? Tentu yang paling mudah dimengerti adalah, kelompok para pengganggu manusia, yang tidak lurus, itu saja.

Dengan keterbukaan seperti ini kita tidak akan terjebak ke alam klenik. Tetapi justru bisa memahami mistisme dalam mengurai persoalan sosial. Justru memguatkan logika iman kita. Minimal tidak mau berlaku salah. Karena kita semua mafhum, para pencinta dosa adalah temannya syetan. Subhanallah.

Yuk kita lurus-lurus saja. Memahami kebenaran dan kemuliaan. Tentram damai. Agar bangsa dan negara ini dirahmati Allah SWT. Ini berlaku juga untuk kedua kubu yang sedang berkampanye untuk pemilu presiden yang akan datang.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.co

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG