KEDAULATAN DAN KESEJAHTERAAN

TPS PERSETUBUHAN

aku berharap
persetubuhan di dalam kotak suara
spermanya tidak muncrat ke neraka

Kemayoran, 27 06 2018
#puisipendekindonesia
-------

Saya ber-KTP Jakarta, sehingga tahun 2018 tidak berada di daerah-daerah yang sedang menggelar Pilkada serentak. Karena untuk Pilkada DKI Jakarta sudah kelar tahun 2017. Dan saya sudah 'babak belur' di situ disebut kecina-cinaan, keasing-asingan, kekomunis-komunisan, kekiri-kirian, bahkan disebut kafir dan murtad. Entah apa maksudnya. Padahal saya kan cuma ngebahas Pemilu yang konstitusional, serta wajar teriak-teriak di Medsos ngedukung pasangan Ahok-Djarot. Yang pertama merupakan kesepahaman bersama, sementara yang kedua hak pribadi warga negara.

Dalam Pilkada serentak 2018 di Jakarta saya cuma ingin tahu informasi dari sana-sini. Sampai menulis status, "Kabari saya kalau ada orang-orang baik, negarawan yang memahami kedaulatan dan kesejahteraan Indonesia, yang terpilih dalam Pilkada. Saya mau beri selamat".

Inilah soalnya. Yang saya tulis sebagai status facebook itu bukan main-main. Secara prinsip besar saya ingin menulis 'panjang' soal empat hal. Tentang orang baik, negarawan, kedaulatan dan kesejahteraan.

Sebelum itu saya menggambar stiker di akun Gilang Teguh Pambudi dengan menyertakan tulisan, "di hari tenang dari dalam TPS aku dengar pidato Bung Karno tentang kedaupatan dan kesejahteraan Indonesia. NKRI & PANCASILA".

Tulisan stiker ini adalah kalimat nasionalis dalam kapasitas Bung Karno sebagai proklamator. Lagi-lagi menyertakan dua kata, kedaulatan dan kesejahteraan.

Maka sambil pasang kuping dan pasang mata di hari pencoblosan, 27 Juni 2018, saya ingin mengurai secara singkat empat hal tersebut.

ORANG BAIK
---------------------
Dalam kehidupan masyarakat Jawa disebut juga dalam istilah WONG APIK. Segaris dengan istilah  wong apik itu adalah WONG BENER. Sebab secara prinsip orang-orang baik itu ridak pernah menolak kebenaran dan kemuliaan. Sehingga istilah wong apik adalah adalah istilah yang bersahaja dalam relijiusitas masyarakat Jawa.

Istilah orang baik (wong apik) juga istilah pengantar secara edukatif kepada anak-anak dan remaja yang masih ngaji hidup, juga kepada para dewasa yang pemahamannya dalam banyak hal belum sampai. Dengan terus berposisi sebagai orang baik yang menginsyafi banyak kekurangannya, maka hati, fikiran, mata dan telingannya terus terbuka terhadap segala pencerahan. Terhadap hidayah Allah Swt. Hidupnya cenderung hati-hati. Sikapnya penuh tatakrama, sopan santun.

Kalau saya menyebut orang baik yang punya peluang bakal terpilih jadi gubernur, walikota atau bupati, atau saya harapkan terpilih, itu artinya, secara semarak ada yang hadir diri dan diakui sebagai figur yang diinsyafi secara kolektif pendukungnya sebagai orang relijius. Tidak ada istilah SALAH PILIH.

Kecuali kalau di belakang hari, figur yang kita anggap baik ternyata main belakang dengan kejahatannya, tentu itu soal lain. Itu bukan dosa pemilih. Tetapi dosa calon terpilih yang secara mengelabui menghalalkan segala cara. Dan melalui sistem konstitusi dan sistem sosial yang ada dia pasti ajan jatuh serendah-rendahnya.

Orang baik adalah orang yang amanah dan istikomah. Karena itu ketika ia seorang muslim, seorang beragama, sudah pasti tegak syahadatnya. Lurus prinsip hidupnya. Penuh cinta yang rahmatan lil alamin.

NEGARAWAN
----------------------
Meskipun yang sedang berlangsung 27 Juni 2018 adalah Pilkada serentak, tetapi parameter ketokohan pemimpin daerahnya mestilah seorang negarawan. Memahami eksistensi negara dan posisi strategis dan integral daerahnya bagi ke Indonesiaan kita. Pendeknya, kedaerahan kita yang bhineka tunggal ika tidaklah kontra ke Indonesiaan atau ke Nusantaraan itu. Tidak.ingkar nasionalsme yang diramati Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa.

Jangan sampai lahir tokoh-tokoh yang sok berjiwa kedaerahan secara total, menarik bak tokoh pembebasan, tetapi secara sungguh-sungguh, sadar atau tidak, justru sedang melepaskan diri dari ke Indonesiaannya sebagai komitmen bersama. Kalau tidak karena semangat kedaerahannya yang salah, bisa juga secara diam-diam karena suatu keyakinan yang menolak simbul-simbul negara semiaal Pancasila, merah putih dll. Persiapan ke arah sana. Yang sesungguhnya sedang membawa, mengondisikan masyarakat ke arah kerugian yang besar.

Ini penting. Negarawan adalah para pihak, figur-figur utama, yang melalui sistem kenegaraan yang ada, semaksimal mungkin ingin menyelamatkan dan menyejahterakan masyarakat. Disaksikan Allah dan para malaikatnya.

Di Indonesia, bagaimana mungkin seorang negarawan tidak memahami arti NKRI, Pancasila, bhineka tunggal ika, agama, kemanusiaan yang beradab, dst.? Bagaimana mungkin tidak bisa mengomunikasikannya secara nyaman dan mudah dipahami? Cuma bawa nafsu kekuasaan.

Bagaimana tidak tahu menahu bahwa seluruh kebijakannya, bahkan segala manuvernya sebelum terpilih adalah penjelas tentang ke Indonesiaannya?

KEDAULATAN
-----------------------

Sebuah negara sudah tentu mesti berdaulat. Kedaulatannya ditunjukkan dengan adanya wilayah, penduduk, pemerintahan, perundang-undangsn dst. Dari sinilah kita mulai bicara daerah-daerah di dalamnya, sistem yang dibangun di situ, serta cara melahirkan pemimpin daerah dan strategi menyejahterakan masyarakatnya. 

Itu sebabnya saya teringat proklamator, Bung Karno dengan semangat kedaulatan NKRI dan Pancasilanya. Yang saya ilustrasikan seperti suara-suara dari dalam bilik suara, TPS, sebelum hari H Pilkada.

Dalam kontek kedaulatan ini, ketika ada yang bicara atau berwacana kepemimpinan Islam, daulah Islamiah, maka secara terbuka adalah bicara peluang umat Islam melahirkan kepemimpinan nasional. Dan ini harus konstitusional dan demokratis. Tentu, demokratis dalam pengertian ketika rakyat menghendaki suatu kekuasaan untuk dirinya yang dirahmati Allah SWT yang rahmatan lil alamin (kasih untuk semesta). Tidak sekedar percaya pada suara terbanyak.

Kalau wacana dan pendiriannya ke luar dari kedaulatan NKRI maka siapapun tidak pantas menjadi pemimpin daerah di wilayah NKRI. Ini sangat vital.

KESEJAHTERAAN
-----------------------------

Untuk apa susah payah kita berjuang untuk kemerdekaan NKRI, mengakui membangun negara dan daerah-daerahnya, kalau kenyataannya mengingkari kesejahteraan masyarakatnya? Omong kosong!

Apa bedanya dengan dongeng dan fakta tentang proses melahirkan penguasa yang otoriter dan zalim, yang bebas bertindak semaunya kepada rakyat, dan hanya mengangkat kesejahteraan diri penguasa dan keluarganya, sambil mati-matian mempertahankan kekuasaannya, baik sampai mati maupun sesyai vatas tertentu dalam konstitusi.

Tanya Bung Karno,  pasti kesimpulannya kemerdekaan Indonesia adalah kesejahteraan manusia Indonesia!

Tanya Pak Harto, sesungguhnya ia ingin Indonesia sejahtera.

Tanya Jokowi, pasti dia sedih kalau mendengar Indonesia tidak berada di dalam upayanya untuk menyejahterakan rakyat.

Bagaimana mungkin membangun kesejahteraan itu hanya pada sedikit orang atau pada sebagian orang? Bagaimana mungkin pegawai negri atau aparat negara menjadi anak emas sementara masyarakat lain menjadi kelompok manusia kelas dua. Bagaimana mungkin membangun kesenjangan kaya miskin, dan kesenjangan pembangunan kota dan desa? Bagaimana mungkin membangun kesejahteraan itu dengan menutup pencerahan pada masyarakatnya? Mengharamkan kesaksian mereka. Bagaimana mungkin kesejahteraan hanya dilihat dari sisi lahiriahnya saja? Bagaimana mungkin kesejahteraan ruhaniah didasari oleh pemahaman ruhaniah yang sesat, tetapi tanpa disadari terus diakui sebagai kebenaran? Bagaimana bisa disebut kesejahtetaan itu terbuka merata bagi seluruh bangsa kalau di daerah-daerah ada pilih kasih dan pengelompokan yang tidak benar?

Negara tanpa membangun kesejahteraan adalah kebohongan! Kekuasaan tanpa membangun kesejahteraan adalah tipu muslihat dan kejahatan. Pengingkaran terhadap rahmat Tuhan. Menjadi kepala daerah tanpa kesiapan menyejahterakan warganya adalah kesombongan yang memalukan dan hina.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG