APA MISI GEDUNG JUANG?
LANGIT MANUSIA
langit kemanusiaanmu cinta
mengapa bumi tubuhmu lupa?
Kemayoran, 2015
#puisipendekindonesia
------
Apapapun judul dan tema lurusnya dari niat "Jokowi Ma'ruf" (Ir. Joko Widodo - KH. Ma'ruf Amin) berangkat daftar 'nyapres' ke KPU dari Gedung Juang 45, saya terpikat dan setuju. Dari sisi semangat juang, dari kebangkitan suatu bangsa dan negara merdeka dan berdaulat, itu nyambung. Dari proses melestarikan spirit nasionalisme, sebagai bangsa yang nasionalis-relijius, berpancasila dan berbhineka tunggal ika, itu tepat. Dari 'bismilah' Agustusan, sebagai momen pembukaan pendaftaran dan kampaye capres-cawapres, itu jitu. Kenapa jitu? Karena sikap hidup itu mesti napak pada detik dan menit berjalan, selain napak pada keyakinan dan prinsip berbangsa dan bernegara. Sedangkan hari ini detik dan menitnya sedang syukuran, lagi Agustusan. Dan masih banyak alasan lain yang mencerahkan.
Saya menduga di seluruh propinsi se Indonesia ada yang namanya Gedung Juang Kemerdekaan. Sebuah gedung serba guna yang menjadi simbul bersatunya rakyat dalam pergerakan kemerdekaan. Sekaligus simbul kota perjuangan untuk terus mengingatkan segenap generasi pada arti patriotisme dan nasionalisme. Sikap budaya yang andal dan terdepan. Sebab patriotisme atau kepahlawanan adalah ajaran langit, sementara nasionalisme adalah tempat berseminya patriotisme itu. Ini sangat integral.
Merk dan citra Gedung Juang juga sangat menjual. Mudah dimengerti masyarakat, tanpa harus banyak-banyak mendeskripsikan. Meskipun kadang kalau menengok era Orde-Baru, pencitraan Gedung Juang, apalagi ketika menonjol warna hijau tuanya, biasa ditafsir miring segaris dengan citra militerisme. Padahal eksistensi dan simbul Gedung Juang sudah ada sejak era Orde Lama tanpa bel-embel pendekatan militeristik itu. Ini momen Jokowi Ma'ruf untuk meluruskan juga. Jangan sampai kita terlalu anti pada hal-hal yang tidak perlu. Meskipun setiap kali bicara "Sejarah Gedung Juang", selain bicara soal perlawanan rakyat terhadap kaum penjajah, kita pasti juga bicara Tentara Nasional Indonesia.
Hidup TNI!
Dulu kita biasa menyebut TNI ini dengan nama populer ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), dengan polisi di dalamnya. Dari sisi bersenjata memang keduanya bersenjata.
Bagi saya sebagai Wong Cilik posisi Gedung Juang juga strategis. Bisa jadi gambaran umum masyarakat Indonesia yang cinta NKRI. Tentu di luar kebiasaan khusus bapak saya yang selalu menyebut gedung tentara dan gedung-gedung perjuangan sebagai, "rumah kita". Sebab memang garis Bapak saya dekat dengan itu. Bahkan hari ini saya bersyukur karena bekerja di gedung yang selangkah jaraknya, nyaris berhadapan dengan Kodim Jakarta Pusat. Sekali lagi, selain bicara garis perjuangan tentara kita juga mesti bicara perjuangan rakyat secara umum, sebagai kesatuan yang utuh.
Saya mulai dekat dengan Gedung Juang waktu SMA/SPGN di Kota Sukabumi. Maklum, sebagai kutu buku saya mesti sering-sering ke perpustakaan umum, meskipun di sekolah pun nongkrongnya sudah di perpustakaan melulu. Dan kebetulan perpustaan umum Kota Sukabumi dulu adanya di lantai dua Gedung Juang 45.
Di situ saya juga sering menonton berbagai pertunjukan senibudaya. Menyaksikan cerdas cermat di Radio Siaran Daerah. Perrnah naik panggung main teater juga. Dan sebagai tokoh pemuda dari Remaja Mesjid dan Karang Taruna, serta manajer radio saya juga harus menghadiri berbagai undangan resmi, termasuk Pelantikan Pengurus KNPI.
Setidaknya cerita selintas saya tentang Gedung Juang 45 di Kota Sukabumi itu menggambarkan suatu keadaan jiwa Wong Cilik saya yang setulus hati sangat membanggakannya.
Gedung Juang di kota-kota manapun di Indonesia memang sebuah gedung serba guna yang kegunaannya bisa diatur sesuai kebijakan Kepala Daerahnya masing-masing. Tetapi garisnya tetap sama, sebagai perlambang atau kode perjuangan kemerdekaan dari masa silam.
Saya juga bersyukur, ketika mulai ber-KTP Jakarta beberapa tahun lalu, istri saya sempat diminta oleh teman-teman Volunteer PMI untuk mempertunjukkan sesuatu yang menarik di atas panggung ulang tahunnya. Dan saya memberi saran agar diadakan pementasan teater oleh Teater Volunteer PMI. Sebab menurut saya ada dua keutamaan. Pertama bersilaturahmi di hari jadi Volunteer PMI secara nasional, kedua menyuarakan eksistensi Teater Volunteer sebagai 'bahasa kemanusiaan' aktivis PMI. Dan alhamdulillah, saran saya diterima oleh seluruh panitia.
Inilah yang kemudian menjadi seru. Teman-teman Volunteer PMI minta agar diskusi persiapan untuk latihan teaternya dilakukan di TIM (Taman Ismail Marzuki), tetapi latihan rutinnya di Gedung Juang 45. Saya setuju itu, meskipun karena kesibukan kerja, akhirnya saya baru bisa hadir, mulai melatih dan menyutradarai Teater Volunteer PMI di Gedung Juang.
Saat itu naskah yang saya buat berjudul LANGIT MANUSIA. Bicara kesadaran dan kesaksian yang bisa disimak dari kalimat promosinya di media sosial, "Langit kemanusiaanmu cinta, mengapa bumi tubuhmu lupa? Langit kemanusiaanmu cinta, mengapa bumi tubuhmu dosa?"
Kalau kita bicara keberangkatan Jokowi Ma'ruf dari Gedung Juang ke KPU itu, salahsatunya pasti langsung mengingatkan saya pada spirit pementasan teater itu. Saya yakin ini akan menjadi seperti bagian dari doa bersama agar lagit kemanusiaan Jokowi Ma'ruf adalah cinta, yang segenap perbuatan kebijakannya kelak tidak akan pernah lupa. Membangun di segala bidang untuk keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan segenap bangsa Indonesia. Semoga!
Sebagai calon presiden petahana, setidaknya Jokowi telah memulai keberangkatannya dari jejak langkah yang amanah dan baik. Kalau tidak, tentu ia sudah tertolak oleh zamannya. Subhanallah.
Karena keberangkatan Jokowi Ma'ruf ke Komisi Pemilihan Umum pada hari baik, Jum'at pagi, maka puisi pendek ini baik untuk menutup tulisan ini:
LINGKAR
sepanjang abad jumat
rembulan bulat utuh
siang mengecup mesra malam persetubuhan
Kemayoran, 2010-2018
-----
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
dalam semangat:
#JalanLurusJalanTerus
#2019JalanLurusJalanTerus
#2Periode
#Jokowi2Periode
#JokowiDuaPeriode
#2019TetapJokowi
Komentar
Posting Komentar