32. ORANG RADIO INDONESIA 0311-0320

0311
TRIMAKASIH

Karena tulisan-tulisan pendek ini dibuat disela-sela kesibukan saya menulis naskah-naskah lain.  Tentu sambil meminang poin-poin penting yang layak ditulis.  Maka wajar kalau di poin ke 311 ini kita sangat bersyukur. Karena setidaknya, Orang Radio Indonesia sudah mendapati 311 hal untuk direnungkan.

Terimakasih untuk yang setia mengikuti.  Yaitu praktisi siaran radio, baik yang masih aktif maupun yang sudah 'pensiun'.  Jurnalis radio. Penanggungjawab dan pengelola lembaga siaran.  Masyarakat pendengar setia radio dan seluruh pihak yang telah mempercayakan informasi dan promosinya melalui dunia radio. Serta tidak ketinggalan untuk KPI,  PRSSNI, jajaran #MENKOMINFO (#KEMKOMINFO), dll.

Tentu.  Tulisan saya bisa saja sangat tidak disukai,  terlebih-lebih oleh #PRSSNI dan #KPI (#KomisiPenyiaranIndonesia).  Sebab kritikan saya sangat tajam dan serius. Tetapi pada waktunya kelak,  tulisan ini justru mencerahkan buat PRSSNI, KPI, dan dunia siaran Indonesia.  Sebab berlama-lama menyimpan 'dosa'  adalah pengingkaran terhadap peradaban manusia.

Saya adalah saksi di dunia radio Indonesia, yang bangga dan bertanggungjawab penuh kepada dunia radio. Itu saja.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi 
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com

------

0312
RADIO DAN TV PENYAIR

Yang saya maksud dengan Radio Penyair atau TV Penyair tentu saja bukan radio dan tv yang siaran hanya untuk informasi seputar dunia dan kreatifitas penyair.  Bukan itu.  Tetapi ditujukan kepada radio dan televisi yang sangat perduli kepada tumbuh kembang dunia penyair (syair dan penyair)  di Indonesia.

Bahkan saya sempat berfikir,  kalaupun di muka bumi ini belum ada yang memulainya,  mengapa jadi masalah?  Apa karena kita negara kelas tiga yang pengekor melulu?  Padahal kalau kita memulai dengan sering mengangkat informasi dunia penyair Indonesia,  itu tiada lain karena realitas kehidupan masyarakat Indonesia sangat dekat dengan bahasa. Masyarakat sastra.

Bahkan ketika RA Kartini marah-marah,  mengapa masyarakat Jawa diajari baca Al-Qur'an tetapi tidak diajak memahami isinya?  Mengapa tidak ada tafsirnya dalam bahasa Jawa?  Itu semata karena selama ini bahasa Jawa telah mendalam memberi pengaruh spiritual. Sebagai kerja sastra yang tinggi di situ.  Tetapi dari banyak data saya curiga,  justru penjajahanlah yang memutus hubungan harmonis antara Al-Quran dan bahasa Jawa. Padahal justru Kitab Suci itu wajib dikomunikasikan dengan bahasa masyarakat. Dan itu sudah dipahami oleh para wali Allah. Sudah sejak jaman lampau.

Karena sastra adalah bagian dari geliat hidup masyarakat Indonesia,  maka sangatlah ideal kalau geliat kepenyairan juga menjadi informasi harian atau mingguan radio dan tv. Ini khas Indonesia. Jangan ada kesan radio dan tv hanya dikuasai info manusia sinetron,  film,  musik dll yang secara sepihak dianggap lebih pop (populer). Padahal radio dan tv-lah yang ikut memopulerkan artis-artis yang kurang populer itu.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi 
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com

------

0313
WAWANCARA PENYAIR

Bagi saya wawancara dengan penyair tentu bukan hal yang aneh.  Sebab lebih dari 20 tahun pernah mengadakan acara Apresiasi Sastra di beberapa radio. Di acara itu saya pernah berduet dengan penyair Ahda Imran sewaktu di radio Bandung.

Beberapa penyair yang pernah diwawancari secara live di ruang siaran misalnya,  Soni Farid Maulana,  Cecep Syamsul Hari dll.  Sedangkan yang pernah diwawancari secara tidak langsung misalnya,  Gunawan Muhammad,  Sutarji Calzoum Bachri, Juniarso Rudwan,  dll.

Pertanyaannya,  mengapa radio butuh mewawancarai para penyair?  Tiada lain karena saya selaku jurnalis,  Orang Radio Indonesia,  dan Narasumber Acara Senibudaya merasa yakin bahwa masyarakat Indonesia sejak jaman lampau,  sejak masa ngaji buku-buku bernilai tinggi dulu,  adalah masyarakat sastra.  Lalu mengapa seiring perkembangan,  potensi wawasan sastra masyarakat itu harus dimatikan?

Membawakan acara sastra,  termasuk mewawancarai para penyair tentu tidak dimaksudkan untuk mencetak penyair atau sekadar menemani komunitas sastra di mana-mana.  Tidak demikian.  Itu salah besar.  Sebab yang benar,  justru menemani seluruh masyarakat tanpa kecuali agar terbuka wawasan sastranya.  Supaya tidak GAGAP SASTRA.  GAGAP BAHASA.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi 
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com

------

0314
MATA RADIO 1

Ini serius.  Di mana,  seperti apa dan ke arah mana ditujukan mata radio?  Mata media publik? Tentu konsep madia massa di Indonesia adalah penyampai informasi yang mendidik serta mencerahkan,  bukan sebaliknya.

Saya ambil satu contoh.  Contoh ini bersifat kebetulan belaka,  agar berdekatan dengan tema tulisan saya pada poin 312 dan 313. Bagaimana cara MATA RADIO melihat sosok artis dangdut dan penyair misalnya?

Kalau yang pertama dilihat adalah artis dangdut dan produk rekamannya,  serta seorang penyair dan buku yang diterbitkannya, okelah.  Itu tidak salah.  Tetapi mengapa informasi seputar dunia multi-seni,  termasuk penyair,  seperti terkalahkan oleh info-info artis dangdut yang dianggap lebih pop? Padahal radio termasuk salahsatu media senibudaya Indonesia. Ini pasti karena soal MATA RADIO,  juga TV,  tidak berfungsi dengan baik. Atau awak radio dan tv-nya gagap senibudaya,  gagap sastra.

Kalau yang jadi soal adalah glamoritas dan popularitas,  sesungguhnya glamoritas itu hanyalah satu gaya hidup saja,  bukan representasi dari seluruh gaya hidup yang dipilih masyarakat, atau yang memberi jaminan inspirasi. Soal popularitas,  justru penyair akan semakin populer ketika masyarakat diajak mencintai dan memahami guna sastra.  Buktinya untuk menggelar lomba baca puisi dengan jumlah peserta lebih dari 500 orang,  bukan soal yang sulit bagi setiap panitia,  asalkan cukup daya dukungnya. Begitupun untuk bikin Malam Puisi yang dikerumuni penonton. Dan satu lagi,  kalau soal profesi penyair,  ini jawabannya: ketika Rendra atau siapapun dapat uang dari pemerintah sekian puluh atau ratus  juta dari pemerintah,  masyarakat sastra cuma senyum-senyum saja.  Sebab itu cuma rejeki Rendra seorang diri. Tetapi yang utama, masyarakat penyair justru sedang bersyukur karena syairnya terus bekerja,  panggungnya hidup, bukunya dibaca orang, meskipun kalau soal penghasilan, penyair itu dari jaman Rumi dan Ronggowarsito, multi profesi. Apa saja.  Gak penting. Saya sendiri penyair yang uang dapurnya dari siaran radio, dll.  Penyair lain dapat dari koran,  kampus,  pabrik,  tempat usaha, dll. Beda dengan penyanyi dangdut yang duitnya di atas panggung langsung.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi 
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com

------

0315
MATA RADIO 2

Tulisan ini saya buat pada hari ini,  Hari Bumi Sedunia,  22 April 2018. Sekaligus untuk menetralisir poin sebelumnya yang kurang bersifat umum membicarakan soal MATA RADIO. Dalam tulisan itu pendekatannya melalui dunia kepenyairan dan artis dangdut.

Sepanjang tahun kita punya banyak peringatan,  tidak cuma hari bumi seperti kali ini.  Di Indonesia sendiri kita mengenal sebutan peringatan atau perayaan hari-hari agama, hari-hari nasional,  dan hari-hari internasional.  Yang kalau disusun dalam setahun,  tentu sangat padat sekali.

Tetapi sesungguhnya hari-hari peringatan yang terserak itu, yang multi tema itu, yang kesemuanya serba demi kehidupan manusia yang beradab,  bisa dipakai untuk menguji Mata Radio kita,  apakah benar-benar tajam,  nanar,  atau buta.

Misalnya kita pakai parameter Hari Lingkungan Hidup Sedunia,  apakah benar radio telah berfungsi menjadi penyadar masyarakat untuk mencintai lingkungannya? Bagaimana konsep siaran katanya selama ini? Ini baru satu.  Coba pakai parameter seluruh hari-hari baik untuk manusia itu. Maka semoga mata radio kita teruji benar.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi 
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com

-----

0316
HARI RADIO DI HARI TARI

Tulisan ini terbilang unik.  Ditulis di Hari Tari Sedunia,  29 April 2018. Sambil berfikir soal tari-tarian di muka bumi ini,  termasuk di Indonesia,  sebagai orang radio Indonesia tiba-tiba saya teringat juga guna radio dan guna hari radio internasional.  Wajar kan?

Ya,  13 Februari memang telah  ditetapkan oleh UNESCO pada tahun 2011 sebagai Hari Radio Internasional.  Intinya untuk memberi kesadaran manusia atas fungsi radio bagi kehidupan manusia di seluruh dunia.

Kalau soal Hari Tari sedunia saya berkomentar kepada teman saya Agus Injuk yang memposting foto-foto "18 jam menari" di media sosial facebook.  Komentar saya: "Tapi saya merindukan tari sepanjang tahun,  di kampung-kampung,  di seluruh hajat negara,  hajat swasta dan hajat rakyat.  Juga di panggung-panggung agustusan.  Juga di panggung Pekan (vestifal) Muharom.  Dan di seluruh peringatan dalam rangka-dalam rangka itu. Sebab kalau sehari menari,  dua hari nonstop,  atau cuma seminggu gebyar besar, kapanpun harinya, itu bisa dicuri oleh otak pragmatis yang ngukut ujub ria takabur. Salam santun".

Kalau untuk Hari Radio,  saya cuma mau bilang sekaligus mengulang-ulang,  "Tajamkan mata radio untuk keselamatan dan kesejahtetaan hidup manusia (pendengar). Termasuk di dalamnya tajamkan mata senibudayanya".

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi 
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com

#hariharimanusia

-----

0317
NOBAR DI RADIO

Kapan peristiwa nonton bareng (NOBAR) pertandingan sepakbola di Indonesia mulai populer? Saya gak punya data pasti. Tapi asumsi saya sebagai Orang Radio Indonesia, dunia radio adalah dunia yang bersifat auditif, sehingga sejak semula, tanpa menyebut sebagai kekurangan, malah percayadiri menyebutnya sebagai keunggulan, radio selalu atraktif dalam menyiarkan secara langsung pertandingan sepakbola. Kalau tidak percaya, coba cek dan dengar peristiwa siaran langsung sepakbola di radio itu. Buktikan. Itulah khas yang bombastik pada waktunya.

Tetapi radio tidak pernah anti dengan dunia TV. Bahkan dari dulu ada saja penyiar radio yang kemudian nongol di TV atau sebaliknya, banyak penyiar TV yang sebelumnya berangkat dari radio balik lagi. Dari orang-orang inilah maka tidak ragu-ragu muncul gagasan memutar siaran TV, siaran langsung sepakbola yang ditonton oleh para pendengar. Biasanya cukup di Aula Radio.

Promosi Nobar di radio ini juga gak tanggung-tanggung. Biasanya sangat marak. Saya merasakan hal itu ketika suatu waktu dalam suatu kepanitiaan ngadain Nobar dengan Narasumbernya pelatih Persib, Indra Tohir.

Begitulah. Promosi radio tentang Nobar jauh lebih dulu dikenal daripada promosi Nobar oleh TV-TV yang baru marak sejak tahun 90-an. Maklum TV swasta mulai menggeliat tahun 90-an itu. Gara-gara ini maka Nobar pun marak di setiap intansi, komunitas, mall, dan pos-pos RW.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

#OrangRadioIndonesia

------

0318
KESEDIHAN SAYA

Saya merasa sedih kalau sebagai Orang Radio Indonesia disebut-sebut cuma jualan lagu. Termasuk kecewa juga kalau ada penyiar yang cuma merasa demikian. Kecuali yang sudah ijab-kabul sejak penerimaan karyawan, memang dia melamar untuk jadi penyiar musik. Melulu musik.

Tanpa kekhususan itu, maka orang radio tetap terbuka. Ia adalah pembawa acara apapun, termasuk berita, talkshow dan reportase. Yang artinya, ia pribadi penghibur, penyiar, sekaligus jurnalis.

Kalau persepsi radio tidak terbangun baik, hal itu karena banyak faktor. Termasuk karena induk organisasi profesi dan lembaga siarannya yang tidak punya daya promosi yang bagus atas profesi Orang Radio Indonesia. Apalagi kalau terjadi semacam pembiaran, siaran radio cuma main-main frekuensi untuk senang-senang saja.

Selain faktor induk organisasi dan institusi siaranya, kesedihan saya itu tentu bisa terjadi kalau ada kecerobohan orang radio dalam mencitrakan diri dalam gerak dinamis di tengah masyarajat. Tetapi untungnya, saya (dan siapapun yang segaris dengan saya) adalah Orang Radio Indonesia yang selalu optimis, dinamis, dan baik-baik saja.

Salam Profesional!

GILANG TEGUH PAMBUDI

#OrangRadioIndonesia

-----

0319 
BUKAN PANGGUNG HURA-HURA

Tulisan singkat ini dibuat di tengah rentetan bencana Nusantara. Baru saja kita terkaget-kaget oleh bencana gempa bumi di Lombok, NTB, yang banyak menelan korban, baik nyawa maupun segala bangunan yang ambruk dan fasilitas umum yang rusak berat,  kemudian berlanjut dukacita kita untuk tragedi gempa bumi dan tsunami di Palu dan Donggala, Sulteng. Menelan korban ratusan meninggal dunia, ratusan luka berat, ribuan warga mengungsi dan segala fasilitas hancur.

Ya. Itu adalah bencana atau perkabungan nasional. Menjadi duka bersama. Sudah tentu, semua radio-radio se Indonesia menyuarakan kalimat duka yang sama. Memang begitulah semestinya. Sebab sikap radio ini tidak bersifat intruksional atau sekadar formalitas menunggu pengumuman pemerintah soal adanya bencana nasional.

Menurut pengalaman saya, akan ada banyak sisipan acara radio dengan berbagai variasi yang menunjukkan sikap berduka. Selain adanya program khusus berupa informasi harian. Ini penting untuk membangun spirit hidup dalam kebersamaan, satu jiwa se Nusantara. Selain itu, pada acara-acara off air. Apapun. Minimal melalui kalimat MC dan sambutan panitia, pesan duka itu akan tersampaikan juga. Sebab betapapun panggung hiburan yang sudah direncanaksn jauh-jauh hari tidak bisa dihentikan, kita tetap punya perasaan duka yang sama. Syukur-syukur acaranya bisa diset sekalian sebagai panggung peduli bencana. Misalnya diselingi himbauan dan pengumpulan bantuan untuk para korban bencana melalui panitia radio. Itu akan lebih afdol.

Mengapa panggung hiburan (off air) tidak harus dihentikan? Ini butuh sikap dewasa berbagai pihak. Dimulai dengan kesadaran bahwa radio kita yang punya acara off air tidak berada tepat di sekitar area bencana. Berikutnya, hampir semua panggung off air radio sebenarnya hanya untuk dua hal, meskipun ada pertunjukan musiknya, yaitu untuk silaturahmi pendengar dan promosi produk (jualan). Sehingga tidak identik dengan hura-hura, apalagi aksi dan sensasi berlebihan. Bahkan tepat disebut bagian dari kerja sosial. Sehingga sangat mudah ditarik menjadi panggung bertema, peduli bencana.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com

-------

0320
BATIK TERMASUK SERAGAM

Hari Batik nasional, bahkan internasional, baru berlalu beberapa hari. 2 Oktober sesuai keputusan lembaga PBB, Unesco. Saya sebut nasional karena sekala peringatan dan keberangkatannya adalah penpengakuan atas eksistensi batik Indonesia. Tetapi skaligus saya sebut Hari Batik Internasional dengan asumsi belum ada hari batik internasional itu, selain terinspirasi oleh hari batik Indonesia yang meluas aturan atau kesadarannya sampai ke seluruh kedutaan besar Indonesia di seluruh negara. Yang menginspirasi masyarakat dunia untuk berbatik-ria.

Kaitannya rengan dunia radio, batik adalah satu jenis seragam informal yang sangat dianjurkan. Saya pribadi punya empat acara atau momen yang pernah membuat saya nyaman pakai batik selama kerja di radio. Pertama, setiap saya jadi moderator atau MC pengajian umum yang disiarkan secara langsung dari lapangan atau aula. Kedua, pada saat acara-acara resmi ketika saya harus memberikan kata-kata sambutan selaku pimpinan radio. Ketiga saat radio menggelar acara off air semisal, pelatihan kewirausahaan. Dan keempat ketika saya menjadi MC panggung musik keroncong.

Saya sendiri biasa memberlakukan secara sederhana rumus memakai seragam di radio. Yaitu ada seragam kerja di studio dan ada seragam kerja di acara off air (di lapangan). Tetapi seiring perjalanan waktu, ketika banyak radio membuat seragam yang serba praktis, bisa dipakai di ruang siaran sekaligus di lapangan, maka urusannya tinggal soal penjadwalan saja. Misalnya untuk Senin, Selasa, Rabu seragam yang mana? Selanjutnya untuk Kamis, Jumat, Sabtu, seragam yang mana? Termasuk di dalamnya berisi pemberitahuan kapan memakai baju batik dan baju takwa. Bahkan kapan mendadak jilbab?

Seperti yang pernah saya uraikan dalam tulisan sebelumnya, apakah radio butuh penampakan seragam on air dan off air, bukankah khusus untuk siaran on air tidak ada yang melihat, kecuali kalau siaran di TV? Ya, benar untuk live di TV memang soal pakaian nomor 1, saya sendiri pernah mendadak beli kemeja untuk siaran live di sebuah TV lokal sebagai komentator acara Bintang-TV. Tetapi jangan pernah lupa, radio itu identik dengan tiga hal. Pertama, ruang silaturahmi pendengar. Pendengar bisa datang ke studio kapan saja selama 24 jam. Kedua, radio itu tempat para tokoh berkoordinasi. Dari pemerintah daerah, kepolisian, kodim dll. Dan ketiga, tempat sponsor memantau dan melakukan kunjungan langsung secara tiba-tiba. Maka dapat dibayangkan kalau para penyiar yang sedang on air kepergok memakai celana kolor pendek dan kaos oblong bolong-bolong? Haha!

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERLU GAK HARI AYAH? Catatan lalu.

TEU HONCEWANG

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG