BAB SASTRA KORAN & PROKLAMASI SAYA

TARIAN SYAIR PENYAIR 

langit dan bumi persegi empat
penyair dalam rumahnya
tubuh singkong dalam tanah 
matanya garuda angkasa
ditepuk-tepuk kedua pahanya
berirama apa saja
bersaksi apa saja
mengabarkan apa saja
menyadarkan apa saja 
membangkitkan apa saja
telanjangnya bergerak hati
kadang tenang, sangat tenang
kadang riuh, liar dan terbakar
dari mulutnya kata-kata lepas
dari jemarinya kalimat-kalimat
menguasai seluruh alamat
beranjak ke atas kotak merah, 
kotak putih, kotak kuning, kotak hijau,
dan semuanya
suara-suara dari pahanya 
terus menuntut kekuatan 
melecut dirinya 
bahkan malaikat menambahi kerasnya
hingga cemeti langit halilintar 
telinganya tajam merekam
tragedi sawah ladang
runtuhnya kota-kota
bahkan kuburan yang hancur 
dan mesjid yang dicuri kiblatnya

Kemayoran, Jumat, 21 12 2018
Dari antologi TAGAR (Tarian Gapura, JM-Bandung) 
------

Sejak tahun 1988 (usia SMA) saya biasa menjajaki peluang karya saya dimuat koran. Baik cerpen maupun puisi. Baik di koran pop, istilah waktu itu, atau di koran serius.

Tapi biasanya, saya cukup menjajaki tiga kali. Jika sudah tiga kali ngirim cerpen atau puisi tidak dimuat, saya akan meninggalkannya. Bisa selama-lamanya. Bukan sikap putus asa. Tetapi mempersilahkan kebijakan redaksi bekerja dengan caranya. Semoga tetap baik-baik saja. Jadi, bukan bentuk kekecewaan yang berlebihan. Kecuali kalau saya tahu rahasia 'kecurangan' redaksi. Itu lain. 

Dari pengalaman itu ada satu-dua koran yang menolak karya saya meskipun sudah tiga kali ngirim. Biar saja. Tetapi ada juga yang baru ngirim di pertengahan minggu, langsung dimuat di akhir pekan. Ada juga yang setelah tertolak satu-dua kali, baru dimuat. Biasa saja. Normal. 

Sayang sekali, saya tidak produktif di koran. Sebab dari sejak SMA saya berkeyakinan, dimuat koran dan majalah memang kebanggaan luarbiasa. Prestasi istimewa. Apalagi di satu sekolah, di 35 kelas, hanya ada satu penulis koran. Bahkan se-Kabupaten, juga hanya punya satu-dua penulis koran usia SMA. Tetapi sukses penulis atau penyair tidak wajib di-baiat atau dilantik oleh koran. 

Saat itu saya malah ngimpinya, punya beberapa buku sastra, punya komunitas sastra (termasuk gambar, teater, dll), dan menjadi aktivis gerakan sastra Indonesia untuk pembangunan Indonesia dan dunia di segala bidang. Dan alhamdulillah, hari ini sudah tercapai semua, tetapi selalu masih kurang. Masih belum seberapa. Namanya juga 'libido muda'. 

Baru setelah saya kenal #radio, #JurnalismeRadio, menjadi #OrangRadioIndonesia, saya bikin proklamasi. Kurang lebih begini bunyinya: "Proklamasi! Dengan ini saya Gilang Teguh Pambudi yang punya nama KTP Prihana Teguh Pambudi dan punya panggilan bayi Upam, penyiar yang penyair, menyatakan cukup bangga punya beberapa karya di koran, tetapi wajib membawakan acara Apresiasi Sastra setiap minggu di radio-radio. Dan terus membina komunitas sastra serta menerbitkan buku sastra".

Lalu saya merenung, pantas saja sejak tahun 1990 sd tahun 2000, 10 tahun, saya cuma punya 3 cerpen di Surat Kabar Harian Merdeka, Jakarta. Itupun karena saya memang cuma tiga kali ngirim karya. Mungkin kalau empat kali ngirim, pun empat kali dimuat. Haha. 

Kemayoran, 12 06 2019
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG