28. ORANG RADIO INDONESIA 0271-0280

0271
ANTARA KOMENTATOR BOLA DAN PENULIS

Apa hubungannya? Kali ini ada.

Jika para pemain bola senior gantung sepatu, banyak pilihan. Jadi pelatih, cukup jadi tokoh bola yang punya sejarah dan dihargai, atau milih jadi komentator bola di TV.

Kalau Penyiar atau manajer Radio pensiun, ngapain? Kalau buat saya, selagi masih muda dan bisa lompat-lompat radio, itu yang akan dilakukan. Pertanyaannya, jika merasa sudah sampai di radio terakhir? Tentu berhenti, jadi orang rumah, atau bekerja di lahan baru yang beda sama sekali. Kenapa dengan argumentasi yang terakhir? Banyak alasan, salahsatunya tidak mau lompat-lompat lagi. Ngumpul bareng keluarga.

Tetapi itu kan soal duit. Bagaimana dengan urusan keradioan? Seperti komentator bola yang masih peduli bola? Tentu, orang radio bisa jadi instruktur, bikin diklat siaran, sekali-kai ngemsi (off air), nulis buku tentang siaran dan jurnalistik radio. Atau nulis di koran. Atau minimal rutin nulis di situs atau blog yang dibuatnya. Itu namanya tetap unggul di radio sampai mati.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com

#PRSSNI
#KPI
#RRI
#RSPD / #RadioKomunitas
#NonPRSSI
------

0272
RADIO BAHAYA

Yang namanya pasar  persepsi orang gak selalu lurus. Ada yang berfikir, daripada toko atau warung bangkrut, kalo perlu jualan miras atau apapun yang laku dan lumayan duitnya. Barang haram pun disebut sumber rejeki. Boro-boro idealis, pasar itu membangun karakter dan kesejahteraan manusia.

Radio pun begitu. Tidak jarang direkturnya atau manajernya berfikir, kalo sepi iklan begini, jangan mikirin konten berkualitas. Itu omong kosong. Yang penting laku. TV juga begitu. Yang penting duit. Semua belajar dari pengalaman yang sudah bangkrut.

Apa bagaimana menurut anda? Berfikir untuk menjual 'kerusakan' disebut hasil belajar?

Radio harus menghindari ini agar tidak berbahaya. Dengan dalih mengikuti selera masyarakat kadang-kadang Radio bisa menjadi sumber penyakit masyarakat. Saya jadi 'dendam profesional'. Karena pernah diberhentikan kerja radio, sebelum lompat ke radio lain, dengan alasan suka siaran membahas poligami dan membahas seks pasutri. Konon ada LSM yang protes ke KPI. KPI mana? KPI iblis? Konon ibu-ibu gak suka tema poligami. Dan kalo bicara hubungan pasutri harus pake dokter. Sangat bodoh. Dungu. Kan tergantung pembahasannya. Kalo cuma bicara bagaimana keluarga harmonis, penulis karya ilmiah tingkat SMA aja bisa. Apalagi ini cuma sisipan reques lagu dan dalam format obrolan, bahkan humor santai. Benar-benar kekejian profesional. Apalagi saya pernah juara pidato NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera). Apalagi keputusan itu dibuat oleh seorang direktur yang juga ketua PRSSNI Jawa Barat. Apa dia tidak bisa berfikir mana Radio berbahaya dan mana Radio yang bermanfaat? Lalu bagaimana juga dengan janji profesionalnya ketika itu, saya harus meninggalkan Radio lama kalau mau gabung dengan radio dia? Ini contoh kasus.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com

#PRSSNI
#KPI
------

0273
RADIO BAHAYA II

Tentu penggunaan ranah publik berupa frekuensi radio harus dipertanggungjawabkan kepada Allah dan masyarakat (negara). Analoginya, kita tidak boleh melakukan pencemaran udara dan air, apalagi dengan sengaja untuk keuntungan sepihak, apapun bentuknya, yang mengakibatkan masyarakat menghirup racun dan sakit.

Di radio, pencemaran atau kerusakan itu bisa berupa siaran kata yang menggiring masyarakat pada suatu kondisi yang berbahaya. Termasuk melalukan siaran provokatif, merusak keharmonisan sosial, menimbulkan anarkisme, menghalalkan yang haram, melanggar aturan hukum, dst.

Dulu kita mengenal sosialisasi, hati-hati propaganda model PKI melalui surat kabar dan radio. Meskipun PKI (dengan kabar pemberontakannya yang khusus) tidak harus sama persis dengan komunisme yang masih ada di luar sana, tetapi bagi Indonesia, komunisme itu adalah pengaruh asing. Berbeda dengan agama, yang intinya adalah peristiwa keyakinan melalui peristiwa pencarian Allah oleh masyarakat yang kemudian menemukan sebutannya. Islam, misalnya. Jadi secara hakekat perikemanusiaan, berdosalah yang menyebut Islam itu impor. Itu bukan soal pilihan selera, tetapi inti hidup universal.

Akhirnya saya teringat lagi program yayasan seni saya Cannadrama, bersama komunitas-komunitas lain yang di suatu HARKITNAS meneriakkan sampai berbulan-bulan di acara mingguan Wisata Sastra, "bangkit itu anti".  Anti segala yang salah dan bahaya. Maka Radio mana yang berfikir terbalik?

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
------

0274
QURBAN ALA RADIO

Sebenarnya tidak ada yang beda penyelenggaraan berqurban sapi atau kambing di radio. Cuma tetap ada yang khas. Pertama, takbirannya melalui corong radio, tidak pakai speaker mesjid. Jarak jangkau takbirannya minimal bisa sampai ke 3-4 Kabupaten. Maklum kita pernah bicarakan titik siar Radio tidak bisa dibuat pas di tengah-tengah kabupaten dengan daya jangkau satu kabupaten saja. Ini resiko. Tetapi meskipun begitu, jarak siar ke kabupaten lain hanya bisa terdengar di sebagian daerah saja.

Kedua, setelah proses pemotongan dan pembagian hewan qurban, biasanya cerita panitia (yang sebagian crew Radio) secara on air akan bernilai syiar. Bagian dari kehidmatan dan kemeriahan idul adha.

Ada kepuasan tersendiri buat direktur Radio dan segenap crew setelah seremonial keagamaan setahun sekali itu usai. Terlebih-lebih setelah daging-daging itu terdistribusikan dengan baik kepada masyarakat, terutama di lingkungan alamat radio berada.

Bahkan mungkin seorang OB Radio pun akan selalu rindu, tahun depan ketemu dengan suara dan kotoran kambing di halaman Radio. Halaman yang biasanya dipakai acara-acara hiburan dan promosi itu.

Salam Profesional!
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
-------

0275
RADIO MASYARAKAT

Ketika saya mengadakan even atau menjadi MC panggung Radio, berdiri di depan puluhan ribu penonton adalah hal biasa. Terasa sekali bahwa Radio memang bisa punya magnet seperti itu. Apalagi jika bisa kerjasama dengan sponsor yang kuat dan mendatangkan artis yang disukai masyarakat.

Tapi oke. Sekali ini lupakan itu. Ini soal romantisme yang hangat dan kuat. Jumlah orangnya juga mencapai puluhan ribu, tapi mereka tinggal di rumah masing-masing.

Pada kelompok ini, sangat banyak masyarakat yang suka musik pop Indonesia dan dangdut, tapi mereka tidak suka mendatangi panggung dangdut. Bisa karena gak biasa, bisa karena sibuk. Itulah.

Maka saya sangat merasa senang seperti yang dialami oleh semua Orang Radio Indonesia, ketika ada seorang ibu rumah tangga datang bersama keluarganya ke radio cuma ingin ngobrol dengan Penyiar pujaannya. Begitupun mereka sangat senang kalau suatu ketika rumahnya dikunjungi seorang penyiar.

Salam Profesional!
Gilang Teguh Pambudi
------

0276
LAGI, ORANG RADIO INDONESIA

Saya termasuk orang yang bangga dengan identitas Orang Radio Indonesia. Totalitas yang baik. Meskipun hegemoni organisasi radio, bahkan politik hukum Indonesia masih menekan, orang radio sejati itu justru pemilik radionya. Direktur/penanggungjawabnya. Tidak seperti dalam profesi guru, misalnya, guru dengan gelar pahlawan tanpa tanda jasa-nya, secara pribadi-pribadi dihargai tinggi.

Ini mengiris hati. Menyiksa manusia Indonesia. Kata istilah dalam stand up comedy yang lagi populer, ini keresahan.

Untuk itu saya bangga sebagai Orang Radio Indonesia. Turut teriak, turut berjuang menunjukkan ada suasana yang sangat buruk. Meskipun saya pernah atau suka menulis di koran, saya tidak perlu teriak manusia koran. Lebih perlu merasa Orang Radio Indonesia.

Bahkan ketika dulu ada stasiun TV lokal mulai dirintis, beberapa teman penyiar bergabung ke sana. Istri pun sempat mengingatkan. Saya jawab, "Saya masih suka dengan sebutan Orang Radio Indonesia". Meskipun beberapa waktu kemudian TV itu mengundang juga, tetapi untuk jadi Juri Audisi Bintang selama beberapa Minggu.

Salam Profesional!
Gilang Teguh Pambudi

------
0277
RADIO SEPERTI BOLA

Kalau sepakbola memainkan bola. Radio memainkan gelombang suara. Yang memainkannya, para manusia, pemain bola dan Orang Radio Indonesia.

Di luar konsep hobi dan olahraga masyarakat, bola adalah dunia profesi. Di wilayah profesi ini, sama dengan semua profesi. Termasuk profesi Orang Radio Indonesia. Ciri-cirinya, jika seorang pemain bola sudah tergabung dalam satu atau beberapa tim sepakbola yang punya program pertandingan reguler sepanjang tahun dan setiap tahun, maka ia telah masuk dalam dunia bola profesional.

Begitupun Orang Radio. Jika ia telah masuk (eksis) di satu atau beberapa radio yang profesional, maka ia telah sah menjadi Orang Radio Indonesia.

Salam Profesional!
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com

#PSSI
#GNPSIndonesia
#PRSSNI
#KPI

-----
0278
DIANGGAP TERJEBAK

Selama saya di dalam organisasi PRSSNI, di sana wacana Radio non-PRSSNI sempat dipandang sebagai pihak-pihak yang kurang profesional di satu sisi, dan  dicurigai terlalu berbisnis di sisi lain ketika klasifikasinya sebagai Radio komunitas atau Radio Pemerintah.

Beruntung saya malah kecemplung juga di semua jenis Radio. Tanpa merasa keluar dari PRSSNI. Meskipun tidak sempat siaran di RRI, saya pernah mengenyam pengayaan dasar-dasar siaran di RRI Bandung, dari Idrus (yang juga pembaca berita TVRI) dkk. Di radio pemerintah daerah (Siaran Kabupaten), saya pernah bergabung 4 tahun di Rskp Purwakarta, atau Pro-89FM. Sedangkan di swasta non-PRSSNI, saya pernah siaran di radio berita Lemozin FM dan Graha FM.

Bagi pihak PRSSNI yang saya kenal, orang yang pernah aktif di radio PRSSNI seperti saya lalu bergabung (bekerja) di radio swasta non-PRSSNI seperti berkhianat saja.

Tetapi dari kacamata Orang Radio Indonesia, pengalaman saya adalah bagian dari kebebasan ekspresi anak negri melalui gelombang radio apapun. Gelombang radio yang dilindungi undang-undang.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.Com
-------

0279
RADIO GLEDUG CES

Kalau Anda yang baca tulisan bagian ini bukan orang Sunda tentu agak sulit memahami istilah Radio Gledug Ces. Ini istilah yang menggambarkan sebuah radio yang umur pendek. Muncul, sempat heboh, lalu hilang.

Apakah Anda menganggap remeh Radio model ini? Kalau ya, semoga saya dan #Menkominfo yang tidak menganggap remeh.

Begini singkatnya. Sebuah radio tertentu di sebuah kota, apalagi itu Radio komunitas, bisa saja tiba-tiba muncul. Acara on air dan off air-nya disukai dan terus marak selama satu dua tahun. Memasuki tahun ketiga mulai surut. Tahun kelima mati. Ada juga yang sampai berumur 10 tahun, bahkan lebih.

Tahukah Anda prinsip kepalang? Bahkan Rosul pun pegang. Kata orang Sunda, jadi semisal 'jampe pamake' (doa/cara menghidupkan hidup). Kepalang beliau datang, selamatkan seluruh manusia sekalian. Nah, ketika sebuah frekuensi kepalang datang, kepalang apa yang mesti dipegang. Sedangkan rentang 2-10 tahun bagi Radio yang muncul ditengah publik, itu bisa membangun, atau justru merusak karakter manusia. Apakah kita setuju saja dengan gelar, GENERASI KEPALANG RUSAK KARENA PENGARUH RADIO (MEDIA MASSA) TERTENTU?

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
-------

0280
RADIO KEPALANG

Ini kebalikan dari tulisan pada poin sebelum ini, Radio Gledug Ces. Istilahnya, Radio Kepalang. Prinsipnya, kepalang dapat jatah frekuensi siaran dari Allah, kepalang disyukuri. Nanti ujung-ujungnya melalui ranah publik, menjadi kepalang nyenengin, kepalang bermanfaat, kepalang dicintai.

Maka daripada Anda bikin Radio Gledug Ces FM, saya kasih saran bikin saja Radio Kepalang FM. Maksudnya, biarpun radio yang kepalang siaran itu bisa bernasib gledug ces, tetapi dalam perspektif baik dan normal, ia kepalang bermanfaat dan berpengaruh. Berapa lama pun umurnya.

Ini yang selalu membuat Orang Radio Indonesia merasa bangga dengan profesinya, dan merasa berarti bagi hidup. Ingin dihargai sebagai bentuk kehadiran yang tidak remeh.

Kalau eksistensialisme biasanya dikaitkan dengan kehadiran, kemenonjolan, popularitas dan prestasi. Maka setidaknya secara profesi, eksistensialisme itu milik Orang Radio Indonesia, yang bisa dinikmati oleh pribadi-pribadi.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
-------------

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG