MENYOAL SASTRA DAN PENYAIR LOKAL?

TUHAN MEMBUAT MANUSIA

memang tak perlu ditunggu
sebab luka tak pernah meminta
tapi kesedihan kita
membuat kita jadi manusia

Kemayoran,  10032018 
#puisipendekindonesia 
------

MUN

gunung
pundung
------

PROMODIRI?

ngudag-ngudag PKI
ngudag-ngudag komunis
rumasa gagah mun beda
loba nu nyakseni gede kawani
------

MULASARA

mulasara
karep
salamet

karep 
mulasara
salamet

salamet
mulasara
karep
------

SUNDA DANCE

hirup teh ngagambar jeung ngigel

#sajakpondokbasasunda
------

mlebu
ngombo
rametumetu 
-----

karuanapik
ngelmukaruan
------

rosomenungso
nunutasmane 
------

wis dadingene
wis dadingono
wis ketemupancen
wis biasawae
wis apik
wis bener 
------

tuku
pitu 
------

khasmu
sejarahmu 
-----

munimu
ziarahmu  
#puisicekakbosojowo
------

Saya pernah mengandaikan di blogspot.com.  Juga sudah dibicarakan di radio.  Bagaimana jika negara mau bikin pengelompokan sastrawan atau penyair Indonesia agar memudahkan proses pencatatan (semacam sensus sastrawan/sensus penyair),  atau minimal memudahkan dalam koordinasi, atau pengundangan untuk hajat nasional tertentu?

Dalam tulisan ini kita tengok selintas.  Kita mulai dengan mengetahui siapakah sastrwan atau penyair Indonesia itu?  Sastrawan dan penyair Indonesia adalah sastrawan dan penyair yang berstatus warga negara Indonesia, yang berproses kreatif dengan menggunakan bahasa nasional,  bahasa Indonesia,  atau menggunakan bahasa daerah yang banyak terdapat di seluruh penjuru Nusantara.

Jadi perlu digarisbawahi, bahwa penyair atau sastrawan yang berkarya dengan bahasa daerah adalah juga penyair dan sastrawan Indonesia. Tetapi tidak berproses kreatif dalam bahasa nasional, bahasa resmi negara.

Lalu siapakah penyair nasional Indonesia itu? Ini yang agak berbeda.  Karena prinsip nasionalise adalah segala hal yang bersifat resmi, kesepakatan secara nasional dalam lingkup negara/kerajaan/dst,  maka kontruksi ini telah melahirkan sastrawan dan penyair nasional yang berproses kreatif dengan menggunakan bahasa nasional,  bahasa Indonesia.

Bedakan dengan penyair populer.  Populer itu relatif.  Bisa populer dalam suatu atau antar komunitas tertentu.  Populer di suatu daerah tertentu.  Populer di sebagian atau di seluruh Indonesia,  atau populer secara internasional.

Lalu apakah sama pengertian antara penyair yang populer secara nasional,  se-Indonesia, dengan pengertian penyair nasional?  Jelas ada bedanya.  Sebab pengertian penyair nasional merujuk pada pengertian yang sudah saya sebutkan,  yaitu para penyair yang konsisten berkarya menggunakan bahasa Indonesia,  maka tidak hanya berlaku  kepada mereka yang telah populer se-Indonesia.

Ini yang saya maksud, jika pemerintah bermaksud mengundang penyair nasional Indonesia, terlebih dahulu pemerintah harus memiliki data akurat tentang penyair-penyair yang aktif atau menonjol di seluruh Indonesia. Tidak perlu menggunakan teropong popularitas yang semu itu. Bahkan popularitas yang sesungguhnya justru bisa muncul setelah seluruhnya difasilitasi negara secara adil. Kecuali kalau negara lebih memilih sastrawan atau penyair secara sepihak, dengan model kepanitiaan tertentu.

Lalu siapah penyair lokal?  Ini belum jelas. Sebab penyair nasional pun bisa disebut penyair lokal, ketika kita bicara penyair-penyair internasional. Misalnya,  kita sebut penyair Jepang,  penyair Cina,  penyair Malaysia,  penyair Indonesia dst. Itu semua adalah penyair lokal belaka.

Tetapi sebutan penyair lokal bisa dipilah berdasarkan pembagian waktu dalam suatu negara.  Misalnya berdasarkan Indonesia bagian Barat,  Indonesia bagian Tengah,  dan Indonesia bagian Timur.  Bisa juga kelokalan itu berdasarkan pulau-pulau besar dan kecil,  atau berdasarkan pulau-pulau besar yang menyertakan pulau-pulau kecil di sekelilingnya.  Selain itu kelokalan juga bisa dilihat dari wilayah propinsi atau kabupaten/kota.

Selama ini kita sering dengar,  undangan penyair/sastrawan telah meliputi seluruh propinsi se-Indonesia. Tidak mustahil begitu.  Tetapi itu seremoni apa?  Apa judulnya?  Apakah maksudnya tiap propinsi telah diwakili 1-2 penyair?  Atau jumlahnya disesuaikan dengan jumlah penyair yang ada di tiap propinsi?  Atau terpaksa disesuaikan dengan jumlah kursi undangan?  Atau tiap kabupaten/kota di tiap propinsi telah terwakili oleh 1-2 orang penyair/sastrwan? Atau telah terpanggil seluruh penyair/sastrawan di seluruh kabupaten kota?

Kalaupun, ini misalnya,  seluruh penyair di tiap kota/kabupaten telah terwakili semua, apakah pendataannya dijamin akurat sehingga tidak ada yang terlewat?  Soalnya hajat yang di fasilitasi oleh negara pasti mengunakan anggaran negara.  Jelas sensitif jika tidak adil.  Berbeda kalau swasta yang mengadakan.  Paling-paling akan berujung pada sebutan,  komunitas A atau komunitas Z mengadakan temu penyair/sastrawan nasional.  Yang namanya komunitas,  tentu tidak mengundang semuanya tidak masalah.  Apalagi anggarannya bukan angggaran negara.

Maka saya bilang, pemerintah,  atau panitia yang difasiltasi oleh negara harus menggabungkan dua pengertian sekaligus dalam tiap undangannya. Yaitu undangan berdasarkan pemetaan kelokalan tertentu,  kelokalan yang direkayasa, dan undangan berdasarkan pengertian penyair nasional itu. Sebab,  semua yang terpaksa dipetakan berdasarkan kelokalan tertentu itu sesungguhnya penyair/sastrawan nasional juga. 

Apalagi belakangan ini ada kerumitan-kerumitan. Ada yang disebut penyair Jogja,  tapi KTP-nya DKI Jakarta.  Misalnya. Maka jika demikian, pengundangan harus dilakukan oleh koordinator di Jogja atau di DKI? Bagaimana kalau ada seorang penyair/sastrawan Bandung,  5 tahun tinggal dan ber-KTP Jakarta, lalu 3 tahun berdomisili dan ber-KTP Bali, lalu pindah ke Semarang 7 tahun?  Ini sekadar contoh saja. Maka, selain pemetaan berdasarkan rekayasa kelokalan,  saya mengingatkan,  Indonesia patut punya data penyair/sastrawan nasional. Si Fulan mau tinggal di suatu kampung tertentu,  mau pindah-pindah,  gak soal,  yang jelas dia terdata sebagai penyair nasional Indonesia. Toh kalau karyanya di muat,  bisa di koran dan majalah mana saja.  Lintas daerah.  Kalau bukunya diterbitkan,  bisa oleh penerbit mana saja.  Gak perduli alamatnya.

Undangan terbuka toh bisa dilakukan panitia melalui surat kabar, majalah, radio, televisi dan media internet,  selain melalui jaringan lembaga dan komunitas senibudaya antar kabupaten/kota.

Dalam data nasional itu bahkan tercantum jelas jika seorang sastrawan atau penyair tertentu telah meninggal dunia.

Itulah kejelasan maksud saya.  Bukan semata urusan undang-mengundang itu.  Tetapi lebih pokok memahami maksud dari eksistensi penyair Indonesia,  penyair nasional, penyair daerah, dan penyair berdasarkan pemetaan rekayasa kelokalan.

Istilah 'nasional' , juga dipakai di dunia radio.  Semua radio di Indonesia telah disebut, radio siaran nasional. Ada radio komunitas dan ada radio niaga. Termasuk di dalamnya radio RRI dan radio milik pemerintah daerah. Ya,  semuanya disebut radio siaran nasional. Sehingga rujukannya adalah undang-undang siaran.

Demikian pun dalam kepenyairan.  Kita mengenal istilah penyair Indonesia,  penyair nasional dan penyair daerah. Istilah penyair daerah,  bukan karena masalah rekayasa kelokalan semata,  tetapi lebih fokus untuk menghargai penggunaan bahasa daerah.  Oleh sebab itu kita mengenal sebutan,  penyair Jawa,  penyair Sunda,  penyair Bali, dst.

Eksistensi penyair/sastrawan daerah tidak bisa dibilang kecil.  Mengacu pada prinsip peringatan Hari Bahasa Ibu Sedunia (International Mother language day),  maka bahasa daerah tidak cuma diakui sebagai aset nasional,  aset negara,  tetapi sekaligus aset internasional. Yang artinya, harus atau bisa bermanfaat melalui bahasanya yang khas di seluruh penjuru dunia,  tanpa sekat-srkat kelokalan,  sekat-sekat nasionalisme. Karena memamg begitulah bahasa.  Tetapi sebagai sesama bahasa dalam kesejahteraan manusia, maka prinsip bahasa daerah di suatu negara pasti akan bersinergi dengan bahasa nasionalnya.

Itu sebabnya masyarakat international bebas mempelajari atau meneliti bahasa-bahasa daerah di Indonesia.  Bahkan menerjemahkan karya sastra daerah itu ke berbagai bahasa dunia.  Itu komunikasi yang efektif yang menunjukkan besar dan luasnya posisi bahasa ibu, atau bahasa derah itu. Istilah bahasa ibu pun sudah memiliki interpretasi tinggi.  Mengandung pesan peradaban.

Sekedar menambahi data.  Saya telah berulang-ulang kali mengatakan, bahwa falsafah Kasundaan,  misalnya, adalah falsafah untuk kehidupan manusia di muka bumi, sehingga sangat diperlukan pihak-pihak yang  mampu menguak universalitasnya.  Tentu, dalam kontek nasionalisme jalan ini justru lebih membuka wacana nasional untuk memahami hakekat falsafah yang menjadi kekayaan daerah itu. Yang semakin menguatkan tiang-tiang ke Nusantaraan yang bhineka tunggal ika.

Satu contoh. Ketika kita membuka, masyarakat Sunda yang Nyunda itu pastilah begini dan begitu.  Maka tafsir universal dari begini dan begitu itu mesti bermanfaat bagi Indonesia dan dunia. Dan jelas dibutuhkan para pihak (para soleh)  yang mampu mengomunikasikan itu. 

Justru dalam promosi atau 'jualan'  potensi daerah, keterkenalan aset dan potensi daerah dalam skala internasional sangat perlu didukung oleh negara.

Bahkan sebelum semakin menjadi daya tarik internasional, aset dan potensi daerah termasuk sastranya,  patut dihangatkan dalam pembicaraan secara nasional. Tidak perlu alergi ketika ada budayawan nasional yang notabene tidak berasal dari Sunda, tetapi memahami kedudukan senibudaya daerah di Indonesia, menjadi pembicara yang mengangkat Kasundaan itu.  Namanya juga promosi.  Pun tidak harus, acara yang dimaksudkan untuk promosi Kasundaan cuma disajikan dalam bahasa Sunda.  Padahal kita tahu,  promosi sastra Jepang di Indonesia dilakukan dalam bahasa Indonesia, tidak dalam bahasa Jepang.

Jadi kalau di Jawa Barat banyak diadakan seminar,  diskusi,  dll yang acaranya dibuat eklusif dalam bahasa Sunda, bisa jadi akan kurang membuka wacana nasional dan internasional. Lebih sebagai pemenuhan kebutuhan orang Sunda belaka.  Padahal Sunda hadir untuk dunia. Kecuali divideokan lengkap dengan teks terjemahnya. 

Kiranya semakin jelas maksud pemilahan dan penerjemahan istilah sastrawan Indonesia, sastrawan nasional, dan sastrawan daerah yang saya sampaikan di sini.  Yang kesemuanya berposisi sangat vital bagi ke Indonesiaan kita. Bahkan bagi peradaban dunia.

Gilang Teguh Pambudi 
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERLU GAK HARI AYAH? Catatan lalu.

TEU HONCEWANG

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG