DINDING PUISI 223

DINDING PUISI 223

Pada awalnya saya baca bukunya penyair seksi Mustofa Bisri. Di belakang kumpulan puisinya itu ada puisi-puisi tamu. Langsung saya bilang, "Ini yang di belakang namanya antologi dalam antologi!"

Sebelum itu kita tentu pernah menemukan buku puisi berisi dua atau tiga kumpulan puisi. Baik terbitan baru atau menyatukan buku-buku yang pernah terbit sebelumnya. Entahlah. Apakah dengan alasan dianggap terlalu tipis waktu mau terbit ulang, atau karena bersengaja menyatukan kumpulan-kumpulan itu? 

Saya sendiri pernah menerbitkan buku dengan dua kelompok penulis berbeda. Dari halaman-halaman pertama berisi para penulis remaja, tetapi di halaman-halaman akhir berisi penulis senior, para pembina komunitas sastra. 

Ya. Antologi di dalam antologi atau beberapa antologi disatukan dalam satu buku memang tidak haram. Bagian dari proses kreatif. Setidaknya ini bisa memancing gairah baru untuk membuat buku serupa atau melanjutkan dengan gagasan-gagasan baru. 

Bahkan saya katakan, kalau dalam satu buku antologi puisi bersama memuat lebih dari 7 puisi tiap penyair, itu sudah berupa bendelan, buku yang mengumpulkan antologi-antologi puisi dari banyak penyair. Kalau ada 50 penyair di dalamnya, sesungguhnya telah terbit 50 antologi dalam satu buku, dalam sekali terbit. 

Tahun lalu ketika menerbitkan buku Dinding Puisi, serbaserbi dunia puisi itu, sempat terfikir oleh saya, "ini seperti akal-akalan yang bagus". Sebab di catatan ke 89, saya membahas sekilas dan memuat 36 puisi-puisi bertema bola. Yang pada awalnya akan diterbitkan jadi buku terpisah. Tapi kali itu saya putuskan, masuk dalam buku Dinding Puisi saja. Itu namanya di dalam sebuah buku ada antologi puisinya. 

Mengapa tidak?

Berikut ini satu dari 36 puisi bola itu:

SATU INDONESIA

satu bola
satu nusa
satu bangsa
satu bahasa

Kemayoran, 07 08 2020
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama@gmail.com
Cannadrama.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG