JUMATNYA PUISI INTERNASIONAL

INDONESIA 

bulat bola dunia 

-----
SELALU CERITA

hangat gurun 
anak-anak cinta 
dan Muhammad

-----
PAGI

lalu 
siapa
Isa-mu?

-----
TUBUH SEDUNIA

tulang baik
aku sekali

------
DAUN BESI

kegaduhan di kamar daun
merindingkan kuncup hijau padaku
menjadi tumbuh yang risau
meletup kata-kata matahari

Kemayoran, 2011-2017
#puisipendekindonesia

------
Baguslah kalau di akun sosial Facebook, Jum'at, 15122017 saya sempat nulis status yang menginspirasi kerukunan hidup internasional di muka bumi Allah. Begini tulisannya:

"ORANG LOKAL KOK DUNIA

Walaupun kita yang ada di kota-kota atau di kabupaten-kabupaten se Indonesia disebut penyair Indonesia atau Penyair Nasional, tetap saja kita ini penyair lokal Indonesia. Sama dengan penyair Inggris, Jerman, Itali, Perancis dll. Kalau disebut nama negaranya, mereka juga para penyair lokal juga. Kecuali jika diluaskan posisi strategisnya, dilihat dari manfaat puisinya untuk dunia, meskipun tanpa melepas bahasa nasionalnya, ---sebab penyair internasional itu tidak wajib berkarya dalam  bahasa Inggris (kalau itu namanya, bacaan masyarakat internasional berbahasa Inggris)---, maka kita ini penyair dunia. Karena itu biasanya ada duta budaya dunia dari tiap negara, bisa resmi dibina dan ditugasi negara, bisa swasta. Tugas pokoknya menjadikan aset yang ada di tingkat nasional itu bermanfaat untuk dunia".

Maka saya selalu mengucapkan salut dan selamat kepada para penyair yang berangkat ke luar negri, baik atas dukungan pemerintah maupun swasta, untuk bersinerji dengan komunitas sastra dunia. Itu bagus. Prestasi khusus. Meskipun tidak harus bikin silau.

Seperti halnya yang sudah sering saya bahas. Bahkan ketika ada duta seni yang itu lagi-itu lagi, yang diberangkatkan ke mancanegara, dengan dalih misi budaya, walaupun agendanya cuma tampil lalu selesai. Lumayan bisa buat nutup kesan, Indonesia sudah kerja internasional. Sudah promosi. Mumpung ada anggarannya. Padahal, masih jauh dari kesemestiannya. Tetapi toh saya salut kepada duta yang berangkat itu. Selain karena standar minimalnya yang memang memiliki kualifikasi khusus, untuk punya kesempatan tampil di negri orang itu tidak mudah. Selamat, selamat, selamat, begitu kata saya terus menerus. Tapi gak perlu kan bikin silau?

Yang kita butuhkan, kita yang nasionalis relijius ini bisa ber-Jum'at dengan masyarakat dunia. Berbagi kebaikan melalui senibudaya. Mengajak hidup berjamaah dalam perlambang 40 kebaikan dari kubu-kubu yang berbeda. Penjuru-penjuru bumi.

Kita butuh duta seni yang aktif di dalam negri untuk misi ke luar negri, atau yang aktif di kedutaan kita di luar negri untuk mengatrol potensi dalam negri agar dikenal dunia. Gak usah terlalu jauh menyebut, untuk melakukan ekspansi budaya. Itu ruang silaturahmi internasional.

Misalnya dalam hal kepenyairan. Duta seni tentu bisa punya nama-nama penyair dalam negri yang potensial, baik penyair lama maupun penyair baru. Nama-nama penyair ini minimal bisa diperkenalkan karya-karyanya oleh Duta Seni atau petugas di Kedutaan di luar negri, untuk dikenal masyarakat internasional. Kalaupun para penyair itu tidak mempunyai antologi yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, pihak kedutaan pun bisa membuat versi terjemahannya dalam bahasa Inggris. Apa sulitnya membuat satu bendel kertas berisi puisi para penyair kita yang sudah dibahasa-Inggriskan?

Kalaupun karya terjemahan dalam bahasa internasional itu tidak dipamerkan di sebuah ajang pameran karya senibudaya. Bisa juga karya itu dibagi-bagikan dalam sebuah forum diskusi sastra internasional.

Itu langkah pertama. Membawa karya putra bangsa Indonesia, potensi Nasional, untuk berpengaruh secara internasional. Termasuk membagikannya ke perpustakaan-perpustakaan lokal di sana. Di berbagai negara itu.

Langkah kedua tentu saja membawa serta penyairnya ke luar negri. Berdiskusi dan baca puisi. Kalau penyairnya tidak punya karya yang sudah di-Inggriskan maka bisa dilakukan penerjemahan segera. Mendesak. Itu lumrah. Kerjaan semua panitia juga begitu. Cakah-cikih.

Kalau penyairnya tidak bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris, itu hal biasa juga, masih bisa diakali dengan adanya Sang Penerjemah selama diskusi. Mereka perlu pengakuan eksistensi dan duit juga. Bagi-bagilah. Beribadah.

Bahkan kalau penyairnya tidak mampu membaca puisinya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, tidak apa-apa, kan masih ada Komunitas Baca Sajak yang bisa mewakili Sang Penyair. Justru di momen seperti ini, para pembaca puisi itu diakui sebagai pihak yang eksis dan berprestasi.

Maka di Purwakarta saya pernah meminta Kang Tolib Mubarok, untuk bikin Komunitas Baca Sajak Purwakarta. Lalu saya mengijinkan anak saya, Nurulita Canna yang juara menulis puisi di Koran Pikiran Rakyat itu untuk menjadi anggota komunitasnya. Kenapa? Karena komunitas baca sajak itu sangat vital posisinya di tengah masyarakat sastra kita, bahkan di tengah masyarakat sastra internasional.

Mereka yang fasih baca puisi dalam bahasa Inggris tentu patut menjadi Duta Puisi Indonesia. Menjadi kepanjangan nyawa para penyair Indonesia, yang tidak haram tetap berbahasa Indonesia untuk memberi manfaat kepada dunia. Bukankah Begitulah model sumbangsih sastra Indonesia, sastra berbahasa Indonesia, untuk dunia?

Meskipun kita maklumi juga yang bisik-bisik, penyair lancar bahasa Inggrisnya itu lebih bagus. Dari sudut pandang tertentu okelah.

Penjelasan saya ini untuk menegaskan, di mana-mana di seluruh dunia, penyair nasional itu adalah penyair lokal yang masing-masing menulis puisi dalam bahasa lokalnya, termasuk yang konsisten berbahasa Indonesia. Lalu membawa pengaruh internasional jika dunia mengenalnya.

Banyak ragam cara untuk menjadikan karyanya dikenal dunia. Mulai dari adanya penerbit yang mau menerbitkan karya para penyair yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, sampai adanya duta-duta budaya, resmi atau swasta, yang memperkenalkannya ke kancah internasional.

Di Indonesia sendiri kita sudah biasa menerima dari pihak terkait, duta-duta besar asing di Jakarta atau dari Pusat Kebudayaan mereka, buku-buku antologi puisi karya para penyair mereka, baik yang berbentuk antologi puisi perseorangan, maupun antologi puisi bersama yang diambil dari berbagai buku, yang sudah di-Inggriskan. Bahkan sudah di-Indonesiakan. 

Itulah. Jadi misi pengiriman penyair atau seniman ke luar negri adalah langkah kedua, setelah langkah pertama, yaitu dipromosikan.

Dengan terbangunnya sistem ini, maka sebagai para penyair lokal Indonesia, seperti halnya nasib penyair lokal Cina, Jepang, Amerika, dll, kita akan terbantu untuk mengomunikasikan puisi-puisi itu ke kancah internasional. Dan kita yang berkualitas dan serius, hakekatnya adalah penyair dunia.

Terakhir, saya antusias menyambut era baru di Indonesia. Yaitu era buku puisi, panggung puisi, dan internet puisi, menjadi kekuatan eksistensi sastra Indonesia.

Maka seorang penyair Indonesia, di tengah pergulatan dan silaturahmi penyair internasional, minimal mesti punya satu buku antoligi puisi sendiri atau bergabung dalam satu buku antologi bersama. Sebab kualitas dan eksistensi yang khas pada seseorang, bisa menegakkan kekuatan dari sedikit puisi yang sempat dibukukannya itu.

Selamat menikmati bekah Jum'at. Berjamaah dengan manusia sedunia, dengan perlambang 40 jurus itu. Menyemaikan kebaikan di muka bumi Tuhan.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DINDING PUISI 264

JANGAN KALAH HEBAT DARI BIMA

TIDAK ADA YANG BENCI KALIMAT TAUHID