MENAFSIR JAKARTA DI HARI PAHLAWAN

MENAFSIR JAKARTA DI HARI PAHLAWAN

Coba kau tafsir. Aku menulis bahwa sejak jauh sebelum detik-detik proklamasi kemerdekaan RI, selalu ditandai kumandang takbir dari manusia mayoritas di Indonesia, Ummat Islam. Padahal sekaligus maksud saya memberi kode, wajar kalau secara konstitusional Ummat Islam punya harapan besar untuk jadi presiden dll. Tidak perlu ribut-ribut. Ketika dibuat 'satus' di mefi sosial facebook dapat like dari saudara-saudara saya di Manado yang Kristen. Apa artinya? Selamat hari pahlawan.

Catatan kita di Jakarta hari ini. Bahkan kalaupun Ahok yang Kristen sampai terpilih kedua kalinya, itu lebih sebagai prestasi keberuntungan. Ada sebab di hari naiknya dulu. Karena dalam perjalanan sejarahnya akan sulit di Jakarta yang mayoritas muslim, gubernurnya non-muslim. Termasuk di era pasca-Ahok nanti. Kenapa ribut-ribut? Gak penting.

Bahwa ummat muslim tidak boleh dipimpin oleh orang kafir, itu hukum mutlak. Kebenaran firman. Hakekat hidup. Bagaimana mungkin keselamatan (Islam) dikomandoi ketidakselamatan (kafir/kekafiran)? Tapi mesti tepat, hati-hati dan cerdas mengawal kebenaran firman. Hati-hati juga menafsir kafir.

Bagi anak saya Lita & Kevin, 10 November berarti hari pernikahan papa-mamanya pada hari Jum'at di Bandung dulu. Mereka berdua anak JAMAN, Jawa - Manado.

Kemayoran, 10 11 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG