CALON PRESIDEN TANPA TANGAN?
KEHABISAN TUJUH
ia mengaku-ngaku
menabur kembang tujuh rupa
terpengaruh iklan TV
melatinya diipakai campuran teh
mawarnya dipakai mainan anak-anak
kenanga entah ke mana
sedap malam hilang sedapnya
sampai kampung di situ bilang,
"Habis tujuhnya!"
Kemayoran, Jumat, 13 07 2018
#puisipendekindonesia
Hayo keras mana? Hari ini, Jumat, 13 07 2018, di Indonesia warga negara yang mantan koruptor gak boleh NYALEG (nyalon legislatif). Setidaknya untuk saat ini. Kecuali kalau ada revisi undang-undang. Padahal di dalam Aturan Islam, seseorang yang nyata-nyata telah bertobat dari perbuatan dosanya, dan sudah berada di jalan lurus, boleh berjihad fi sabilillah dan boleh aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan secara normal. Nah lho.
Tapi emang sih, persoalannya, ukuran SUDAH BENAR-BENAR TOBAT itu gak gampang. Paling-paling indikatornya, diakui kebaikan dan kehormatannya oleh keluarga, serta sudah aktif dalam komunitas kebaikan di tengah masyarakat umum.
Bisa juga diformaliasikan pakai aturan, kalau mau nyaleg atau nyapres, selain seseorang sudah nyata-nyata menyatakan dan dinyatakan bertobat, pencalonannya harus 5 tahun setelah lepas dari penjara, misalnya.
Dan lagi, korupsi itu sama saja dengan mencuri besar-besaran. Bisa kena hukum potong tangan. Tergantung tingkat kesalahannya. Karena di dalam Aturan Islam, tidak semua pencuri dipotong tangannya. Selain itu ada juga tafsir, "mencari hukuman yang sepadan dengan potong tangan". Tapi bisa juga hukuman bagi seseorang koruptor sampai ke tingkat yang lebih tinggi dari sekadar hukum potong tangan. Nah, kalau seseorang tobat setelah proses potong tangan, dia bisa jadi CALON LEGISLATIF ATAU CALON PRESIDEN TANPA TANGAN.
Lalu tahukah kita ciri-ciri koruptor yang tidak pernah tobat seumur hidup? Ternyata kita mesti paham ini. Biasanya, meskipun fakta-faktanya lengkap, dia akan selalu bilang ke anak, ke istri, ke keluarga besarnya dan ke masyarakat, "Saya tidak korupsi, saya cuma jadi korban politik!" Dia tidak pernah menyesali. Bahkan besok-besoknya istrinya selalu bilang, "Suami saya meskipun dijebloskan ke penjara, dia bukan koruptor, dia korban politik!" Begitupun kata anak-anaknya, "Bapak saya itu ... Bla bla bla". Tidak pernah ada kalimat, "Sekarang bapak kami ulama kami, dia sudah benar-benar bertobat".
Apa ada yang butuh CARA BACA? Begini. Istilah 'potong tangan' itu muncul bersamaan dengan kenyataan adanya (banyaknya) orang yang suka mencuri. Teorinya, tangan yang suka mencuri itu harus dihilangkan. Tentu jika sudah sampai ke titik hukumnya.
Secara pinsip moralitas manusia yang berakal budi dan berkasih sayang pada sesama, tangan seseorang yang suka mencuri harus dihilangkan oleh dirinya, oleh pelakunya. Ini sebagai kesaksian dan penyadaran, yang menghilangkan tangannya adalah dirinya sendiri. Seperti ketika ada orang proyek kejedot besi kepalanya, maka benjol dan pening di kepalanya itu gara-gara ulahnya yang gak suka pakai helm proyek. Penggambaran atau perumpamaan proses menghilangkan tangan oleh diri sendiri inilah yang disebut dengan pertobatan. Harus dimulai dari niat dari dalam hati.
Adapun pada para koruptor yang jahat itu, hukumlah yang menemukan dan menghukum dia berdosa. Sebagai bukti bahwa seseorang telah sungguh-sungguh bersalah. Maka hukum, yang terinspirasi oleh hukum Islam, atau hukum agama, pasti bermaksud menghilangkan tangan seseorang yang telah terbukti atau punya kebiasaan mencuri. Tentu dengan maksud menghilangkan tangan yang suka mencuri, lalu menggantinya dengan tangan yang tidak suka mencuri. Oleh sebab itu, memenjara juga bisa sekaligus berarti merehabilitasi seseorang dari jahat menjadi soleh. Artinya, mengganti tangan itulah yang dimaksud dengan memotong tangan.
Pertanyaannya, setujukah anda jika seseorang koruptor, yang memenuhi batas ukuran tertentu, jika tidak dipenjara, maka dia layak dipotong tangan? Dalam hal ini, dipenjara sudah didefinisikan sepadan dengan hukum potong tangan itu.
Potong tangan = menghilangkan tangan. Menggantinya dengan tangan yang baru.
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
#SelamatBerfikir
#GakApalLangit
#GakApalTinggi
#GakApalIlmu
Komentar
Posting Komentar