SESUNGGUHNYA OPTIMISME JOKOWI OPTIMISME PRABOWO (?)

TARIAN ERA 

tahun 90-an banyak karyawan pabrik
yang masih diangkut truk
menuju lokasi kerja

tahun 2000-an karyawan merasa dapat kemajuan
diantar jemput pakai bis
merasa lebih dimanusiakan

menjelang 2020
jalan-jalan padat motor karyawan
dan Allah bilang,
kenikmatan jangan diingkari
tetapi jangan diingkari juga
kesempatan masa depan yang lebih baik

maka jalan raya dan dunia kerja
adalah hiruk-pikuk harian
ketika keringat-keringat mereka
dibaca dari dekat
oleh malaikat sepanjang jalan

maka tidakkah kau tahu?
truk itu cuma melaju ke tempat yang di tuju
bis karyawan itu melesat bukan ke arah sesat
dan motor-motormu menderu
memburu waktu yang telah tentu
lalu siapa berani ngebut ke arah tanpa alamat
dan tak pernah kembali?

Kemayoran, 12 02 2019
Dari antologi TAGAR (Tarian Gapura)
-----

Melihat Debat Capres II tadi malam saya rileks seperti saat nonton Malam Penghargaan Buku Puisi di Taman Ismail Marzuki beberapa saat lalu. Terutama pada sesi siaran video. Baik yang ditujukan kepada seluruh pemirsa, maupun yang ditujukan kepada kedua calon presiden.

Lumayan mencairkan suasana. Begitu respon saya dalam hati. Seperti halnya di TIM saat itu. Biasanya ajang puisi di mana-mana kadar serius dan heningnya sangat tinggi. Tetapi saat itu lumayan cair, dan terasa istimewa.

Dari konten perdebatan, saya sempat tertawa ketika terjadi saling lempar prinsip optimisme dari kedua calon. Calon petahana nomor urut satu Jokowi menyebut, Prabowo kurang optimis. Hal itu karena muatan materi calon nomor urut dua cenderung banyak mengritik pemerintahan yang dipimpinnya. Lalu di sesi berikutnya giliran Prabowo yang menyebut, dia sangat optimis.

Ini menarik. Apalagi ditilik dari bahasa orang tua mengenai hal 'ngemong' orang banyak.

Ketika Jokowi menyebut Prabowo tidak optimis, saya spintan senyum. Itu artinya Jokowi adalah Prabowo jika ia jadi presiden seperti selama ini. Sebab apa? Sebab selama ini Jokowi membangun dalam keadaan optimis atas masa depan Indonesia. Ke depanpun akan tetap sama. Sehingga atas paradigma itu, jika Prabowo di posisi bersebrangan berarti dia pesimis. Karena tidak di posisi Jokowi yang optimis. Kalau saja berada di posisi 'pendukung' Jokowi, pasti Prabowo akan optimis. Meskipun pemerintahan Jokowi masih harus dikritisi untuk kemajuannya.

Sampai-sampai saya sempat mikir, apa memungkinkan ya, jika Jokowi menang lagi, sebagai penghargaan atas daya juangnya Prabowo, ia jadi salahsatu mentri di susunan kabinetnya? Dan pada saat itu akan terealisasikan spirit 'optimis bersama' itu.

Namun arti sesungguhnya, jika pada saatnya Jokowi yang jadi presiden lagi. Sedangkan secara konstitusional kubu Prabowo menjadi pihak pendukung meskipun punya banyak kritik, maka pada saat itulah Jokowi akan berada satu saf dengan Prabowo, sama-sama optimis.

Di sisi lain, menurut bahasa awam, saking terlalu seringnya mengeluhkan keadaan Indonesia, Prabowo dinilai oleh sementara pihak kurang optimis. Itu pula maksud Jokowi.

Sementara itu nampaknya Prabowo merasa punya pandangan strategis yang beda. Itu sebabnya ia merasa layak mengaku merasa optimis. Bahkan merasa nasionalis sejati. Yang intinya ia bermaksud menjelaskan, di bawah kepemimpinannya kelak jika tetapilih, Indonesia bakal lebih baik.

Tetapi meskipun dalam beberapa hal Jokowi juga punya cara-cara yang beda untuk mengatasi persoalan dan keadaan yang sama. Ia mengisyaratkan, pada bagian kritik Prabowo yang masuk akal, baginya itu adalah energi optimis juga. Seperti yang sering ia sebut, ingin melakukan yang terbaik apapun untuk Indonesia. Tentu maksudnya, termasuk yang berangkat dari kritik-kritik itu.

Melihat kondisi demikian, tentu saja silahkan para pengikut Debat Capres tersebut berkesimpulan, siapa yang paling optimis?

Hal yang mencolok ketika Jokowi menjelaskan dua hal. Tentang lahan pertanian dan kebijakan impor.

Pada poin lahan pertanian, Jokowi kena kritik mengingat jumlah manusia Indonesia terus bertambah pesat, sementara lahan pertanian tidak pernah bertambah. Tentu Jokowi tergelitik untuk bicara kebijakan lahan pertanian yang berpihak kepada orang kecil bukan kepada orang besar. Sampai-sampai dia bilang, Prabowo punya lahan luas di Kalimantan dan Aceh. Di jaman pemerintahannya ia tidak pernah punya kebijakan yang seperti itu. Ditambah lagi ia telah melakukan langkah cepat sertifikasi tanah, yang tujuannya tidak cuma berkaitan dengan masalah status kepemilikan tanah, tetapi juga untuk mendekatkan masyarakat pada masalah permodalan. Prabowo pun mengakui, tanahnya memang milik negara yang pada saatnya bisa ditarik kembali. Tetapi ia merasa, sebagai nasionalis sejati lebih pantas mengolahnya daripada jatuh ke pihak asing.

Lalu dalam hal impor. Ketika Prabowo mengritik kenyataan masih ada impor ini dan itu. Jokowi menjelaskan, bahwa penurunan impor jagung telah menunjukkan kemajuan jagung Indonesia. Lalu ditambahi, secara menyeluruh tidak bisa dibuat kebijakan yang langsung menghentikan semua impor. Butuh proses bertahap untuk meninggalkan impor itu. Dengan jawaban ini ia nampak ingin menegaskan, konsistensi untuk meninggalkan impor untuk mengutamakan produksi dalam negri sesungguhnya tetap dipertahankan sebagai program prioritas, tetapi harus bertahap. Tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Akhirnya saya mau bilang, Debat Capres II kali ini lumayan segar dan menghibur.

Saya sendiri sebagai 'pribadi penyair',  tentu sarat kritik konstruktif terhadap pemerintah, seperti halnya Rendra dll. Tetapi jika pihak pemerintah tanggap terhadap segala kritik, itu adalah kemajuan berbangsa di negri tercinta ini. Kritik saya tidak cuma kepada penguasa di tingkat pusat, juga kepada gubernur dan bupati/walikota. Itu sebabnya saya suka bilang, kalau ada bupati saya kritik, jangan malah benci saya. Sebab kritikan saya bisa bikin bupati/walikota sukses.

Kemayoran, 17 02 2019
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
------

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG