TERNYATA HARUS ADA PAHLAWAN
TUNGGU AKU DI BANDUNG
tunggu aku di Bandung
biar arahku tidak linglung
sebab aku bukan siapa-siapa
di bawah lampu kota sore
berani-berani 10 November besok
ketemu Muhammad Toha
yang katanya mau memimpin diskusi seni
di rumah makan Sunda
aku sudah lama rindu
soal dia mau bicara apa?
dan apakah masih menyimpan senjata?
untuk apa?
Kemayoran, 09112018
#puisiipendekindonesia
-----
Di hari pahlawan 10 Nopember 2018 kali ini saya bikin 13 pertanyaan dan menjawabnya. Tetapi jawaban saya pada tulisan ini boleh dianggap tidak terlalu penting. Sebab yang lebih memotivasi keseharian anda tentu saja, lebih baik menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan jawaban berdasarkan pengalaman anda. Itu jauh lebih penting buat anda. Oke?
1. Waktu kita umur SD atau SMP, siapa pahlawan yang paling sering digambar?
Bagi saya umur SD adalah awal gila menggambar. Rasanya kemampuan menggambar adalah bawaan saya dari rahim ibu. Tetapi karena sifatnya otodidak, ya totalitasnya khas saya. Dalam kondisi itulah saya memang suka menggambar pahlawan juga. Dan gambar pahlawan yang sering saya buat adalah Panglima Besar Jendral Sudirman, Pamgeran Diponegoro, dan Tuanku Imam Bonjol.
Waktu SMA saya punya guru senirupa terbaik, Ibu Kokom Komariah. Bahkan dia ngajarin cara-cara bikin pameran lukisan.
2. Sebutkan bagian dari kisah pahlawan Indonesia yang pernah dibaca waktu SD-SMP yang menarik karena khasnya?
Tentu banyak kisah pahlawan yang serba menarik untuk diingat. Tetapi yang khas buat saya ada beberapa. Diantaranya, kisah Pangeran Diponegoro mencabuti patok tanah sambil naik kuda putih. Sepertinya gagah ya? Lalu Tuanku Imam Bonjol yang konon masih suka menampakkan diri meskipun sudah meninggal. Ini harus ditemui hikmahnya. Ketiga, Jendral Soedirman yang ditandu naik turun gunung. Keempat, Bung Karno diculik ke Rengas Dengklok. Kelima, masa kanak-kanak Muhammad Toha. Keenam, Yos Sudarso yang tenggelam di laut Aru. Dll.
3. Kalau hidup bisa menjadi figur-figur pahlawan Indonesia yang sudah kita kenal, kita ingin jadi siapa?
Kalau bisa saya ingin jadi Panglima Besar Jendral Soedirman. Paham agama, berani memimpin perang, dan total mencintai Indonesia. Itu sebabnya waktu SD saya bangga punya satu kenangan malam-malam. Ditandu teman-teman sekampung memakai tongkat dan kain sarung, mengikuti adegan film Jendral Soedirman ketika itu. Teriakannya, "Merdeka!" Atau, "Hidup Panglima Soedirman!" Dll.
4. Siapa nama pahlawan Indonesia yang pernah diceritakan ayah atau ibu kepada kita?
Bapak saya sering cerita Bung Karno, Jendral Soedirman, Gatot Subroto, KH. Agus Salim dan Hamka. Khusus soal Hamka selalu mengingatkan saya pada cerita bapak saya tentang berbagai cerita lawas seperti Siti Nurbaya, Salah Asuhan, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Kabah, dll. Beliau lebih dulu cerita itu sebelum guru SMP saya. Sampai-sampai saya berfikir, kalau begitu dasyat pengaruh sastrawan, berarti begitu besar posisi strategisnya untuk pembangunan. Sehingga saya tertarik di situ.
Ibu saya selalu cerita Muhammad Natsir, karena sejak Muhammad Natsir masih hidup ibu saya sudah aktivis Dewan Dakwah. Karena ibu seorang ustajah otomatis mengisyaratkan saya untuk ngerti agama. Meskipun saya tidak bercita-cita untuk jadi penceramah agama dan khotib Jumat. Karena pesan agama juga mesti disampaikan melalui pintu-pintu yang lain.
5. Siapa nama pahlawan Indonesia yang pernah diceritakan oleh guru sekolah kita yang penceritaannya paling berkesan?
Seingat saya, Bung Tomo dll.
6. Jika pernah baca puisi bertema pahlawan, puisi apa dan di mana?
Alhamdulillah saya pernah ikut lomba baca puisi tingkat nasional memperebutkan Piala Menpora beberapa bulan setelah tamat SMA. Karena KTP saya kota Sukabumi, saya wakil dari Sukabumi. Tapi sayang, kalah di babak penyisihan. Gak masuk putaran final. Jurinya Hamid Jabbar dkk. Lokasinya di Taman Ismail Marzuki. Dan puisi yang saya bacakan berjudul Diponegoro karya Chairil Anwar. Subhanallah, setelah turun panggung beberapa anak TIM malah bilang, "Suaramu hebat, pemain teater ya? Lantang". Dst. Sebenarnya saya gak terlalu ngerti arahnya, tapi intinya memuji.
7. Kalau pernah main teater tema perang atau kepahlawanan, pernah berperan sebagai siapa di pementasan itu?
Kebetulan saya gak main ketika itu, saya penulis naskah dan sutradara Lautan Merah Putih, tahun 1989. Teater Tarung Taring SPGN Sukabumi. Didesak oleh guru saya, Drs. asep Sastra Djuhanda. Dan tidak ada figur pahlawan khusus yang muncul, karena menggambarkan jiwa rakyat Indonesia yang bertaruh jiwa-raga untuk membela merah-putih.
Dan anehnya dalam pementasan teater untuk panggung Agustusan saya malah lebih suka mengangkat tema-tema figur di luar cerita pahlawan atau perang. Misalnya di panggung Cikole Dalam Kota Sukabumi saya bikin cerita Preman Insyaf. Lalu di Gang Arsad Bandung saya bikin cerita Cinta Anti Pelet. Dst. Sebab spirit kepahlawanannya sudah sangat besar di judul acaranya, 17 Agustusan. Momen kemerdekaan yang selalu mengingatkan kita pada jasa-jasa para pahlawan kemerdekaan.
8. Kalau pernah main film atau sinetron tema perang kemerdekaan atau kepahlawanan, apa filmya dan berperan sebagai apa?
Waduh, saya gak kenal main film dan sinetron. Tapi kebetulan saya memang tertarik sama teater. Itupun dengan satu tujuan, pada saat dibutuhkan, bahkan pada saat mendesak, saya bisa mementaskan pertunjukan teater dengan tema tertentu. Udah gitu aja.
Saya kira main film dan sinetron itu cuma milik orang elit. Ternyata saya bisa ditanya juga (meskipun pertanyaannya bikinan sendiri). Sementara soal muncul di TV, pernah sekali diwawancarai TVRI Bandung dan pernah terlibat jadi juri dan komentator audisi bintang 'TV Lokal' saja buat saya sudah lumayan. Daripada gak pernah sekalipun muncul mukanya di TV.
9. Film kepahlawanan berjudul apa yang pernah ditonton di bioskop?
Janur Kuning. Saya nonton di bioskop Sukorejo, Kendal, Jawa Tengah. Saya ingat bapak beli kuaci banyak. Dan pulangnya makan brongkos.
Itu film perjuangan terjjadul yang pernah saya tonton di bioskop. Tentu lebih banyak yang saya tonton di DVD-VCD.
10. Pertunjukan teater bertema perang kemerdekaan atau kepahlawanan nasional apa yang pernah ditonton?
Waduh gak kebetulan. Sayang memang. Padahal kalau saya pernah menontonnya, pasti terkesan intelek jawaban saya. Tapi apa boleh buat.
Saya pernah nonton teater tradisonal modern, Longlen (longser lenong), Sikabayan Pakai Ajian Lorong Waktu di Gedung Rumentang Siang, yang dusutradari Rosid E. Abby. Tapi Sikabayan bukan pahlawan nasional ya?
Selain itu, semua pertunjukan teater yang pernah saya tonton gak ada yang bertema itu.
11. Pernahkah ziarah ke taman makam pahlawan?
Belum pernah. Meskipun hati kecil saya menyuruh untuk menjawab, sering bahkan selalu. Tapi melalui ziarah makam yang lain.
Bahkan di acara renungan suci, yang biasanya juga jadi malam perenungan jelang Agustusan di Taman Makam Pahlawan, saya jarang masuk tim di situ. Maklum watu SMA, jurusan pramuka saya, Saka Kencana (Satuan Karya Keluarga Berencana). Saya gak mungkin bilang di depan makam pahlawan, "Dua anak cukup, Bung! Jangan lupa pakai alat kontrasepsi". Haha, humor dikit lah.
12. Pernah dengar rekaman suara pahlawan dari radio atau kaset?
Ya. Pidato Bung Karno. Dan teriakan Bung Tomo yang populer itu. Tapi saya masih sangsi, apakah teriakan Bung Tomo yang saya dengar itu asli atau diperankan oleh seseorang.
Tapi sebagai kebiasaan sutradara teater dan drama radio saya suka berlama-lama depan foto atau patung pahlawan. Membayangkan mereka bicara atau berbuat sesuatu. Dan, ya, saya malah seperti dengar dia bicara. Selalu bicara. Sebab pahlawan itu kalimat. Pernyataan.
13. Siapakah figur yang layak atau akan mendapat gelar pahlawan pada masa sekarang atau yang akan datang?
Pada saat Pak Harto dan Gus Dur meninggal saya sedang on air di radio. Tidak sedang off. Saya langsung bilang di hari meninggal keduanya, kelak mereka akan mendapat gelar pahlawan Indonesia karena pertimbangan jasa baiknya untuk bangsa dan negara ini.
Pak Harto saya sebut-sebut layak dalam kapasitas pahlawan pembangunan. Menginspirasi untuk pembangunan di segala bidang. Terutama di pedesaan sebagai wilayah terluas di Indonesia, terutama di masa Orde Baru.
Gusdur saya sebut tokoh dan pahlawan dalam politik kebangsaan, meskipun menonjol pula sisi keIslamannya dan kharisma Kyainya. Saya tidak cenderung menyebut pluralis, sebab saya sendiri lebih biasa menulis soal universalitas. Dalam universaliras saya ketemu kemanusiaan beradab secara menyeluruh. Dalam bahasa Islam biasa disebut, rahmatan lil alamin dan yang selamat dunia akhirat. Sedangkan dalam pluralisme saya malah sering menemukan wacana yang ingin memasukkan segala apaoun, termasuk yang tidak perlu dimasukkan, karena keterpaksaan untuk plural.
------
Itulah 13 pertanyaan merakyat untuk 10 November 2018. Semoga mengantarkan saya dan kita pada rasa syukur yang besar kepada Allah SWT atas segala jasa dan pengorbanan para pahlawan bangsa. Dan membuat kita selalu semangat menjaga Indonesia, dan mengisinya dengan pembangunan di segala bidang. Amin.
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
Komentar
Posting Komentar