JANGAN BUNUH PEREMPUAN DENGAN CARA APAPUN
MEMBUNUH PEREMPUAN
sangkamu cuma dulu
membunuh perempuan hidup-hidup itu
cuma dikubur ke dalam tanah hidup-hidup?
lalu bagaimana mengajarinya
paham agama salah
ketika ia bernyawa tetapi sudah disuntik mati?
atau bagaimana dengan tidak membuka
hak-hak merdekanya?
atau bagaimana ia
dipotong tangan dan kakinya
atau justru dikamarkan oleh uang
sehingga tak punya kekuasaan untuk kemuliaan?
Kemayoran, 06112018
#puisipendekindonesia
-------
Terserah anda mau pro-kontra terhadap pendapat saya. Dulu pernah ada yang nanya waktu ribut-ribut jatah wanita di parlemen. Saya jawab, jatah wanita itu punya hak untuk mengisi ruang parlemen sepenuhnya. Tentu dengan persaingan yang normal-konstitusional baik antar wanita sendiri maupun dengan kaum pria. Itu jauh lebih terhormat dan merdeka, daripada cuma dikasihani dengan jatah, 20-30%. Sebab kalau cuma dijatah 30%, berarti telah membunuh peluang untuk 100%. Yang artinya akan banyak para pejuang wanita yang gagal masuk. Meskipun bisa dijawab sambil ngeles dan nutup muka, "Kita perjuangkan bertahap". Entah sampai berapa ukurannya, sampai 50:50 dengan kaum pria? Atau sesuai dengan kondisi penduduk? Misalnya 55% wanita dan 45% pria. Ah, malah terdengar tidak total.
Kenapa saya cenderung demikian? Sebab jika pun dibatas, jatah wanita di parlemen ada 30%, Atau wanita di kabinet minimal 20%. Ujung-ujungnya cuma rebutan jumlah. Padahal yang kita butuhkan yang paling siap, berkemampuan tinggi dalam memecahkan masalah dan membangun serta yang didukung atau dipercaya rakyat. Lalu bagaimana kalau suatu saat tokoh wanita yang menonjol sebenarnya cuma ada 20% tapi dipaksa-paksa memenuhi jatah 30%? Atau bagaimana kalau perempuan yang hebat sesungguhnya sanggup mengisi 70% posisi, sedangkan jatahnya cuma 30%?
Atau wanita masih takut diakali kaum laki-laki? Bisa malah gak kebagian kursi nanti. Emangnya laki-laki di muka bumi itu mahluk seperti apa? Para penipu wanita? Untuk itu ngotot minta jatah yang pasti-pasti aja? Begitulah dulu saya berkomentar. Karena anak saya dan ibunya juga perempuan. Dia bangga kalau hari ini (2018) ada 100% wanita di DPR yang terpilih karena hebat. Laki-laki minggir semua kalau tidak terpilih. Dan saya tetap akan kasih tanda jempol atau 'like' atas kenyataan itu. Tetapi ya harus mau nerima dan bersyukur juga kalau ternyata wanita pun pada suatu ketika cuma menang 12%. Sebab komitmen laki-laki yang 88% juga wajib berjuang untuk kaum wanita. Jangan bilang gak bisa. Jangan membodohi bangsa sendiri. Kan banyak lembaga wanita yang bisa menyampaikan aspirasi ke DPR secara terbuka sehingga terpantau oleh masyarakat luas?
Soal poligami, saya juga ngritik. Awas, jangan berani pakai nama pahlawan hebat RA. Kartini untuk anti poligami dan membantai Nabi Besar Muhammad SAW. Meskipun bahasanya dilembut-lembutkan. "Rosulullah wajar poligami, karena dia Rosul. Amanah dan adil tak terkirakan. Sedangkan wanita sekarang tidak ada yang mau dipoligami karena tidak ada laki-laki seperti Rosulullah". Ya, sepintas terdengar argumentatif mengatasnamakan seluruh wanita. Padahal sekaligus secara tidak langsung berteriak demonstratif, ajaran Rosulullah hanya cocok untuk dirinya sendiri!
Padahal dari suatu alasan tertentu pada peristiwa khusus pula, yang belum tentu menjadi peristiwa dan pilihan populer, wanita dan para manusia justru diuntungkan dengan tidak diharamkannya poligami oleh Allah Swt. Meskipun kita juga tidak menutup-nutupi dari fakta nyata, banyak yang pingin berpoligami tetapi tidak ngerti apa-apa soal poligami yang amanah, adil, dan menyelamatkan. Cuma menang nafsu doang. Tetapi serampangan anti poligami adalah juga melanggar kebaikan hidup manusia. Sudah jauh-jauh hari menganggap seluruh manusia yang berpoligami adalah mahluk berdosa. Layak dipermalukan dalam berbagai diskusi publik. Bahkan kelak bisa diformalkan dalam undang-undang, laki-laki poligami tidak boleh nyalon kepala daerah, presiden atau anggota DPR. Begitupun dengan wanita yang mau dipoligami. Pada saat itu para aktifisnya hanya berkaca pada rasa masing-masing secara kolektif. Tidak sudi membaca kemungkinan garis hidup yang lurus yang lain.
Ha. Kebetulan saya pernah dibehentikan kerja dari suatu radio, konon gara-gara suka membahas tema poligami saat siaran, serta membahas keharmonisan pasutri yang terdengar agak fulgar. Padahal sudah ada ukuran undang-undangnya, selain paham halal haram. Dan lucunya, konon ada LSM wanita di belakangnya yang curhat (demo) ke KPI. Begitu kata direktur saya yang saat itu seorang Ketua PRSSNI Jawa Barat. Sungguh hebat dan dasyat!
Aa Gym saja pernah dibantai habis gara-gara poligami. Disiarkan dalam banyak pemberitaan dan ramai di media sosial. Sampai saya bilang, kok kejam banget ya?
Dan saya punya banyak kisah lain yang tidak bisa diuraikan semuanya. Yang kesemuanya membuat saya berfikir, apakah kita tidak pernah curiga, justru yang sedang terjadi, melalui perjuangan membela perempuan oleh pihak-pihak tertentu, justru sedang menunjukkan sikap ---disadari atau tidak--- 'membunuh wanita'? Wanita dianggap jenis mahluk khusus yang harus dikondisiksn begini dan begitu. Dan begini begitunya masuk akal, terdengar sangat memikat kaum wanita karena berkaitan dengan harga diri dan ruang hidupnya. Padahal itu cuma pemanis. Yang sesungguhnya wanita sedang digiring ke suatu tempat tertentu, yang sepintas terlihat aman.
Atau ini kesalahan kita bersama. Karena dari sejarah Islam menghadapi kaum jahiliah, kita hanya kenal tokoh-tokoh jaman dulu yang katanya suka membunuh wanita hidup-hidup. Sebab wanita itu dinilai lemah dan cenderung merugikan. Dan bagi para tokoh, apalagi kelas raja, yang butuh penerus laki-laki, wanita adalah mahluk penghalang. Pembawa sial. Yang menampar muka bapaknya. Apakah cuma begitu kita bisa memahaminya? Terutama di kalangan awam.
Sehingga atas pemahaman seperti itu kita jadi kurang tercerahkan untuk memahami maksud-maksud pembunuhan wanita versi lain? Misalnya, anggap wanita itu pemberian dewa yang paling istimewa, indah dan menghibur, tinggi dan mulia, sehingga harus dijaga oleh seluruh laki-laki. Sepintas memang nampak dasyat propaganda ini. Padahal di sini wanita bisa saja sedang dibunuh. Dia diberi kesadaran untuk menjadi mahluk peliharaan yang harus berlengggak-lenggok penuh sukacita. Benar-benar seperti kesadaran yang selama ini dicari kaumnya. Cahaya terang benderang. Tetapi tidak boleh bicara banyak tentang apapun. Tidak boleh bertanya hal yang pelik. Haram mendebat. Apalagi masuk parlemen, dlsb. Itu hanya jatah para penjaga dan penguasa. Dan saya tahu, Islam telah membongkarnya untuk menyelamatkan kaum wanita yang terhormat.
Lucu dan gilanya, hari malah banyak wanita berbondog-bondong menuju ke tempat bunuh diri. Ke tempat uang dan perhiasan, misalnya. Bukan soal uang dan perhiasannya yang jadi masalah, tetapi lebih ke niat dan gaya hidupnya yang merubah 360 derajat etika kemanusiaan. Ya, siap mati di situ. Sambil pegang 'gayung' atau apapun nama sindirannya. Tetapi kehilangan nilai mulia. Bahkan status suaminya bagi wanita-wanita ini, hanya melulu soal peluang uang. Urusan cinta cuma soal pelampiasan nafsu yang punya banyak cara untuk mengakalinya. Kalau suami tidak demikian, mesti ditendang. Apalagi wanita tahu, katanya hasil ngaji politik hidup, tak ada satupun suami yang kuat dan berkuasa sehebat apapun dia. Sebab ketika suami merasa gagah dengan sanggup ngasih nafkah 10 juta tiap bulan, si istri masih bisa berontak, "Buat membeli hidup saya, 10 juta itu hanya menyenangkan 3 hari". Ini perumpamaan saja. Dan siapakah yang membuat para wanita pergi ke tempat bunuh diri itu? Ternyata ---sadar atau tidak---- mereka adalah para pembunuh wanita dengan strategi seperti itu.
Dan masih banyak contoh penggiringan wanita ke arah semakin gak ngerti, tetapi seolah-olah memasuki wilayah ngerti. Dan anehnya dilakukan oleh kaumnya sendiri. Selain oleh pihak laki-laki yang masabodoh.
Saya ambil contoh sederhana lain, mengapa di pengajian-pengajian, kalau kaum lelaki bisa sampai serius membongkar-bongkar tafsir, bahkan boleh debat segala asal tetap pada relnya, tetapi di kalangan majlis taklim ibu-ibu, seringkali sampai tujuh turunan, istilahnya, cuma menyempurnakan bacaan Al-Quran dan terus mengulang-ulang kisah-kisah yang tak pernah dibongkar kekayaan hikmahnya? Mengapa? Apa wanita awam sudi disebut lemah? Meskipun kita tidak bisa menutup mata, kita husnuzon, majlis taklim itu halal difungsikan sebagai tempat silaturahmi. Yang penting ibu-ibu sekampung itu senang ketika bisa ngumpul pakai jilbab bagus yang serba wangi. Mereka merasa kompak dan bersatu.
Ada juga teriakan yang sering terdengar begini, "Kita sebagai wanita ... bla bla bla". Mengarah pada suatu kesimpulan tertentu. Tetapi esensi dan subtansinya jauh dari paham, "Kita sebagai manusia, sebagai hamba Allah".
Selain itu ada juga yang berlagak intelektualitas tinggi. Menyadarkan perempuan (atau laki-laki) bahwa hidup ini cuma teori-teori bikinan. Termasuk yang dibuat Muhammad SAW. Akibatnya, bukan ngaji ngerti dengan tahu 'cara baca hikmah', malah yang ada membenarkan cara apapun. Sebab semua pribadi hanya berkepentingan menjaga teori masing-masing, betapapun teorinya itu jahat dan mencelakai orang lain. Akibatnya cuma 'eker-ekeran', menang-menangan seperti binatang. Tidak ada adabnya. Adabnya cuma muncul pada kulit luar, misalnya tampil wibawa, berbatik rapih, atau bahkan berani berjilbab dan sering pakai peci. Prinsip-prinsipnya sudah hancur. Hatinya mati dibunuh.
Saya termasuk orang yang setuju jika ada orang tua yang sangat berat memberikan ijin kepada anak perempuannya ikut kemping serampangan, kecuali di tempat aman yang terkoordinir secara rapih dengan penanggungjawab yang jelas. Sebab apa? Orang tua mana yang mau membunuh anaknya dengan segala resiko? Sebab bebas kemping ---dan berbagai kebebasan lainnya--- bukanlah perlambang kemerdekaan kaum wanita yang sesungguhnya. Bahkan untuk keluar rumah pun wanita mesti terjaga. Sebab ia memang harus dijaga bukan karena lemah, tetapi karena kebetulan keunggulannya ada pada tempatnya yang khusus. Dan hidup mesti berbagi tempat dan betnagi nasehat. Sebab anjing liar berkeliaran di mana-mana.
Anggap saja tulisan saya ini seperti kalimat pembuka saja. Sebab akan menjadi panjang pada perenungan kita masing-masing, yang punya banyak pengalaman berkaitan dengan para wanita yang kita kagumi, cintai sekaligus kita hornati.
Tulisan ini sekaligus sebagai pengantar untuk mulai membuka juga rahasia laki-laki yang dibunuh. Dalam kalimat lain disebut, anak laki-laki pertama yang dibunuh. Baik itu dalam pengertian dihilangkan nyawanya, atau yang dimatikan kelaki-lakiannya. Yang jelas-jelas melanggar hak azasi manusia.
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
Komentar
Posting Komentar