MENGENAL TAFSIR

KARENA KEBENARAN ITU MEMAKSA

jangan memaksa
kebenaran disebut kebenaran
oleh yang menolaknya
karena itu bukti kebenarannya

Kemayoran, 02062017
------

PERJALANAN

perjalanan itu
bertolak dari titik sampai
bukan dari bukit kesombongan
sebab hujan telah memanggil
untuk pertemuan itu
lalu kita mengabarkan semuanya

Kemayoran,  2011-2018
-----

ADA

ada yang terus merusak
tapi Allah terus sempurna

Kemayoran 2011-2018
------

TAFSIR KAFIR

hanya satu
manusia pamungkas
penghuni terahir
tetapi selalu
mereka salah tafsir

Kemayoran,  2011-2018
#puisipendekindonesia 
------

Jangan menakut-nakuti sebuah generasi membaca tafsir.  Dihinalah sebagai orang dusun yang cuma tahu bahasa Indonesia atau bahasa lokal atau bahasa daerah. Cuma bisa buka halaman terjemahan.  Lalu dituding sudah berani membuka rahasia kedalaman. Makna-makna.

Untuk lebih menakut-nakuti lagi,  langsung menukik ke departemen yang dipercaya di negri ini dengan tudingannya,  "Jangan baca tafsir Departemen Agama,  itu menyesatkan".  Atau dalam kalimat lain,  "Baru bisa baca terjemahan Departemen Agama yang sesat saja sudah kluruk".

Jangan. Janganlah demikian. Sunguhpun halal mengaji inti,  melihat dari titik mulai,  mengapa Bahasa Arab lebih dulu dipakai dalam Al-Qur''an? Sehingga pakemnya,  di situ harus fasih seeluk-beluknya. Atau, untuk membedakan dengan logika bahasa Arab biasa, disebutlah bahasa Arab Al-Qur'an . Bahasa langit tinggi. Kalam Allah yang tak ternodai.

Ya.  Dari prinsip bahasa.  Jika sebuah kalimat muncul dari suatu bahasa tertentu, dengan kalimat pilihan langit yang suci atau tersucikan, maka kita harus masuk ke dalam segenap khazanah bahasa itu. Tidak boleh ada yang terlewat. Ini universal. Lalu ketika terjadi proses penerjemahan ke berbagai bahasa, maka kita tidak lagi sebatas membaca suatu tulisan dalam suatu bahasa tertentu,  tetapi sudah sampai kepada inti. Memang begitulah maksud kalam. Ini sekaligus hujah, bukan berarti tidak halal berkusyuk kepada sebuah terjemahan kitab suci. Termasuk terjemahan dari institusi resmi negara itu.

Jika ada bagian yang keliru, siapapun wajib mengingatkan kepada lembaga negara itu soal terjemah kitab suci ke dalam bahasa Indonesia. Setidaknya melalui prosedur atau keterwakilan.  Dan Departemen Agama pun wajib menerima secara terbuka jika ada bagian yang lemah atau keliru.  Tetapi mengingat suasana kebatinan orang soleh yang sidik dan amanah itu berada di atas kalimat terjemahan, kalimat manusia, sebab hatinya sudah ada di dalam kalam (kalam Allah),  maka berbagai pihak perlu cerdas untuk membawa seluruh pihak kepada keadaan ini. Yaitu ketika rasa keimanannya selalu menyelamatkan. Sebab di depan sebuah kata,  ia bisa menemui 7-9 tafsirnya. Sehingga ia bisa membenarkan atau menemui kebenaran sebuah kalimat di hadapannya. Sekaligus bisa melihat keliru,  sehingga segera mampu meninggalkan bagian keliru itu,  dengan tetap tidak menghentikan ngajinya.  Itulah.

Orang ngaji jangan dibunuh. Tetapi ditemani dan diarahkan.

Bayangkan. Sebut saja,  ini misal,  memang ada bagian yang lemah atau keliru dari terjemah kitab suci yang dibuat Departemen Agama. Tetapi oleh seseorang yang fasih,  bagian itu bisa dilewati atau dilompatinya. Lalu dari kebenaran yang ia telah baca,  ia tetap berpendapat ke hadapan khalayak. Lalu apakah pantas seseorang yamg amanah ini dituding,  "Baru baca buku terjemahan yang salah saja sudah berani berdalih pakai kitab suci!" Mengapa para pencemooh itu tidak fokus saja kepada Departemen Agama soal bagian yang lemah dan keliru itu?

Rupanya semua harus kembali kepada kalam. Hidup ini adalah kalimat. 

Mengapa paragraf dengan dua kalimat itu cuma menyebut,  kepada kalam,  dan menyebut,  adalah kalimat?  Mengapa tidak ditulis jelas,  kepada Kalam Allah,  dan ditulis,  adalah Kalimat Allah? Tentu disengaja. Sebab tak ada kalam selain Kalam Allah.  Tak ada kalimat selain Kalimat Allah.  Inilah sibgoh.  Celupan suci. Dan para penyair, sastrawan, ahli bahasa, dan para pembaca wajib berdiri di sini. Di dalam kasih Tuhan.

Sekali lagi saya ingin tegaskan.  Dewasakan dan waspadakan setiap pembaca kalimat, agar ia tahu lurus dan tidaknya. Tahu membacanya dalam 17, 20 atau 99 pengertian sekaligus. Ya,  tentu saja,  tiap-tiap pesan suci dibawa ke satu demi satu maksud sesuai kebutuhan hidup pada suatu ketika.  Sebab kita tidak sedang memaksa, membuat masyarakat menulis buku yang serba atau paling lengkap.  Sebab kalau Al-Qur'an harus diuraikan ke dalam seluruh tafsir, seluruh air laut habispun, penulisan tafsirnya baru sebatas akan dimulai.

Tentang kecintaan kita pada Al-Quran yang berbahasa Arab yang tersucikan, yang terpilih, itu sudah bagian dari tradisi mulia. Tidak cuma sebatas sindikasi kebudayaan yang mendatangkan keuntungan ini dan itu.  Termasuk keuntungan materi pada pola pergerakan bahasa Arab. Sehingga siapapun akan sampai kepada titik yang disebut,  memahami Al-Quran,  memahami Kalam Allah itu wajib bagi setiap pribadi.  Sebab jika tidak paham,  ia akan berbuat dengan sesat dan menyesatkan.

Kita tahu, dengan mau membaca kitab suci berbahasa Arab, seseorang,  apalagi sebuah majlis, dengan kemampuan membaca kalimat Arab Al-Qurannya akan dimudahkan masuk ke kantong-kantong organisasi dan kegiatan yang juga menggunakan bahasa Arab Al-Quran. Di situ ada jaringan dakwah dan ekonomi.  Ada peluang penggalangan dana dengan berbagai cara, ada bantuan pemerintah,  kepedulian sosial,  dan bahkan bantuan dari dunia Arab atau dunia Islam. Jelas serba menguntungkan.

Tetapi maksud inti memahami Kitab Suci Al-Quran lebih tinggi dari itu. Bahkan menyelamatkan itu. Termasuk mereka yang memahami bahasa langit itu melalui terjemahan kitab suci ke dalam bahasa lokal,  bahasa Indonesia,  dan bahasa daerah.

Justru mesti diakui,  sebuah upaya penerjemahan bahasa kitab suci adalah upaya mulia untuk lebih mendekatkan masyarakat kepada bahasa sehari-harinya agar mudah memahami segala kebenaran dan kemuliaan Al-Quran yang kita kenal. Jangan lekas-lekas dituding,  terpengaruh agama lain yang menggunakan bahasa terjemahan. Sebab itu bukan pengaruh,  tetapi kebutuhan.

Apalagi, sampai kapan kita akan membiarkan masyarakat bisa membaca huruf-huruf Al-Quran, tetapi tidak bisa memahami bahasanya? Tiidak bisa dan tidak berani memahami tafsir-tafsirnya? Padahal di ruang yang tercerahkan keberadaban itu ada.

Bahwa keseragaman muslim sedunia dalam mempertahankan bahasa Al-Quran telah dan akan mendatangkan kebersamaan dunia yang besar, selain terjaganya huruf-huruf Al-Quran dari berbagai gangguan, itu benar. Tetapi kebersamaan tanpa batas itu juga terjadi karena dari sumber yang sama kita bisa hidup dalam satu cinta yang agung.

Sekaligus kita telah mendakwahkan Al-Quran melalui bahasa nasional,  bahasa lokal dan bahasa daerah kepada masyarakat setempat di berbagai penjuru dunia yang tidak tahu-menahu bahasa Arab Al-Quran itu. Sebab jika mereka segera tertarik kepada Islam,  merekapun bisa segera memiliki sekaligus mendalami kitab suci Al-Quran dan terjemahannya. Tanpa perlu kita tuduh,  pemahamannya cuma didapat dari terjemah Al-Quran Departemen Agama atau terbitan Yayasan tertentu.

Tapi memang benar. Ada yang baru bisa baca terjemahan kitab suci. Tidak tahu 24-69 devinisi cinta, sudah teriak-teriak. Akibatnya kitab tinggi itu terdengar seperti tulisan mentah belaka. Ini parah.

Gilang Teguh Pambudi 
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG