RAHMAT JABARIL, SENI DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

MEMELUKMU

gerimis di sini mata rambutmu
melihat sendiri ketika
wangi keramasmu menggetarkan
laki-lakiku 
mungkin aku terlalu rindu ketika
batu-batu basah

Kemayoran, Mei 2017
#puisipendekindonesia 
------
Membaca status atau tulisan dinding di media sosial memang tidak sama dengan baca koran. Kalau baca koran,  dengan rumus baku 5W 1H, kita pasti berhadapan dengan informasi atau mendapatkan informasi. Sedangkan membaca celoteh media sosial,  kita lebih sering menemui sisi emosional penulisnya,  dari mulai yang paling ringan,  bahkan kelakar dan iseng,  sampai ke urusan yang sangat serius. Sangat berat.

Saking ditakutinya sisi serius dari media sosial,  sampai-sampai kita ketakutan hoak.  Kita selalu takut dicekoki berita bohong yang nampak sangat serius dan seperti jauh dari bohong. Apalagi kalau bungkusannya politik.

Yang asyik di media sosial itu kalau kita menemui kalimat yang menggelitik.  Bisa saja kalimat itu disengaja menggelitik oleh penulisnya.  Tentu supaya menarik.

Seperti yang saya baca hari ini,  Selasa,  13032018. Seniman,  Rahmat Jabaril nampaknya bersengaja menulis kalimat yang diharapkan menggelitik pembaca untuk sedikitnya mengernyitkan kening.

Dia menulis begini: "Mampukah "kesenian" yang kita pelajari bisa memakmurkan RAKYAT?"

Dari kalimatnya itu ada tiga kata kunci yang saya tangkap seru. Buktinya pulang kerja di Jakarta yang jalan-jalannya sering bikin penat,  baru parkir motor,  masuk rumah,  duduk sebentar,  saya langsung tertarik. Ketiga kata kunci itu adalah,  kesenian,  kemakmuran alias kesejahteraan,  dan rakyat.

Otak nakal saya gak mau kalah untuk seru-seruan, untuk menggelitik juga.  Tapi bukan iseng. Maka segera saya menulis komentar pake tiga poin penting.  Biar tiga ketemu tiga.  Begini: "Kesenian itu pengetahuan,  proses kreatif,  dan pesan nilai".

"Yang pertama,  membuat semua orang apresiatif. Saling memahami. Bisa membeli produk seni juga. Yang kedua,  jelas melahirkan seniman dan karya seni. Baik komersil maupun tidak. Sedangkan yang ketiga,  seni menawarkan pesan-pesan kebaikan yang efektif. Itu sebabnya banyak yang mau menunggangi seni supaya propagandanya sampai. Seni itu sifatnya dekat dengan masyarakat. Bahkan menghibur kedukaan. Sehingga kata Allah dan malaikatnya mustahil tidak mendatangkan sejahtera lahir batin".

Saya merasa komentar ini sekaligus tepat untuk meningkahi suasana kampanye Pilkada serentak yang tengah berlangsung. Supaya masyarakat melek,  siapa calon kepala daerah yang paling paham senibudaya?

Setelah menulis komentar super singkat itu saya masih berfikir,  jaringan pendidikan formal yang tersebar di seluruh Indonesia, sampai ke pelosok-pelosok,  yang melibatkan 100% bangsa Indonesia untuk berpendidikan itu. Yang juga menyampaikan pengetahuan kesenian. Tentu,  semestinya membuka peluang pasar kesenian. Sebab mustahil orang nonton teater kalau gak pernah tahu teater.  Setidaknya tahu dari bangku sekolah. Mustahil orang mau beli lukisan kalau tidak pernah paham dan merasa berharga dan indah ruang tamunya jika dipajangi lukisan.  Mustahil orang mau berbondong-bondong nonton tarian atau panggung musik,  tanpa kenal dekat dengan dunia tari dan musik,  meskipun bukan penari, penyanyi dan pemusik. Dst.

Seni bagi penonton dan penikmat adalah kesejahteraan batin. Kesejahteraan intelektual.  Kepuasan apresiasi. Sedangkan bagi senimannya,  bisa berbentuk kesejahteraan materi,  bisa juga berupa kesejahteraan batin juga,  merasa lega telah melemparkan sejumlah tema yang berharga.  Yang mencerahkan. Yang bisa dibaca,  dilihat , didengar , dan dinikmati siapa saja.

Setelah saya amat-amati,  ini jadi sesuatu yang menarik. Bisa membuka wacana  yang besar manfaatnya,  lekat dengan geliat hidup masyarakat. Maka saya pun sangat minat untuk memuatnya di Cannadrama.blogspot.com .

Gilang Teguh Pambudi 
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG