TENTANG PUISI AKHIR BULAN ITU

PUISI BESI 

puisi ini
semakin besi 

Kemayoran, 31012018
#puisipendekindonesia 
------

Berbagi cerita itu bisa bermacam cara. Seperti model tulisan saya di bawah bulan kali ini.

Coba anda saja yang menduga. Meskipun lebih dari 20 tahun saya mencoba konsisten membawakan acara Apresiasi Senibudaya dan Apresiasi Sastra di radio, ditambah sering naik panggung puisi, tetapi belum pernah satu kalipun ada surat undangan, telpon, atau SMS untuk menghadiri TEMU PENYAIR NASIONAL. Belum pernah ada sama sekali.

Dalam hal seremoni penyair nasional, saya kalah oleh para penyair yang baru wisuda atau baru tamat SMA kemarin sore. 

Dan kalau saya dapat informasi bahwa seseorang baru pulang dari Temu Penyair Nasional, saya cuma bisa bilang, "Syukurlah". Tentu selama saya masih siaran di radio, saya bisa menyampaikannya melalui siaran radio, bahwa Si Fulan baru mengikuti acara para penyair itu. Bahkan bisa mewawancarainya.

Sebenarnya seberapa perlu kita mengikuti semacam acara Temu Penyair Nasional itu? Tentu, perlu untuk membangun energi kebersamaan. Lebih ke bangunan rasa. Selebihmya, tidak ada yang terlalu penting. Sebab proses kreatif penyair itu sendiri-sendiri, atau menerbitkan buku dari komunitas masing-masing. 

Meskipun, sebuah formulasi tentu bisa dibuat dari acara itu, untuk menjadi rujukan yang mencerahkan bagi siapapun yang seksama MEMBACA KEPENYAIRAN. Termasuk buat pemerintah.

Tapi kalau di balik suatu penyelenggaraan acara semacam itu, apapun judul dan bentuknya, ternyata ada pemerintahnya, kadang saya berfikir, "Mungkin pemerintah, melalui jaringan aktivis kesenian atau kepenyairannya se Indonesia tidak kenal saya". Padahal teriak-teriak setiap minggu di radio selama lebih dari 20 tahun itu sangat keras sekali menurut saya.

Ini nanti sampai kepada definisi penyair nasional dan penyair populer itu.

Tentu tidak perlu menanyakan soal buku antologi puisi saya yang fenomenal dan sebagainya, sebab yang lain pun bisa ikut meskipun baru menerbitkan satu buku. Selain itu, radio adalah media masa seperti halnya koran dan majalah. Yang bisa dipakai bersastra atau apa saja oleh penggunanya.

Tapi untuk saat ini, ketika saya merasa usia 'semakin tua'. Meskipun belum tua-tua amat. Meskipun jiwa tetap muda bahkan remaja dan membara. Fikiran tentu lebih ihlas daripada sekadar menghiba seperti orang yang ingin dianggap ada. Seperti minta dikenali. Sungguh memalukan sekali. Tentu kalau ada undangan Temu Penyair Nasional, saya harus memikiriannya mendalam. Apakah hadir atau tidak? Sebab itu kan cuma urusan 'ada kebahagiaan, merasa bagian dari penyair Indonesia'. Kalau yang ngundang ada peran pemerintahnya, tentu cuma untuk 'merasa diakui negara'. Bukan soal, inti kerja kepenyairan.

Kalau yang ditanyakan, apakah kepenyairan saya punya pengaruh? Lagi-lagi, karena selama ini saya memilih sibuk dengan dunia radio, maka tanyalah para pendengar radio di Sukabumi, Bandung, Purwakarta dan sekitarnya. Juga tanyalah komunitas-komunitas yang saya sambangi dengan puisi. Mereka akan menyebut, semua program radio, baik yang on air manapun yang off air yang saya buat, pun ulah Gilang, Sang Penyair. Itu kata mereka. Sudah biasa saya dengar dan rasakan.

Bahkan ketika ada Lomba Baca-Tulis Puisi Piala Bupati, lalu saya diundang jadi juri, saya merasa itu pengakuan mereka atas teriakan sastra saya di radio dan di komunitas-komunitas seni. Itu bukti kongkrit. Begitupun ketika ada satu-dua koran, majalah, dan TV lokal yang menanyai soal keradioan dan kesenimanan saya.

Tapi saya kadang heran. Bahkan sangat heran. Tak ada jaringan nasional yang kenal saya untuk hadir dalam Temu Penyair Nasional. Yang tentu saja jaringan itu bersumber dari informasi lokal.  Padahal dulu saya fikir, bukan baru saat ini, undangan semacam ini jauh lebih sempurna buat saya daripada diundang semisal di acara Kick Andy (MetroTV) atau di acara Mata Najwa. 

Sungguhpun demikian, keheranan saya itu penuh berkah. Dalam teori Indonesia Memilih, senyata-nyatanya saya memang pantas disebut tidak hebat untuk Indonesia. Tetapi hari ini di tengah kesibukannya dengan besi, puisi saya menjadi semakin besi. Kalau dilihat dari kesesuaiannya dengan hari ini, Rabu, 31012018, puisi saya puisi ahir bulan, Super Blue Blood Moon.   

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG