DINDING PUISI 177

Anda dapat pesanan bikin puisi? Kalau hati suka mengapa mesti nolak? Misalnya anda diminta untuk membuatkan puisi untuk seseorang yang mau naik panggung, atau tiba-tiba utusan dari suatu intansi datang ke rumah anda, meminta anda untuk membuat dan membaca puisi dengan tema yang sangat khusus beberapa hari yang akan datang. Mengapa tidak?

Kita kan punya rahasia umum di dunia kepenyairan. Jika seorang penyair menerima tantangan untuk menulis puisi tertentu, pasti dia yakin pengalaman yang mengendap di jiwa sudah waktunya untuk ditumpahkan. Artinya, tidak ada penghianatan atas proses hamil dan melahirlan puisi yang sangat mendesak, kalau perlu melalui operasi caesar. Tidak lahir normal. Toh setiap bayi yang lahir selamat wajib diselamatkan. 

Beberapa hari lalu sayapun dapat pemberitahuan dari suatu kepanitiaan untuk melibatkan beberapa puisi saya dalam sebuah antologi puisi bersama dengan tema, perkawinan anak bukan pilihan. Spontan untuk menjawab ya atau tidak, saya langsung menyelami wilayah kesiapan pengalaman saya yang universal untuk lahir dalam wujud puisi, seputar pernikahan anak. Nyatanya saya jawab, "siap!".

Setelah itu segera bermunculan data-data jalan hidup saya yang khas. Misalnya pernah saktif di BKKBN, di SAKA KENCANA, satuan karya (PRAMUKA) keluarga berencana. Pernah ikut lomba karya tulis ilmiah Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera tingkat SMA, meskipun cuma masuk 10 besar se Jawa Barat. Serta pernah ikut lomba pidato pembangunan seputar keluarga berencana, waktu saya jadi Ketua Karang Taruna Kelurahan, meskipun cuma juara 3. Juga pernah membawakan acara di #radio bersama Tim BKKBN. Dll. Pengalaman-pengalaman ini ikut menguatkan kesiapan saya itu. 

Yang seru saat itu setiap saya mendapati perdebatan di berbagai forum, buku, majalah, dan buletin tentang dua hal. Pertama, pernikahan Siti Aisyah. Kedua, isu Kristenisasi di balik program KB. Untungnya, saya bisa menjawabnya. 

Lalu muncul tiga pencerahan besar. Pertama, runduk padi yang kuning bernas menyelamatkan masa lalu hijau luasnya yang indah. Kedua, menemui kota yang lusuh dan rapuh, mengadu kepada bening air kali di masa lalu. Mengingatkan kita pada MENIKAH YANG MENIKAM. Lalu ketiga, saya teringat orang-orang pulang yang bilang, "Jangan beli masa laluku, saat itu aku tidak di alamatmu, anak-anak riang gembira yang laju maju". 

Saya cuma mau bilang, ada waktunya kita bilang ya, ada saatnya kita bersikap tidak, atas model pesanan atau ajakan menulis puisi yang tiba-tiba. Menjawab tidak pun bukan berarti kita bukan penulis yang baik. Sebab beberapa ajakan untuk terlibat dalam antologi puisi bersama pun pernah 'tidak saya ikuti'. Tetap dalam cinta. 

Kemayoran, 14062020 
GilangTeguhPambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG