2 MEI DAN KESEJAHTERAAN SISWA

DARITANAH

menggambar wajah anak-anak
di langit hujan
kau melihat senyum malaikat
yang membawa kalimat nisan:
"Bagaimana kalau dari tanah kuburmu
juga terbit matahari?"

Kemayoran,  23 04 2018 
#puisipendekindonesia 
------

Kita mulai tulisan ini dengan cerminan kesejahteraan pengetahuan dan emosional anak-anak yang dimulai sejak usia dini. Sebuah pertanyaan mesti kita jawab,  sejak anak mengenal huruf dan mulai bisa membaca,  serta sejak anak mulai mengenal warna dan menggambar bentuk,  apakah para guru memahami dengan sadar bahwa pihaknya sedang melakukan pendewasaan apa?  Apakah anak-anak berada pada posisi sedang disejahterakan secara pola fikir,  kesadaran,  dan kedewasaan?

Modal dasarnya tentu saja,  huruf,  warna, bentuk-bentuk,  dan gerak anak itu bukan benda mati pada proses tumbuh kembang anak-anak.  Ia adalah nilai dan ekspresi kehidupan mereka.

Seperti dalam puisi pendek saya:

dalam bahasa
bahkan nun mati
artinya hidup

Ya.  Hidup adalah keselamatan manusia dunia akhirat, dan kesejahteraan manusia lahir batin. Maka huruf,  warna,  dan bentuk-bentuk,  juga gerak motorik dan sikap sosial mereka adalah esensi dari kesejahteraan dan keselamatan itu.  Maka menjadi omong kosong kalau kita mengajarkan ABCD tanpa menyertakan pesan kemuliaan yang cerdas di situ.

Kita sudah lazim menyebut kearifan atau kesalehan dan kecerdasan lokal. Tetapi bagaimana mungkin kita berbohong kepada dunia pendidikan dan kepada kehidupan,  bahwa sesuatu tertentu itu saleh dan cerdas,  padahal tidak?

Bahkan di dunia dewasa saja,  banyak generasi yang gampang terprofokasi secara intelektual untuk bersikap pragmatis,  tidak menyelamatkan dan menyejahterakan,  tetapi dibela mati-matian sebagai pembelaan atas kebenaran-kebenaran. Di mana letak saleh dan cerdasnya? Dan ini bisa membuka topeng kebohongan kita kepada anak didik sejak usia pra-sekolah.

Saya ambil contoh,  komik dan film kartun adalah dua hal yang sangat dekat dengan anak-anak,  dekat dengan materi bermain sambil belajar di PAUD dan TK, tetapi yang memproduksinya  sudah pasti adalah para dewasa. Ada maksud apa para dewasa di sini?  Apakah untuk menyejahterakan dan mencerdaskan?

Yuk kita buka rahasianya.  Meskipun kita mengenal istilah komik dewasa dan film kartun dewasa,  tetapi kebanyakan film kartun stau animasi di layar tv ditujukan untuk dua golongan sekaligus,  yaitu golongan orang tua dan anak-anaknya.  Misnya film kartun Scooby-Doo,  SpongeBob SquarePants,  Tom and Jerry, Dora Emon, Shaun The Sheep, dll,  kesemuanya itu bisa dipahami sebagai tontonan dewasa,  sekaligus dipahami sebagai tontonan anak-anak. Titik temunya adalah pada pesan baik kemanusiaan. Multi interpretasi.

Kenapa demikian?  Sebab kita tidak sedang menyampaikan kerusakan,  pembodohan,  dan 'kematian' kepada para manusia,  tua ataupun anak-anak. Cuma soal sudut pandang dan daya apresiasi.  Pada anak-anak tentu saja apresiasinya lebih sederhana. Tetapi di depan SpongeBob,  para dewasa akan lebih menemui hal-hal rumit yang penting. Meskipun nontonnya dengan wajah cerah,  senyum,  bahkan kadang sampai terbahak-bahak.

Kalau soal gambar komik saya mau menyampaikan sedikit pengalaman saya sebagai guru gambar dari Sanggar Gambar Anak Berwarna Cannadrama yang suka mengajari menggambar dan mewarnai,  membuat komik dan poster, serta sering jadi juri dan panitia menggambar. Ini sudah saya lakukan sejak di Sekolah Pendidikan Guru dulu. Lalu jadi pembina komunitas seni aula di radio.

Begini.  Saya paling senang kalau sudah mengajari anak-anak membuat komik monster. Misalnya saya ceritakan ada monster asap berbau yang suka muncul secara tiba-tiba.  Hadir berupa asap bergulung yang bisa berbuat seperti sngin ribut,  meusak tanaman,  pagar rumah dan genting rumah.  Selain itu baunya yang tak sedap sering membuat penduduk,  bahkan binatang ternak muntah dan mabuk. Di akhir halaman komik berseri itu sang monster hanya kalah oleh seorang pemuda dengan doa-doa sakti dan tenaga dalamnya.  Dia bisa mengusir,  tetapi sang monster bisa datang tiba-tiba di kampung mana saja. Pesan si pemuda kepada masyarakat, "Jangan membuang sampah sembarangan,  karena itu menjadi daya tarik, monster itu senang menghisap bau sampah sehingga gumpalan asapnya sangat bau menjijikkan". Begitulah.

Menurut anda,  kartun monster saya itu dikhususkan hanya untuk anak-anak atau untuk segala umur? Ya.  Tentu untuk bacan keluarga,  orang tua dan anak-anaknya,  seperti pada film-film kartun di TV itu.

Oleh karena itu saya juga bisa mengajari cara membuat komik monster sendal,  monster daun,  monster tangan raksasa,  monster kaleng, monter api, dst. Saya memang dipaksa harus menyadari,  pada anak-anak,  huruf,  warna,  bentuk dan gerak adalah kesejahteraan dan keselamatan manusia. Ini ajaran sejak dini. Bagi semisal sekolah-sekolah Islam,  ini bagian dari strategi memahami ajaran mulia,  ajaran agama.

Selanjutnya kita tengok kesejahteraan siswa sekolah secara umum.  Kita akan sangat bersyukur jika kondisi bangunan dan segala fasilitas di sekolah-sekolah,  swasta dan negri,  menurut standar minimalnya terpenuhi.  Artinya ada pembangunan serius di situ yang merata dari kota sampai pelosok desa,  dari Aceh sampai Papua.  Artinya juga,  keunggulan yang melewati standar umum minimal jangan terlalu di besar-besarkan,  sebab 'yang keliru dianggap keunggulan' itu akan dianggap pintu kesenjangan baru bagi yang terhina kalau selalu berada pada standar kesejahteraan sekolahnya yang serba minimal.  Mereka selalu menuntut lebih dan luarbiasa.  Padahal kurikulum itu ada keutamaan dan raihannya.

Selain kesejahteraan di lingkungan sekolah,  anak didik juga harus memiliki kesejahteraan sejak berangkat dari rumahnya. Harus.  Bahkan kalau beberapa siswa di tiap kelas dalam program wajib pendidikan dasar terbukti dalam kondisi miskin,  pemerintah wajib turun tangan membantunya. Ini yang selama ini menjadi bagian dari kontrak politik mulai dari Pilpres sampai ke Pilgub dan Pilbup. Semoga tidak cuma sekadar janji.  Termasuk dalam hal pemerataan dan ketepatan sasarannya.

Khusus bagi anak-anak berprestasi,  pemerintah pun mesti perduli.  Mengapresiasi keunggulannya dengan dukungan, bantuan-bantuan,  dan beasiswa. 

Bahkan saya mencatat,  bagi anak-anak yang mewakili sekolahnya untuk mengikuti berbagai event atau lomba pun mesti terpenuhi kesejahteraannya.  Saya mengibaratkan,  jika Indonesia mengirim para atletnya ke ajang internasional, Seagames misalnya,  maka tidak bisa para utusan ini dibiarkan tanpa kesejahteraannya. Mereka harus difasilitasi.  Diberi perlengkapan,  fasilitas transportasi dan makan, layanan kesehatan,  dan uang saku ketika pulang.  Semua itu diberikan sebagai hal wajar tanpa harus menunggu dapat mendali.  Adapun soal bonus mendali dll,  itu soal lain.  Tidak berlaku secara menyeluruh kepada semua utusan. Pun demikian jika ada pelajar yamg mewakili sekolah untuk ikut serta dalam lomba ini dan itu,  sekolah harus memikirkan kesejahteraannya.  Tidak cuma disuruh menunggu kalau jadi juara.

Bagaimanapun keikutsertaan siswa mewakili sekolahnya adalah langkah yang serius,  bersifat istimewa, mendidik,  dan penuh kenangan kebaikan bagi masa depannya.  Kalah ataupun menang.

Selamat 2 Mei,  hari pendidikan.

Gilang Teguh Pambudi 
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERLU GAK HARI AYAH? Catatan lalu.

TEU HONCEWANG

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG