DONGKOL BOLA

KERAMAT BOLA

menggelinding
menemui putarannya sendiri
pada 24 jam perbuatan baik kita
sehari-hari

Kemayoran, 25012018
-----

Sedongkol apapun kita di depan tontonan bola, semisal ketika saya kecewa di depan pertandingan-pertandingan PERSIB BANDUNG dan PSIS SEMARANG di ajang piala presiden 2018, ternyata tidak harus menjadi dongkol berkepanjangan. Sikap ini bisa jadi bagian dari kedewasaan kita selaku orang bola di tengah masyarakat Nusantara.

Siapapun pada suatu ketika bisa bernasib punya tim bola kesayangan yang bikin dongkol.

Bayangkan kalau dongkol bola itu menguasai hidup kita satu hari saja. Ah, betapa rusak hari kita itu. Bukan lagi milik kita dan keluarga, tetapi sudah jadi milik dunia gelap. Milik hantu.

Maka aneh juga kalau kadang ada ribut-ribut dan tawuran antar suporter. Benar-benar aneh. Sefanatik apapun kita pada kesebelasan itu. Semisal ketika saya KO mendukung PERSIB dan PSIS ini. Keduanya jeblok. 

Apalagai di jaman now. Sehabis dongkol depan tim sepakbola yang kalah, kita sudah bisa nengok media sosial dan ngoceh macam-macam di situ. Gak mesti soal bola melulu. Sebab selain sepakbola, dalam detik yang sama masih bamyak fenomena lain dalam hidup kita, misalnya soal Pilkada, impor beras, berita LGBT, gempa bumi, korupsi, puisi, sensasi ini-itu, dll.

Di depan media sosial dongkol bola kita sering bisa mudah cair. Juga cair oleh ketawa-ketawa untuk setiap meme lucu dan status-status yang nyeleneh.

Dan satu lagi, ini khas dunia penyair. Sedongkol apapun seorang penyair, setelah tim bolanya nyungsep, lalu ia meneguk penuh nafsu kopi setengah gelas, dia bisa tiba-tiba terbanting pada suatu inspirasi gara-gara melihat langit malam lewat jendela. Sebab tidak selamanya gambar bola di TV itu  ikut juga ke ujung langit sana. 

Ya, bola memang selalu merupakan ruang prestasi bersama. Di satu sisi ruang prestasi daerah yang terpromosikan atas keikutsertaan tim sepakbolanya. Kedua, prestasi bersama ketika di puncak kompetisi lahir Sang Juara yang telah kita lahirkan bersama-sama. Sebab tim-tim yang kalahlah yang sesungguhnya telah sudi berandil besar dan mendaulat tim yang menang untuk melaju terus sampai ke puncak.

Kompetisi sepakbola selalu bisa kita tafsirkan sebagai ruang pergumulan manusia, ranah gotong-royong membangun puncak-puncak tontonan prestasi bersama. Sehingga harus kita nikmati, kita beri nafsu dukungan, sekaligus kita beri pencahayaan yang cerah.

Bagi penyair, pencahayaan bola itu salahsatunya adalah dengan segera melupakan dongkol atas suatu kekalahan, dan segera menemui inspirasi puisi. Meskipun tidak tentang bola. Bisa saja tentang, malam yang memilih ibukota, atau lampu pada daun. Bisa tentang apa saja.

Persoalannya, ketika para penyair bisa setenang itu. Bisa segera melompati ruang-ruang. Apakah intelektualitas para suporter bisa sedemikian pula? Kalau bisa, wah mewah! Selain urusan mengejar prestasi, tontonan sepakbola nyata-nyata adalah hiburan dan permainan belaka. Kalau kita sudah berada di titik jenuh ketika menikmati suatu lagu, maka segeralah alihkan ke lagu lain, atau memilih sibuk tanpa lagu dulu.

Kaos, syal, kupluk, dan apapun aksesoris dukungan yang telah kita beli dan koleksi, biarkan istirahat dulu. Dia juga punya capek. Keramatnya biarkan jadi perbuatan baik kita, apapun, 24 jam.

Apa anda terinspirasi untuk menulis artikel, cara membuat puisi ketika tim sepakbola kita kalah? Silahkan.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG