MEMBACA KUNJUNGAN BUDAYA OBAMA

Apapun agenda Obama ke Indonesia, yang jelas fokus kita soal budaya sangat penting.

Barack Hussein Obama, presiden Amerika Serikat ke-44 wisata ke Bali, ke Borobudur lalu ke Bogor? Apa kesan pertama yang muncul ketika berita itu santer diketahui bangsa Indonesia?

Sepintas kita cuma bilang, itu wajar, sebab Bali dan Borobudur adalah obyek wisata sekaligus aset dunia yang populer. Sebelumnya pun Raja Arab mengamini popularitas Bali dengan wisata ke sana.

Tetapi kalau cuma soal popularitas, kita seperti menyamakan figur sekelas Obama yang pulang kampung ke Indonesia itu dengan tokoh dan selebriti dunia yang cuma tertarik oleh popularilitas tempat yang dikunjunginya. Terkesan tidak ada nilai Plus, yang justru yang lebih utama di luar itu.

Maka saya mencoba menuliskan kesan pertama saya itu.

Saya melilihat kunjungan Obama sebagai sikap ingin lebih dekat dengan Indonesia. Lebih dekat sebagai orang asal Indonesia yang akan merasa bersalah kalau tidak dekat. Karena rasa pribadi yang penuh kenangan tidak akan tertutup oleh sekadar kunjungan formal waktu masih presiden. Itu terlalu formal. Terlalu membawa nama, Amerika Serikat.

Selain itu Obama juga ingin lebih dekat sebagai orang yang masih punya pengaruh internasional menandai kesan positif tentang Indonesia. Ditandai dengan berada di titik destinasi yang representatif.

Dengan Bali dan Borobudur, Obama nampak sedang berkomunikasi soal pluralisme Indonesia yang berhasil. Tentu wacananya humanisme-universal. Bukan sentimen kepentingan kelompok, bahkan bukan cuma untuk Amerika. Meskipun dengan terpatrinya nama Amerika Serikat di pundaknya otomatis dia akan membawa nama itu. Bahkan seorang turis biasa asal negri Paman Sam itu pun bangga membawa citra dan sikap Amerika. Setidaknya itu selalu terbaca oleh kita.

Persamaannya, ketika kita berwisata ke Cina pun, kita bangga disebut orang Indonesia ke Cina. Teman-teman penyair saya yang ke Cina, Jepang atau Perancis pun menunjukkan sikap itu. Bangga sebagai merah putih di sana.

Kalau soal pluralisme di Indonesia, Obama tentu tidak terlalu ingin mengingatkan. Lebih nyaman, menandai dengan tegas fakta-fakta yang memang semestinya terpelihara begitu.

Hindu dan Budha di Indonesia memang minoritas. Maka di atas kertas, ketika berkunjung ke Indonesia mustahil dia menolak bersilaturahmi  dengan yang mayoritas. Muslim. Justru kunci itu sudah dia pegang. Otomatis. Kalau dikalimatkan, "Obama memang sedang berkunjung ke sebuah negri yang Islamnya mayoritas'. Apalagi presiden Jokowi (yang juga muslim) menyambutnya dengan sukacita. Lalu ia tinggal mengakui yang minoritas. Itu sikap politik budaya. Kalau gak begitu gak cerdas kesannya. Apalagi Bali dan Borobudur sangat layak menerima kunjungannya, karena merupakan kebanggan Indonesia dan dunia.

Obama mengakui, Indonesia adalah bagian dari dirinya. Dan khusus soal Islam, selain mengakui eksistensinya yang mayoritas, ia juga menyebut Islam Indonesia sangat khas dan memiliki keunggulan-keunggulan.

Ketika tafsir budaya di Indonesia sudah sedemikian terbuka, meskipun harus terus terbina dalam semangat persatuan-kesatuan dan kegotong-royongan, kehadiran Obama bisa disebut juga sebagai enerji pembuka juga soal itu.

Ini menunjukkan posisi penting Indonesia di dunia. Di mulai dari posisi sentralnya di Asia Tenggara dan Asia Besar. Ditambah lagi posisi Indonesia yang strategis dan sangat berpengaruh di antara 'negara-negara Islam' di dunia.

Perkara disebut-sebut masyarakat Amerika lebih kenal Bali daripada Indonesia, itu bisa diambil positifnya. Apa bedanya dengan orang-orang Indonesia yang tidak terlalu kenal Sumatera Barat, lalu ketika kita sebut yang ada rumah gadangnya, ternyata pihak yang mendapat penjelasan itu mengangguk-angguk, langsung mafhum. Berarti, sangat kebetulan rumah gadangnya memiliki popularitas lebih tinggi.

Apalagi sesuai garis konstitusi NKRI, bahkan ditambahi kisah Sabda Palon, kepemimpinan nasional sejak Bung Karno hingga Jokowi adalah juga kepemimpinan representasi Hindu itu. Maka Hindu Bali bangga dengan keindonesiaannya. Tidak cuma kaum Muslim yang bangga.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.Com


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERLU GAK HARI AYAH? Catatan lalu.

TEU HONCEWANG

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG