MENGENAL MOMO ASIAN PARAGAMES
MENJADI ELANG
penyair terbang
bukan dengan kata-kata seperti kau bilang
cukup dengan menjadi elang
Kemayoran, 07102018
#puisipendekindonesia
-------
Apakah anda termasuk orang yang masih salah-salahan soal maskot Jakarta? Sebagian bilang Tugu Monas (monumen nasional), dan sebagian lagi menyebut elang bondol dan salak Condet. Apalagi setelah tahun 1989 gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin mengeluarkan keputusan, elang bondol dan salak Condet sebagai maskot Jakarta/ Betawi.
Wacana elang bondol belakangan ini kembali menaik karena dipilih dengan seksama sebagai maskot tunggal Asian Paragames yang diselenggakan di Jakarta. Gelar Asia melanjutkan sukses Asian Games beberapa waktu lalu yang diselenggarakan di Jakarta dan Palembang.
Konon elang bondol pada ajang besar ini dijuluki Si Momo. Momo adalah singkatan dari motivation and mobility. Yang menyampaikan pesan, hidup harus penuh motivasi, dan bergerak mengatasi jaman (keadaan).
Menurut saya, berdasarkan sejarahnya kita tidak bisa mempertentangkan dua maskot Jakarta itu. Monas dan elang bondol memcengkram salak Condet. Yang kita butuhkan cuma menempatkan seluruh latar belakangnya secara proporsional. Itu saja.
Pertama, untuk Monumen Nasional. Tugu tinggi dan megah ini dilabeli kata 'nasional' di belakangnya. Sehingga sangat jelas, Monas adalah maskot DKI Jakarta sebagai ibu kota negara Indonesia. Apalagi tugu ini adalah pengingat untuk perjuangan seluruh pahlawan di tanah air untuk perjuangan kemerdekaan NKRI dan perjuangan menpertahankan kemerdekaan. Tentu, yang dimaksud adalah seluruh pahlawan Nusantara, termasuk yang di Jakarta.
Tentu terlalu jauh kalau kita curiga, pemilihan maskot elang bondol dan salak Condet adalah akal-akalan Ali Sadikin sebagai gubernur Orde Baru (gubernur era presiden Soeharto), karena Monas terlalu identik dengan era Soekarno.
Tidak cuma Monas sebagai simbul nasional. Bahkan Mesjid Istiqlal adalah juga simbul nasionalis Islam di ibukota negara.
Ya, bangsa Indonesia tidak ada satupun yang menolak, bahwa Monas adalah simbul DKI Jakarta sebagai ibukota negara. Bahkan sudah sangat populer sampai ke mancanegara.
Kedua, untuk elang bondol. Dia adalah satwa khas yang sudah sangat dikenal luas berhabitat di Jakarta, terutama di kepulauan Seribu. Sedangkan salak Condet adalah salahsatu hasil bumi khas Jakarta. Maka sangat masuk akal kalau elang bondol dan salak Condet menjadi maskot propinsi (daerah tingkat satu), DKI Jakarta. Satu wilayah di Indonesia.
Dalam pergulatan Asian Paragames 2018 yang diselenggarakan di Jakarta dan disaksikan oleh seluruh kontingen dari seluruh Asia, wajar kalau elang bondol dianggap patut dimaskotkan, karena sudah menjadi rahasia umum yang kuat di Jakarta.
Saya sendiri secara pribadi termasuk orang yang tidak terlalu kaget. Bahkan punya pengalaman yang sangat dekat, beberapa minggu lalu. Saat itu anak kedua saya diberitahu harus mewakili sekolah dalam lomba menggambar maskot bertema, semangat membaca. Saya bilang ke anak saya, pakai burung jalak juga bagus. Banyak pesan baiknya. Sementara gurunya meminta supaya anak saya membuat dua maskot, menggunakan burung jalak dan elang bondol. Saya langsung bilang ke anak saya dan gurunya, maskot baca pakai elang bondol juga sangat bagus. Banyak pesan baiknya. Apalagi kalau iming-imingnya ke para pelajar Piala Gubernur DKI Jakarta.
Sesungguhnya selain Monas ada maskot Jakarta yang paling populer, lebih populer dari elang bondol, yaitu ondel-ondel yang selalu menyemarakkan berbagai pesta rakyat Betawi dan menjadi souvenir di mana-mana. Maskot sepasang suami-istri (merah-putih) yang berukuran super besar yang konon dulu wajahnya lebih sangar dari yang sekarang. Soal sangar itu masih bisa jadi tafsir ondel-ondel yang sekarang. Yaitu sikap tegas yang bisa keras dalam membela atau menegakkan keadilan, di balik kelembutannya. Ibarat tentara atau polisi yang bisa membunuh.
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
Komentar
Posting Komentar