9 PUISI PENDEK DI ATAS TISU
Tulisan ini sesungguhnya sudah dimuat di cannadrama.blogspot.com pada 11 Oktober 2018 dengan judul Puisi Jumat Dan Sedekah Puisi. Mengingat saat itu adalah hari Jumat. Tetapi pada kesempatan ini saya munculkan kembali dengan judul yang lain. Tentu dengan sedikit revisi untuk menikmati momen terkini. Tetap dibuka dengan Puisi 12 yang diambil dari buku antologi puisi saya, JALAK (Jakarta Dalam Karung, JM-Bandung).
-----
PUISI 12
memutari pusar bayi
dari lahir sampai mati
Januari sampai Desembermu
prasasti pada batu
maka jangan gadaikan tanda lahir
pada kematian yang tak kembali
yang tak dikenali
jika semua telah sempurna
dalam namaNYA
tak perlu menuntut bergegas pergi
sibukmu menumpuk hantu
cukup ruku bumi sujud diri
Kemayoran, 12102018
#puisipendekindonesia
--------
Sebelum buku Sedekah Puisi diterbitkan oleh Penebar Media Pustaka Yogyakarta, 9 puisi ini telah disosialisasikan pula oleh editornya dari Lumbung Puisi ke media sosial dan beberapa situs puisi di internet, bersama puisi-puisi lainnya.
9 Puisi Pendek Di Atas Tisu
Karya: Gilang Teguh Pambudi
1. MEMBUKA RAMADAN
hujan jam sembilan
menyentuh touchscreen
aku menulis keajaiban Ramadan
2. KEPADA SEORANG ANAK
teringat sebuah puisi
yang kuberikan kepada seorang anak
suatu kali
tentang hujan menyentuh daun
membaca ayat-ayat suci
3. PUISI DI ATAS TISU
puisi di atas tisu
tipis rahasianya
sebab tak guna penyair
menyembunyikan makna
4. KUTULIS PUISI
pada tisu
kutulis puisi
lembut
dan wangi
5. BASAH LANGIT RAMADAN SAMPAI KE RAMBUTMU
coba selalu bayangkan ada di Ramadan
hari ke tiga
hujan
bacaan-bacaan langitpun basah
sampai ke rambutmu
6. BAGAIMANA SAMPAI RAMADAN
bagaimana Ramadan sampai hari ke tujuh
kalau tubuhmu tak menemui hujan
di situ?
7. RAMADAN YANG SELALU PUASA
sebab kamulah Ramadan yang selalu puasa
sampai hujan tak mengatakan, tidak!
8. RAMADAN ITU
basah siangnya
basah malamnya
tak berkesudahan
9. RAMBU MALAIKAT
malaikat memasang rambu Ramadan
"hati-hati dalam perjalanan"
aspal yang basah hujan
selalu cinta dan persetubuhan
nanti keringnya, melulu penantian
Kemayoran, Ramadan 1439H - 2018
------
Mengapa 9? Pertanyaan yang lazim. Karena angka sembilan bisa kita pinjam sebagai pernyataan atau proklamasi diri, bahwa kita ini cuma hamba Allah, mahluk penyembah, yang sejak semula hanya berposisi sebagai 'para pencari Allah'. Tapi kita sukacita dengan itu sebagai khas manusia. Pembawaan orang baik.
99 tentu asmaul husna. Kemuliaan Allah yang maha kuasa dan maha adil.
Mengapa di atas tisu? Sebab tisu itu pembersih dan tidak pernah kotor. Sebab yang dibuang selalu kotoran. Maka tidak akan pernah ada mahabintang manapun yang membersihkan bibir memakai tisu kotor bekas membersihan tai ayam. Itu sebabnya persepsi tisu selalu barang bersih di atas meja. Sedangkan semua yang sudah dibuang adalah kotoran. Maka di atas tisu itulah ada sajak saya.
Benar, manusia tempatnya luput dan dosa. Tetapi apakah kita menyuruh dan menyukai anak kita mengucapkan bismillah, dalam posisi kita sebagai najis? Tentu tidak demikian. Tentu dalam posisi sebagai bersih. Sebagai kebaikan. Perkara istigfar (pertobatan) hamba yang merasa tidak pernah bersih, itu adalah santapan harian kita.
Begitulah puisi di atas tisu. Tisu sendiri sangat tipis, sehingga seperti dalam satu puisi pendek di situ saya menyebut: puisi di atas tisu/ tipis rahasianya/ sebab tak guna penyair/ menyembunyikan makna.
Meskipun dari 9 puisi pendek saya itu sebagian menyebut langsung kata Ramadan, tetapi secara pesan nilai, sesungguhnya itu bacaan harian kita. Seperti sebuah analogi, penyair Cecep Syamsul Hari biasa menyebut bulan Juni, tetapi pesan moral dalam puisi itu untuk 12 bulan berjalan. Selain itu, sesungguhnya Ramadan adalah jalan tol harian kita. Disebut ataupun tidak.
Dan ada tiga puisi di situ yang tidak menyebut Ramadan secara langsung, baik pada judul maupun badan puisi, yaitu:
KEPADA SEORANG ANAK
teringat sebuah puisi
yang kuberikan kepada seorang anak
suatu kali
tentang hujan menyentuh daun
membaca ayat-ayat suci
---
PUISI DI ATAS TISU
puisi di atas tisu
tipis rahasianya
sebab tak guna penyair
menyembunyikan makna
---
KUTULIS PUISI
pada tisu
kutulis puisi
lembut
dan wangi
---
Untuk selanjutnya dalam momen Romadon 1440-H kali ini, melalui tulisan atau judul berikutnya, saya bermaksud mengajak merenung dengan melintasi wilayah kerja puisi-puisi tersebut. Sebagian atau seluruhnya.
Untuk itu kepada sidang pembaca yang rindu dan setia, saya tunggu di daerah perbatasan kerja puisi. Ya, terutama #PuisiPendekIndonesia.
Sekadar pengingat, sudah lama saya mendefinisikan puisi pendek Indonesia secara lebih jelas dan terbuka, seperti yang kemudian pernah saya tulis di blog dan media sosial dengan judul Haiku, Puisi Esai, Sonian, Haiku Indonesia, Puisi Pendek, Sampai Nalikan (22 Januari 2018) sbb:
"Saya yang vokal soal eksistensi puisi pendek Indonesia. Bukan pencipta puisi pendek Indonesia. Tidak pernah mengaku-ngaku sebagai pihak yang memulai penulisan puisi pendek di Indonesia. Karena sebelumnya sudah ada banyak penyair yang setidaknya memiliki puisi pendek atau puisi singkat itu. Disebut pendek karena lebih pendek dari puisi pada umumnya, disebut singkat karena sering memunculkan bentuk penggunaan kata-kata yang sangat irit. Meskipun definisinya kurang kuat karena tidak menyebutkan ukuran atau jumlah kata-katanya.
Tentang puisi pendek ini, selaku Narasumber Senibudaya khususnya acara Apresiasi Sastra di radio-radio, dan penyair, serta Ketua Yayasan Seni Cannadrama yang telah berkawan dengan banyak komunitas seni, saya berpendapat: puisi pendek Indonesia adalah puisi pendek berbahasa Indonesia (bukan puisi terjemahan dari karya asing) yang bisa dibaca cepat dalam intonasi yang normal, dalam setarik nafas. Di dalamnya termasuk puisi singkat yang hanya menggunakan 1-2-3 kata atau lebih.
Di Indonesia model puisi ini terinspirasi oleh karya-karya sastra Indonesia kuno yang pendek-pendek. Termasuk terinspirasi oleh semacam pantun tradisional, kata-kata mutiara, pribahasa daerah, dll. Meskipun sebagai puisi ia punya ciri-ciri puisi.
Puisi pendek juga bagian dari proses kreatif pencarian bentuk puisi modern di Indonesia. Terlebih-lebih ketika marak eksplorasi sastra yang serba pendek. Misalnya ada novel pendek, ada cerita yang lebih pendek dari cerita pendek umumnya bahkan berupa fiksi singkat, sampai ke puisi pendek dan puisi singkat itu.
Ketika haiku mulai dikenal di Indonesia, kita mesti jujur, haiku juga berpengaruh pada puisi pendek Indonesia. Baik secara langsung memunculkan haiku berbahasa Indonesia, sebagai bagian dari sastra Indonesia, maupun gaya menulis haiku yang bersenyawa dengan puisi pendek Indonesia.
Definisi puisi pendek yang saya sampaikan berkali-kali di setiap event sastra itu, bermula dari ketidakmungkinan kita membuat ukuran puisi pendek yang bentuknya sangat ekspresif itu seperti pada haiku. Bahkan bentuknya bisa memanjang ke bawah sampai lebih dari 15 baris. Atau menyamping selayaknya narasi biasa. Bisa juga sangat singkat, satu-dua kata, tiga-empat baris saja.
Tidak mungkin juga definisi puisi pendek cuma sebatas membandingkan suatu puisi yang lebih pendek dari puisi lain yang lebih panjang. Atau sekadar menyebut, tidak lebih dari satu halaman buku terbitan.
Kalaupun sejak jelang tahun 2000-an saya aktif menulis puisi pendek dan memotivasi pengriman 'sajak SMS' yang pendek-pendek saat siaran di radio, itu karena saya merasa cocok memulung khazanah sastra Indonesia yang satu ini. Meskipun sejak lama saya juga menulis puisi yang lain.
Bukan pula bermaksud menjadi tongkat komando atau presiden puisi pendek di Indonesia.
Bukan pula Puisi Pendek Indonesia itu cuma nama grup di facebook".
Kemayoran, 12 05 2019 (revisi)
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
Komentar
Posting Komentar