KATA-KATA BERLIAN YANG CEMERLANG

KEPADA SEORANG ANAK

teringat sebuah puisi
yang kuberikan kepada seorang anak
suatu kali
tentang hujan menyentuh daun
membaca ayat-ayat suci

Kemayoran, Ramadan 1439-H
------

Romadon adalah momen membangun kedekatan sosial dengan siapapun. Di tempat kerja dengan teman sekerja. Di masyarakat, terutama dengan orang sekampung, anak-anak yatim, fakir miskin dan kaum duafa. Di mesjid dengan seluruh jamaah mesjid. Di perjalanan dengan siapapun yang tak saling kenal. Dan di rumah tentu dengan seluruh anggota keluarga.

Jika relasi sosial itu selama bulan Romadon tambah dekat, hangat dan romantis, itu menunjukkan suasana yang penuh berkah. Suasana yang banyak mendatangkan kesadaran dan kesaksian akan kelapangan hidup berketuhanan.

Tidak perlu terjadi perselisihan sosial yang mengganggu ketenangan Romadon dan kekusyukan kita dalam beribadah. Seperti tak perlu memusuhi orang warung yang buka dari pagi, yang kebetulan ada jualan rotinya, misalnya. Sebab para penghuni rumah dan orang-orang dalam perjalanan juga membutuhkan warung itu. Terlebih-lebih anak-anak kecil dan orang sakit. Belum lagi mereka-mereka yang butuh membeli segala sesuatu yang tidak untuk dikonsumsi.

Untuk lingkungan rumah, hal yang paling membekas adalah ketika para orang tua, kita yang dewasa, mengawal perjalanan tahun anak-anak kita. Bayangkan, sungguh kasihan, membangkitkan iba, tapi lucu, tapi mendatangkan semangat kemanusiaan yang tinggi ketika umur SD anak-anak kita mulai belajar ikut puasa. Lalu seiring perjalanan waktu kita mulai menemani puasa mereka di usia SMP, lalu SMA. Subhanallah. Mereka tumbuh dalam rasa kemanusiaan yang terjaga sampai remaja, sampai menjadi generasi muda yang siap mengarungi tantangan hidup. Bahkan ikut andil bagian sebagai aktivis yang menyelesaikan tantangan bangsa dan negaranya. Tentu sambil mewujudkan diri menjadi generasi yang baik, generasi normal, generasi percontohan. Bukan sampah sosial.

Kesadaran akan hal ini mengingatkan saya pada sebuah puisi yang pernah saya sertakan dalam penerbitan buku antologi puisi bersama, Sedekah Puisi (Penebar Media Pustaka-Yogyakarta) setahun silam yang berjudul, Kepada Seorang Anak. Dalam puisi naratif itu saya sangat merasakan romantisme ketika menyerahkan sebuah puisi tentang adanya ayat-ayat Allah pada alam raya ini, juga pada hujan yang menyentuh daun. Lembut, dingin dan sejuk. Bahkan kalau mau dikritisi sampai pada badainya, semua sudah menjadi kalimat terbuka. Telanjang dalam hujan.

Sesungguhnya seperti itu pulalah kata-kata orang dewasa kepada anak-anak itu. Yang layak direnungi pada momen Romadon ini. Ketika malaikat sudi mencatatnya sebagai rangkaian kata-kata berlian yang cemerlang. Kata-kata yang terukur, mencerahkan, dan tidak berbohong. Tidak seperti tipu muslihat dari senior politik yang gelap mata kepada generasi mudanya. Yang sesungguhnya seperti suara geledek dari alam kegelapan.

Akhirnya saya sertakan pula puisi saya yang lain. Kali ini saya ambil dari buku antologi puisi JALAK (Jakarta Dalam Karung) yang diterbitkan oleh JM-Bandung. Yang dalam bentuk lain juga mengilustrasikan anak-anak yang sukaria itu, yang ingin kita antarkan, yang senang bergerombol-gerombol dengan teman sepermainan itu, untuk bersegera seperti kita yang menggenggam Monas dengan menatap eksistensi pribadi alif yang tegak terdepan, percontohan, menyatukan.

MANUSIA GANJIL DI MONAS

sementara anak-anak berlarian
menikmati lapangnya Monas
menyusuri teduhnya taman
merasa dalam keramaian manusia
tangan kananku menggenggam Monas
kuat dan erat
kukecup puncak kebangsaannya
Indonesia
bhineka tunggal ika
lalu menyaksikan alif yang tegak
manusia ganjil terdepan dan percontohan
satu yang menyatukan

Kemayoran, 05 12 2018
------

Kemayoran, 06 05 2019
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERLU GAK HARI AYAH? Catatan lalu.

TEU HONCEWANG

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG