ISLAM NUSANTARA

AKU JUGA MARAH

karena kau marah-marah

katanya aku Islam fanatik

bukan Indonesia 

sementara yang lain marah-marah 

karena aku terlalu Indonesia Sejati 

bukan mujahid muslim

Kemayoran, 2010-2018 
#PuisiPendekIndonesia
------

Anda sudah dengar kegaduhan seputar Islam Nusantara? Terdengar aneh bukan?

Bagi saya istilah Islam Nusantara atau Islam Indonesia, bukanlah istilah baru. Sebab sejak saya melek Islam, kedua istilah itu sama saja dengan sebutan, Islam di Indonesia dan Islam di Nusantara. Lalu apa anehnya? Jangan-jangan justru sudut pandang yang melihatnya yang aneh-aneh. Karena merasa punya daya giring ke tempat lain.

Saya juga tidak keberatan kalau dalam buku pelajaran di sekolah-sekolah kita, istilah Islam Indonesia atau Islam Nusantara ini muncul. Karena bukan upaya pemisahan diri. Sebab hakekatnya, Islam itu satu saja di dunia ini. 

Kita juga biasa menyebut Islam Turki, Islam China, Islam Malaysia dst. Sederhana saja maksudnya. Cuma mau menunjuk eksistensi Islam di situ.

Di Indonesia, Islam Indonesia atau Islam Nusantara itu ya berisi umat Islam semuanya. Dari NU, Muhammadiyah dll. Semua umat Islam di Indonesia.

Istilah Islam Nusantara tidak bisa diklaim oleh satu kelompok otau organisasi muslim tertentu. 

Kalau ada yang jalan fikirannya berbeda dengan saya (kita), berarti itu Islam Nusantara yang mana? Karena itu dari dulu juga yang namanya Islam Nusantara tidak punya ketua, baik di tingkat pusat maupun lokal, karena bukan sebuah organisasi. Itu eksistensi masyarakat belaka. Tetapi kalau muncul tokoh-tokoh yang getol menyuarakannya, itu biasa. Bisa siapa saja dan bisa banyak jumlahnya. 

Apa anda menemukan organisasi formal bernama Islam Nusantara? Kalau ada, mungkin Islam Nusantara dan Islam Indonesia saya di luar itu. Pada waktunya saya memang lebih menikmati sebutan-sebutan yang hidup di jalan lurus. 

Tetapi perlu saya tegaskan. Islam Indonesia dan Islam Nusantara dalam pengertian Islam di Indonesia dan Islam di Nusantara, tentu memiliki khas ke Indonesiaan, meskipun konsisten pada A-Qur'an dan As-Sunah. Inilah sisi menarik sekaligus persoalannya. 

Dalam kehidupan Islam Nusantara, kultur lokal Indonesiaanya pasti sangat menonjol dan khas, yang bisa membedakan dengan umat Islam di negara lain. Yang penting tidak ingkar sunah. Itu bisa terjadi pada kalangan NU, Muhammadiyah, dll. Bahkan bisa disebut, Islam Nusantara hidup merdeka dengan paham tradisional dan modernnya. Meskipun dalam menerima atau meramu tradisi-modern itu ada beda-beda kecenderungan.

Begitulah Islam Nusantara atau Islam Indonesia. Kalau ada yang mengaku-ngaku Islam Arab, misalnya, lalu ingin membenturkan dengan Islam Indonesia, itu kelakuan siapa? Padahal sejak jaman Para Wali dulu Islam Indonesia dan Islam Arab akur-akur saja. Kalau ada tamu atau jemaah haji asal Indonesia yang sampai sana bersarung, berbatik, berpeci hitam, berkain kerudung yang bukan jilbab rapat, dll selalu disambut sebagai kedatangan yang khas dan istimewa. Tidak ada yang maki-maki di daerah perbatasan atau di bandara. Tidak ada yang memaksa agar rambut wanita Indonesia harus 100% tertutup rapat. Tidak begitu. 

Mau mengadakan selamatan dengan bakar kemenyan sebagai pewangi di sudut halaman, sebagai perlambang pengusir kebusukan syetan pun biar saja. Negara-negara Islam gak ada yang ribet dan ribut. 

Begitupun ketika Raja Arab bertamu ke Indonesia, semua biasa-biasa saja. Pun ketika ada tamu penting dari negara-negara lain yang mayoritas penduduknya muslim. Semua saling menghargai ciri khas umat Islamnya masing-masing. Sehingga ibu-ibu yang berdaster dan berkebaya tiap hari di Indonesia tetap merasa sebagai hamba Allah yang dicintai oleh Allah dan Rosulnya. Kecuali bagi pihak-pihak yang menyebut, wanita berdaster dan berkebaya telah dibenci Allah dan Rosulnya.

Bagi saya (kita), Islam Nusantara bukanlah gerakan pembaharu yang baru saja dikenal, apalagi disebut gagasan era reformasi sejak 1998, tetapi merupakan kenyataan umat Islam di Indonesia dari dulu. Kalaupun belakangan ini wacananya viral, hal itu karena maraknya pembicaraan tentang tradisi Indonesia yang tidak bisa ditolak, atau tidak bisa dianggap salah oleh Islam. Selain karena di era 'media sosial' ruang diskusinya menjadi tambah terbuka.

Di jaman dulu wacananya sudah marak, tapi terkesan masih terkotak-kotak di setiap organisasi, institusi pendidikan, dan di lingkungan masyarakat di setiap titik hidupnya. Sekali-kali muncul dalam wacana di koran, radio dan TV. Ketika wacana di media-media itu tidak seramai media sosial hari ini. Dan posisi pemerintah, termasuk melalui mata pelajaran PMP misalnya, berusaha mengajak masyarakat untuk memahami nilai agama-agama dan kenyataan masyarakat Indonesia yang relijius.

Bagaimanapun relijiusitas adalah kekuatan besar sukses pembangunan di segala bidang di Indonesia. Oleh karena itu di dalam Pancasila, sila pertamanya menegaskan, Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sebutan Islam Nusantara juga bernilai kekuatan mendasar yang tidak boleh terganggu dan terintervensi oleh pihak manapun. Sebab umat Islam Indonesia senantiasa ingin menjadi hamba Allah yang terbaik di hadapanNya. Subhanallah. 

Ada yang berpendapat simpel, umat Islam Indonesia (Nusantara) dan umat Islam negara lain itu sejak dulu memang sama Islamnya, tetapi berbeda-beda pakaiannya. Ada yang begini dan ada yang begitu. Begitupun dalam khas-khas lainnya. Yang jelas beda tentu saja, antara Islam dan ajaran sesat. Karena itu ilmu untuk mengetahui ajaran sesat wajib ada. 

Gagap Islam Nusantara nampaknya juga masih merambah ke mana-mana, salahsatunya dengan menuduh Yenny Wahid yang diberitakan berniat melelang lukisannya, bergambar Jokowi telanjang dada menulis NKRI itu, disebut-sebut akibat dari wacana sesat Islam Nusantara. Walah-walah.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DINDING PUISI 264

JANGAN KALAH HEBAT DARI BIMA

TIDAK ADA YANG BENCI KALIMAT TAUHID