DINDlNG PUISI 236

DINDING PUISI 236

"Judulnya gak akan diubah, Bang?", pertanyaan dari penerbit. "Jangan, itu sudah pas, biar sisi khususnya agak tebal, biar dibaca praktisi dan mahasiswa komunikasi, jurnalistik, dan keradioan", jawab saya. Ini satu contoh saja dari berjuta komunikasi efektif penulis/editor dengan pihak penerbit. Contoh kalimat lain ketika saya yang kontek duluan untuk buku lain, "Judul-judul di tiap halamannya pake kapital tegak aja ya. Trus gimana kalau di halaman belakang pake foto penulis dan istrinya? Bukunya kan nyambung. Beberapa penulis dunia begitu. Oke kan?". 

Dalam dunia penerbitan buku sastra selain sejak awal pihak penerbit bisa menunjukkan otoritasnya, ada juga penerbit yang memberi keleluasaan kepada penulis/editor. Terutama untuk hal-hal yang menunjukkan daya ekspresi dari sebuah proses kreatif. Bukan dari sisi formalitas prosedur penerbitan buku. 

Kalau suatu ketika anda merasa kebebasannya dalam banyak hal terampas oleh penerbit tertentu, halal untuk melirik penerbit lain untuk buku berikutnya. Tapi kalau anda sangat nyaman dengan otoritas yang ditawarkan penerbit, tentu asyik-asyik aja. 

Terlepas dari itu, kata kunci dari penerbitan sebuah buku adalah, seperti apa konten dan gaya penulisannya. Konten tentu saja menyangkut liku-liku yang terhidang seputar tema. Gaya penyajian adalah seluruh daya pikat yang diatawarkan. Termasuk terutama ditujukan kepada pembaca model apa tulisan itu?

Pembaca utama adalah sasaran tembak pertama sebelum buku itu merambah dan melebar ke para pembaca yang banyak, multi, sampai kepada pembaca yang tak disangka-sangka. Ini saya misalkan ketika saya nenulis buku Orang Radio. Anda tentu mafhum ditujukan kepada siapa buku tips sukses yang disertai puisi empiris di setiap halamannya ini? Meskipun demikian apakah masyarakat banyak diharamkan untuk membacanya? Apa paling jauh hanya untuk seluruh mahasiswa yang berhubungan, calon orang radio, praktisi, pendengar radio, dan organisasi keradioan saja? 

Sasaran utama atau segmentasi itu bisa berdasar strata pendidikan, kelas ekonomi, wilayah jangkauan, bahasa yang digunakan, komunitas tertentu, profesi tertentu, dll. Seperti pernah saya ceritakan di catatan Dinding Puisi sebelumnya, anda bisa mengalami seperti saya, diminta bantuan untuk membuat puisi yang akan dibaca oleh siswa SD, atau diminta tampil di suatu panggung membacakan puisi terbaru, tema tertentu, depan para penonton undangan yang sudah diberitahukan, untuk durasi yang telah ditetapkan, dst. 

Pertanyaan lain, bagaimana dengan buku sastra yang tidak peduli pada sasaran utama itu? Karena sejak mula memang ditulis untuk dibaca siapa saja. Tentu itu sah. Meskipun secara tidak langsung kita selalu biasa meraba-raba, suatu buku akan berkecenderungan menjadi selera siapa? 

Tetapi jika dikaitkan dengan sukses literasi di tengah kehidupan masyarakat, kita akan menemukan kelompok masyarakat pembaca langsung, dan kelompok masyarakat pendengar penjelasan dari para pembaca. Itu sebabnya ilmu agama dan pendekatan filsafat yang tinggi sekalipun bisa cair, bisa sampai ke seluruh lapisan masyarakat karena proses alamiah yang harus dipelihara ini. Kalau di dunia #radio, ada pendengar aktif, pendengar pasif, dan pendengar penjelasan dari para pendengar. Itu literasi radio. 

Kemayoran, 18 09 2020
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama@gmail.com
Cannadrama.blogspot.com 

*) Catatan Dinding Puisi ini setelah melalui revisi seperlunya akan diterbitkan menjadi buku Dinding Puisi II, dan Dinding Puisi III.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG