DINDING PUISI 209
Setuju! Kenapa tidak? Orang yang teriak di barisan depan petani biasanya disebut pejuang para petani. Kalau teriaknya di depan para buruh biasanya disebut pejuang buruh. Dst. Kalau penyair teriak di barisan depan para siapa?
Penyair hidup dengan tema-tema. Dari satu-satu tema yang selalu multi interpretasi. Ia bisa tiba-tiba bersyair tentang nelayan, orang miskin, korban bencana, yatim, dll. Sikap tiba-tibanya itu menjadi kalimat yang berumur panjang ketika karyanya dipublikasikan, didokumentasikan, serta dikenal masyarakat luas.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa eksistensi penyair tidak selalu harus grudak-gruduk di jalan dalam gelombang demo yang meneriakkan suatu hal. Sebab dalam keseharian proses kreatifnya sudah pasti membawa misi besar kemanusiaan. Politik kemanusiaan. Yang kental dalil agamanya sekalipun.
Dalam dialog dengan beberapa penyair di acara Apresiasi Sastra #Radio 1998, saya bisa menyimpulkan kalimat mereka, "Puisi-puisi para penyair sudah jauh-jauh hari menuntut reformasi sebelum momen reformasi 1998 meledak". Itu karena tema-tema perubahan adalah inspirasi gerakan masyarakat maju. Sehingga puisi tidak perlu dituding dan ditakuti bakal menggerakkan penonton mengamuk setelah nonton panggung baca puisi. Sebab pendewasaan dan intelektualitas adalah bentuk kebangkitan kesadaran atas segala kesaksian. Bukan sikap temperamental dan emosionslitas sesaat.
Sekelompok penyair dan komunitasnya, tidak perlu mengepung gedung DPRD atau kantor bupati dengan batu dan kayu. Apalagi senjata tajam. Sebab mereka cukup mengepung dengan senjata kata-kata di panggung, di atas kertas, on line, dan melalui suara-suara yang abadi umurnya. Tak lekang oleh waktu. Sebab gerakannya selalu peradaban. Juga tidak perlu sok jago dengan miras-narkoba atau bikin sensasi untuk menjadi figur paling preman populer untuk menguasai.
Saya tiba-tiba justru teringat arak-arakan 17-an. Untuk aktualisasi pemeranan, penyair akan dikenal dengan wajah dan penampilan seperti apa? Dia kalah dari khas penampilan petani yang sangat dikenali. Mungkin seperti supir truk dan tukang ojek pengkolan yang wajah dan penampilannya tidak mudah dikenali karena tidak punya seragam khusus, kecuali profesinya terbaca saat nyupir dan mengendarai motor? Apa bisa sejelas penampilan tentara pejuang, suster, dokter, jawara silat, PNS, pelajar, petani memanggul padi, olahragawan, hansip, kyai, masyarakat bersepeda ontel, atau siapa-siapa dalam pawai rakyat itu? Nampaknya, penyair sudah selesai menjadi siapa saja di situ. Meskipun tidak mustahil akan muncul di tengah pawai, sekelompok orang yang membawa spanduk bertuliskan semisal, KOMPAS (Komunitas Pencinta Sastra).
Kemayoran, 11 08 2020
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama@gmail.com
Cannadrama.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar