DAPAT DUIT SASTRA DAN KESENIAN DARI NEGARA?

ANAK SINGKONG ANAK TERONG

singkongku besar-besar
terongku segar-segar

Kemayoran,  01032018
#puisipendekindonesia 
------

Ini tulisan santai akhir pekan.  Hiburan penat penambah wawasan.  Semoga bisa jadi forum silaturahmi melalui wacana kegiatan sastra apapun bentuknya dan kegiatan seni pada umumnya.

Dimulai dari tulisan status di akun facebook penyair Soni Farid Maulana,  begini:
"Sepanjang  ada festival sastra baik nasional maupun internasional saya dibayar dan bukan bayar, nginep dan makan gratis pula".

Setelah dikomentari orang lain,  saya pun ikut komentar atas hal itu.  Begini:
"Kalau urun rembug swasta wajar bayar.  Kasihan panitia penggagas. Kecuali yayasan yang kuat. Tapi kalau negara yang ngadain mestinya gratis.  Cuma bedanya,  kalo pemerintah yang ngadain pasti ributnya soal keterwakilan,  karena pake anggaran negara.  Tapi kalo swasta yang ngadain,  tidak ribut,  tapi biasa disebut niat kelompok tertentu.  Biasa". 

Ternyata Gusjur Mahesa yang nulis buku Meding Gelo Daripada Korupsi juga bikin sentilan di dalam kolom komentar:
"Coba minta subsidi ke Deni JA  xixixixi".

Akhirnya saya,  karena tergelitik,  minat juga berkomentar agak lebih panjang:

"Kan sudah saya bilang berkali-kali di banyak kesempatan.  Kalau para aktivis senibudaya - - - termasuk seni sastra di dalamnya - - -  terlalu berdesak-desakan mengambil uang negara untuk berbagai kegiatan senibudaya, tentu sebagian akan lari ke swasta. Baik kepada perusahasn,  yayasan,  maupun tokoh-tokoh pribadi yang dianggap berduit.

Sebenarnya sangat gemuk kalau kita petakan.  Jangan dulu soal uangnya,  itu bisa mengikuti.  Kita lihat saja dulu ruangnya.

Kita sebut,  kita punya 34 kementrian secara nasional.  Angka ini bisa mengecil bisa membesar dalam setiap periode kepemimpinan 5 tahunan.  Tergantumg situasi dan pengambil kebijakan.

Selama ini kita banyak fokus pada kegiatan kesenian secara langsung.  Artinya sebuah pertunjukan atau kegiatan seni dengan tema-tema tertentu,  sesuai para pihak berkepentingan yang ada di belakangnya. Aromanya bisa dalam rangka sosialisasi ini dan itu.

Tetapi sesungguhnya tidak cuma demikian sudut pandangnya.  Banyak kegiatan yang diselenggarakan oleh masing-masing kementrian melalui garis Dirjen,  Direktorat,  Badan-Badan dst yang tidak bersifat langsung berupa penyelenggaraan kegiatan kesenian.  Melainkan kegiatan sesuai program kerja masing-masing.  Tetapi dalam agenda acaranya menyisipkan panggung kesenian di setiap event.

Seperti contoh dalam peristiwa di kampung kita yang dekatlah. Suatu ketika ada acara penyerahan bantuan traktor kepada para petani.  Lokasinya di tengah sawah. Tetapi dalam acara yang menghadirkan bupati atau wakil bupati itu ternyata panitia masih bisa menyisipkan panggung kesenian di tengah sawah sebagai daya tarik. Hiburan. Sebagai sdekah yang lain kepada masyarakat sekitar.

Artinya melalui lembaga kementrian di tingkat pusat,  maupun melalui pintu dinas di propinsi dan kabupaten/kota,  banyak sekali kegiatan kesenian bisa terselenggara.  Gemuk. Berapa besar angkanya?   Lumayan besar lah. Kesenian tidak bisa hanya dilihat dari garis kementrian yang bertanggungjawab langsung kepada kegiatan kesenian atau kepariwisataan saja.

Tapi tahukah kita?  Dibanding jumlah masyarakat senibudaya kita,  itu masih sangat kecil saja.

Kalau ada yang beruntung,  seorang seniman bisa sekali saja dalam setahun tampil dalam suatu kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan di bawah kementrian tertentu, itu sudah suatu kehormatan. Apalagi bisa sampai tiga-empat kali, walau untuk seumur hidupnya.  Jelas tetap suatu kebanggaan.  Meskipun cipratan yang diterimanya sangat tidak seberapa. Kalau bagi sebuah grup,  dibagi-bagi tiap anggota,  dapatnya masih lumayan bisa dipake beli bakso atau mie ayam.  Bahkan bisa nambah air mineral kemasan.

Begitupun yang bisa tampil dua-tiga kali pada kegiatan senibudaya yang diselenggarakan oleh suatu dinas di tingkat pdopinsi. Pun di tingkat kabupaten.

Di tingkat kabupaten maupun kota,  kegiatan yang memasukkan unsur senibudaya biar menarik masyarakat itu sangat banyak. Tetapi jika satu orang seniman bisa terlibat dalam satu dua kali  kegiatan kesenian yang diselenggarakan oleh dinas tertentu itu suatu prestasi. Termasuk ketika total pernah terlibat 5-6 kali seumur hidupnya. Begitulah memang nasib panggung kesenian di mata pribadi seniman.

Tentu beda kalau panggung-panggung itu dihitung jumlahnya lalu yang melihat masyarakat luas. Tentu banyak panggung keseniannya,  dari semua pintu,  dan marak diberitakan.  Masyarakat menyaksikan. Ini sudut pandang yang lain. Memang menyenangkan. Dan narasumber senibudaya seperti saya biasa teriak,  semoga seluruh panggung itu menjadi bagian dari politik senibudaya atau politik kesenian yang optimal. Mendidik,  menghibur, memberi informasi yang lurus, meningkatakan komunikasi sosial, menyejahterakan lahir dan batin,  dll.

Saya sendiri merasa pernah mengambil uang beberapa ratus ribu tiap bulan,  dari uang penerintah daerah,  ke kantong baju saya. Sebagai narasumber acara Apresiasi Seni di radio pemerintah daerah.  Selama beberapa tahun.  Tentu angka yang kecil,  tetapi penting buat Apresiasi Seni yang sangat dibutuhkan masyarajat. Dan bagi saya,  senang bisa terlibat langsung di dalam kegiatan pemerintah daerah. Selain di radio,  saya juga terlibat berbagai event lain. Dalam rangka mendukung program pembangunan daerah.  Meskipun angka yang saya terima kecil saja.  Ihlas lah. Untuk itu saya harus tetap jadi kuli dan buka warung,  basa-basi buat dapur tetap ngebul.

Nah dari kacamata perorang,  bahkan kelompok,  ketika para aktivis merasa cuma kecil saja bisa terlibat kegiatan yang marak itu,  maka biasanya mereka mencari-cari peluang kegiatan kesenian melalui pintu-pintu swasta.  Baik perusahasn,  yayasan maupun perorangan. Bahkan melalui partai politik.

Ada yang bilang swasta lebih gede duitnya. Setidaknya kalau sebuah grup wayang tampil dibekingi intansi pemerintah,  bisa lebih murah uang yang bisa dibawa pulang oleh seorang sinden,  daripada ketika ditanggap oleh perusahasn swasta.  Padahal gak mesti demikian.  Tergantung perjanjian honornya.  Tetapi memang benar,  jumlah lembaga swasta yang bisa membekingi kegiatan kesenian memang lebih banyak daripada jumlah lembaga-lembaga pemerintah. Yang artinya,  uang swasta bisa diasumsikan lebih besar.

Resikonya kalau suatu kegiatan seni dinaiki dana seseorang tokoh tertentu,  kita mesti ihlas membiarkan seseorang tokoh itu menjadi populer semau dia dalam kegiatan itu. Namanya juga pihak penyandang dana.  Iya kan?

Dari wacana yang secara singkat saya paparkan ini.  Setidaknya kita sepakat. Akhirnya ada kegiatan seni yang sifatnya komersil dan tidak komersil. Kedua-duanya sangat dibutuhkan masyarakat dan aktivis kesenian. Negara pun wajib melindungi bahkan memotivasinya. Tidak bisa disebut yang satu lebih benar dari yang lain,  yang satu lebih baik dari yang lain. Kita juga sepakat,  anggaran kesenian bisa datang dari negara,  swasta, tokoh perorangan,  bahkan perorangan itu datang dari diri senimannya sendiri.  Misalnya menerbitkan buku dan pentas teater dengan dana pribadi. Bukunya gak komersil tidak masalah,  yang utama dia merasa itu buku yang penting. Sangat dibutuhkan pada waktunya.  Semacam pengarsipan karya intelektual jadinya. Pentas teaternya gak apa-apa gak balik modal juga,  tapi pesan sosial dan nama baiknya naik.  Siapa tahu popularutasnya bisa mendongkrak jadi anggota DPR, tapi kalau dianggap penting. Sebab tidak sedikit seniman yang berfikir,  jadi anggota DPR bukan status yang lebih baik daripada menjadi seniman. Sama-sama kerja untuk Allah,  kemanusiaan,  bangsa dan negara.

Catatan terakhir.  Kalau kita bicara struktur pemerintahan,  dari presiden,  wakil presiden, para mentri hingga seluruh badan-badan di bawahnya,  sampai ke pemerintahan propinsi dan kabupaten/kota. Tentu sangat banyak titik-titik yang memungkinkan terselenggara kegiatan apapun yang ada keseniannya. Sampai-sampai kalau kita buka, ceritanya seolah-olah jadi melulu berkesenian.  Tentu saja,  karena kita sedang fokus ke situ. Kalau fokusnya ke soal lain,  tentu melulu ke soal lain itu.  Bahkan sesungguhnya srmua lembaga negara,  apapun,  termasuk KPK,  KPU,  juga Kepolisian dan TNI sering punya acara panggung kesenian, atau punya program/ kegiatan yang ada keseniannya. Pada ulasan saya sebelum ini Kedutaan Besar kita di luar negri juga mesti aktif dan efektif memajukan hubungan baik antar negara dengan saling kenal-mengenal senibudaya masing-masing. Kebutuhan promosi dan pengaruh baik dari senibudaya kita di luar negri harus tercukupi. 

Ok.

Gilang Teguh Pambudi 
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERLU GAK HARI AYAH? Catatan lalu.

TEU HONCEWANG

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG