PUISI JUMAT DAN SEDEKAH PUISI

PUISI 12

memutari pusar bayi
dari lahir sampai mati
Januari sampai Desembermu
prasasti pada batu
maka jangan gadaikan tanda lahir
pada kematian yang tak kembali
yang tak dikenali
jika semua telah sempurna
dalam namaNYA
tak perlu menuntut bergegas pergi
sibukmu menumpuk hantu
cukup ruku bumi sujud diri

Kemayoran, 12102018
#puisipendekindonesia
--------

Ini Jumat yang baik. Penuh berkah. Insha Allah. Bagi masyarakat sastra dan penyair khususnya, ini juga Jumatnya puisi. Sebab pancaran kedamaian, semburat kesemestaan yang ada dalam kearifan puisi selalu sangat bisa menemui kenikmatan Jumat. Subhanallah.

Jumat dan puisi adalah ketenangan yang kerja cerdas.

Saya ingin mengucapkan terimakasih kepada RgBagus Warsono sesepuh Lumbung Puisi sekaligus editor, yang telah mengirimi saya 5 judul antologi puisi bersama sejak tahun 2017 lalu. Tiga yang terakhir saya terima kemarin adalah, Indonesia Lucu, Sedekah Puisi, dan Satrio Piningit. 

Di Jumat ini, saya tercenung untuk suatu yang agung dalam hidup. Yang lantas juga mengingatkan kepada puisi-puisi pendek saya, yang terangkum dalam 9 PUISI PENDEK DI ATAS TISU, yang termuat dalam buku Sedekah Puisi (penebar media pustaka, Yogyakarta)  itu. Saya ingat dan renungkan satu-satu.

Sebelum bukunya terbit, 9 puisi ini telah disosialisasikan pula oleh editor ke media sosial dan beberapa situs puisi di internet, bersama puisi-puisi lainnya.

9 Puisi Pendek Di Atas Tisu
Karya: Gilang Teguh Pambudi

1. MEMBUKA RAMADAN

hujan jam sembilan
menyentuh touchscreen
aku menulis keajaiban Ramadan

2. KEPADA SEORANG ANAK

teringat sebuah puisi
yang kuberikan kepada seorang anak
suatu kali
tentang hujan menyentuh daun
membaca ayat-ayat suci

3. PUISI DI ATAS TISU

puisi di atas tisu
tipis rahasianya
sebab tak guna penyair
menyembunyikan makna

4. KUTULIS PUISI

pada tisu
kutulis puisi
lembut
dan wangi

5. BASAH LANGIT RAMADAN SAMPAI KE RAMBUTMU

coba selalu bayangkan ada di Ramadan
hari ke tiga
hujan
bacaan-bacaan langitpun basah
sampai ke rambutmu

6. BAGAIMANA SAMPAI RAMADAN

bagaimana Ramadan sampai hari ke tujuh
kalau tubuhmu tak menemui hujan
di situ?

7. RAMADAN YANG SELALU PUASA

sebab kamulah Ramadan yang selalu puasa
sampai hujan tak mengatakan, tidak!

8. RAMADAN ITU

basah siangnya
basah malamnya
tak berkesudahan

9. RAMBU MALAIKAT

malaikat memasang rambu Ramadan
"hati-hati dalam perjalanan"
aspal yang basah hujan
selalu cinta dan persetubuhan
nanti keringnya, melulu penantian

Kemayoran, Ramadan 1439H - 2018

------

Mengapa 9? Pertanyaan yang lazim. Karena angka sembilan bisa kita pinjam sebagai pernyataan atau proklamasi diri, bahwa kita ini cuma hamba Allah, mahluk penyembah, yang sejak semula hanya berposisi sebagai 'para pencari Allah'. Tapi kita sukacita dengan itu sebagai khas manusia. Pembawaan orang baik.

99 tentu asmaul husna. Kemuliaan Allah yang maha kuasa dan maha adil. 

Mengapa di atas tisu? Sebab tisu itu pembersih dan tidak pernah kotor. Sebab yang dibuang selalu kotoran. Maka tidak akan pernah ada mahabintang manapun yang membersihkan bibir memakai tisu kotor bekas membersihan tai ayam. Itu sebabnya persepsi tisu selalu barang bersih di atas meja. Sedangkan semua yang sudah dibuang adalah kotoran. Maka di atas tisu itulah ada sajak saya.

Benar, manusia tempatnya luput dan dosa. Tetapi apakah kita menyuruh dan menyukai anak kita mengucapkan bismillah, dalam posisi kita sebagai najis? Tentu tidak demikian. Tentu dalam posisi sebagai bersih. Sebagai kebaikan. Perkara istigfar (pertobatan) hamba yang merasa tidak pernah bersih, itu adalah santapan harian kita. 

Begitulah puisi di atas tisu. Tisu sendiri sangat tipis, sehingga seperti dalam satu puisi pendek di situ saya menyebut: puisi di atas tisu/ tipis rahasianya/ sebab tak guna penyair/ menyembunyikan makna. 

Meskipun dari 9 puisi pendek saya itu sebagian menyebut langsung kata Ramadan, tetapi secara pesan nilai, sesungguhnya itu bacaan harian kita. Seperti sebuah analogi, penyair Cecep Syamsul Hari biasa menyebut bulan Juni, tetapi pesan moral dalam puisi itu untuk 12 bulan berjalan. Selain itu, sesungguhnya Ramadan adalah jalan tol harian kita. Disebut ataupun tidak.

Dan ada tiga puisi di situ yang tidak menyebut Ramadan secara langsung, baik pada judul maupun badan puisi, yaitu:

KEPADA SEORANG ANAK

teringat sebuah puisi
yang kuberikan kepada seorang anak
suatu kali
tentang hujan menyentuh daun
membaca ayat-ayat suci
---
PUISI DI ATAS TISU

puisi di atas tisu
tipis rahasianya
sebab tak guna penyair
menyembunyikan makna 
---
KUTULIS PUISI

pada tisu
kutulis puisi
lembut
dan wangi 
---

Selamat Jumat seluruh cintaku.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com 
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERLU GAK HARI AYAH? Catatan lalu.

TEU HONCEWANG

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG