TIMNAS 2019 INGATKAN SPIRIT 312 LAGI

TARIAN KEMBANGGANYONG 

tak ada melarikan diri ke sepi
sebab ini bukan tarian prustasi
atau teriakan minta dihargai
oleh waktu yang sudah habis
atau seperti suara camar
pada palung laut
kembangganyong telanjang matahari
di seluruh hari yang terbuka
seperti marka-marka kesaksian
dihargai atau tidak oleh suatu ketika

meskipun lahir dan kelak mati
dari kembang tujuh rupa
ia juga membahasakannya dalam
kalimat yang lain, ciumlah
kembangganyong wangi dari eloknya
bukan dari ujung hidung yang tertipu

semerbak warna-warna
adalah hijau-hijau saja
nikmat segala-gala
cuma syukur belaka

ia mudah tumbuh di mana saja
sejak Allah berfirman, tumbuhlah!
maka ia olah tanah
olah tempat kerja
memajukan seluruh potensi
kehadiran dan prestasi
sehingga di meja sidang para malaikat
telah ditinggalkan kalimat
di ujung pulpen yang basah dan hangat,
"Telah kau terbangkan sayapku
ke mana kau suka
tak ada satupun alamat terlewat"

Kemayoran, 17 02 2019
Dari antologi TAGAR (Tarian Gapura)
------

Kalau Tim Nasional Indinesia kelompok usia berapapun menang, apalagi main di negri orang, dengan kemenangan yang paling menentukan alias menang di partai hidup mati, kita pasti teringat spirit 312. Peristiwa tahun 2016 di stadiun Pakansari Cibinong-Bogor, yang ditonton Presiden Jokowi itu memang sangat menginspirasi, bukan cuma soal menang menentukan, meskipun bukan di partai final, tetapi sekaligus momen menaiknya tensi wacana patriotisme dan jiwa pancasila.

Dan Tim Nasional (Timnas) Garuda, yang selalu ditonton atau didengar beritamya oleh seluruh mata bangsa Indonesia, memang bisa menjadi titik sentrum penyadaran semangat bhineka tunggal ika dan cinta NKRI. Meskipun pada suatu ketika tim nasional kita bisa mengalami kekalahan sekalipun. Karena bangsa ini sudah sangat tahu, sepakbola itu sesungguhnya cuma permainan prestasi. Yang terpenting di kancah internasional adalah eksistensi kebangsaan kita dan persaudaraan antar bangsa.

Ya, tentu saja, menang di laga internasional tetaplah prioritas dan doa-doa kita.

Seperti pada malam ini, Jumat, 22/2/2019. Bermain di kandang tuan rumah Kaboja, akhirnya Timnas Indonesia berhasil melaju ke babak semifinal piala AFF U-22 tahun 2019 setelah menaklukkan tuan rumah dengan skor meyakinkan, 0-2.

Padahal Marinus Manewar berada dalam tekanan serius di laga ini. Bayangkan, dari dua laga sebelumnya di grub B Indonesia cuma mampu meraih poin 2, hasil main seri lawan Myanmar, dan juga seri menghadapi Malaysia. Sedangkan Kamboja sudah lebih dulu lolos ke babak semi final karena secara mengejutkan mampu menumbangkan Malaysia dan Myanmar sehingga berada di puncak klasemen dengan poin 6.

Dengan kemenangan ini Indonesia berada di posisi kedua dengan poin 5, dan otomatis lolos. Sementara Malaysia meskipun mampu menang tipis 1-0 melawan Myanmar di laga terakhir mereka, tetapi hamya sanggup meraih poin 4.

Berada di posisi semifinal Piala AFF U-22, adalah prestasi internasional pertama Timnas Indonesia di Tahun  2019. Tentu akan lebih seru dan sempurna lagi jika pada laga hari Minggu besok menghadapi juara grup A, Vietnam kita menang.

Kembali ke soal spirit 312. Memang  lolosnya Indonesia ke semifinal kali ini pasti akan menyentuh rasa kebangsaan kita untuk bersatu padu mencintai dan membangun Indonesia. Dan lagi-lagi, di depan Tim Merah putih kita diingatkan hal itu. Subhanallah.

Kita tentu selalu ingin menang dan terus haus juara, meskipun kalah menang di dunia bola adalah hal biasa.

Jayalah NKRI, Allah meridoi.

Jika di tahun politik jelang pencoblosan di TPS April nanti, tulisan serupa ini dianggap secara pragmatis cuma cara-cara nendukung Jokowi, maklum namanya disebut. Saya fikir itu berlebihan. Apalagi jika pendapat demikian disertai anggapan, para pendukung capres nomor urut 01 Jokowi tidak memakai kalimat langit dalam pengentasan kemiskinan. Atau disebut, kalimat langit tidak menyentuh meja makan kita untuk peduli kemiskinan. Saya fikir itu dungu. Padahal para pendukung calon petahana Jokowi pun punya kritik dan marah. Justru, sebab dia yang pantas dan nampak berkemampuan. Tak ubahnya ketika Umar atau Ali jadi kholifah, para pihak yang mengamini juga punya kritik dan marah. Sebab apa? Sebab Umar dan Ali dianggap memiliki amanah dan kecakapan. Kalau sudah begini di mana daya kritis mereka?

Salam demokrasi Pancasila.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG