JALAN LURUS JALAN TERUS

Selama masa kampanye Pilpres 2019, sebagai pendukung capres-cawapres petahana, nomor 01, Jokowi-Ma'ruf Amin, saya telah menggunakan beberapa tagar (tanda pagar) di media sosial. Baik dengan berempatik pada tagar yang sudah ada, maupun yang saya buat sendiri.

Salahsatu tagar yang saya buat adalah #JalanLurusJalanTerus. Tagar ini saya buat dengan maksud untuk dimengerti oleh yang baca catatan-catatan saya. Tidak harus jadi viral seperti tagar lain yang nge-pop.

Saya tidak mempromosikan tagar ini secara khusus. Juga tidak menyosialisasikannya kepada komunitas-komunitas untuk diikuti. Tidak pula dijadikan judul grup. Selain itu saya juga membiarkan saja model tagar ini bernilai kontemplatif. Yang reaksi positif masyarakat pembaca tulisan saya tidak harus dengan menggunakan tagar yang sama, tetapi cukup mengakurkan antara uraian singkat saya dan tagarnya. Kalau terasa nyambung, berarti telah sukses dimengerti maksudnya. Itu saja.

Ada memang tagar-tagar tertentu yang sangat mudah viral, mengandung sisi keberuntungan yang besar. Istilah yang dipakainya cenderung mudah diingat dan dianggap sangat sesuai dengan keadaan dan selera. Tetapi ada juga yang viral setelah melalui proses khusus seperti yang saya uraikan. Yaitu melalui sosialisasi pada suatu kelompok tertentu untuk memulainya, baik kelompok darat maupun kelompok WA dan grup on line yang lain. Atau disepakati untuk di buat grup terbuka di media sosial. Bahkan lebih afdol lagi kalau ada kegiatan-kegiatan sosial dengan membagi-bagikan kaos bertuliskan tagar itu diikuti penyebaran foto dan videonya. Sempurna!

Tidak demikian dengan tagar, jalan lurus jalan terus. Ia lepas lapang dan menang sebagai pesan atau 'dakwah' yang bernilai kontemplasi. Jauh sebelum jelang pilpres 2019 ini, beberapa tahun lalu saya juga sudah bikin puisi pendek yang terdiri dari dua baris: "belok kiri/ jalan terus". Meskipun puisi pendek itu bukan tagar, tetapi pesan yang disampaikannya mirip. Cenderung mengajak untuk sejenak mengernyitkan dahi. Bahkan tidak mustahil akan ada pihak tertentu yang menyepelekannya dengan berkalimat, "Ah, teori!" Sebab mereka fikir, kalimat 'jalan lurus jalan terus' adalah sebuah teori yang panjang dan lumayan rumit. Beda jauh dari tagar semisal, #JokowiLagi. Sangat simpel.

Tapi tahukah anda, jauh sebelum masa kampanye capres-cawapres 2019, kalimat itu sudah saya terbitkan melalui sebuah puisi pendek 12 baris berikut ini:

MEI DI PURWAKARTA

puisi-puisi Minggu pagi
milik angin, kilau air dan pepohonan
ketika wajah teduh sukacita
Purwakarta menikmati Mei

wisata sastra memetik hikmah
membuka-buka lembaran hidup
pada kalimat, kebangkitan itu anti
sebab kebangkitan adalah ya!

ketika jalan lurus jalan terus
kebahagiaan, kedamaian, dan kesejahteraan
disaksikan dan dibangun bersama
cahaya matahari terang untuk semua

Kemayoran, 13 Desember 2018.
-----

Puisi itu termuat pada buku antologi puisi JALAK (Jakarta Dalam Karung) karya Gilang Teguh Pambudi, yang diterbitkan oleh penerbit J-Maestro. Semula puisi itu diberi judul sebuah akronim, MEIKARTA. Kependekan dari Mei Di Purwakarta. Tetapi saya tidak nyaman. 

Dengan bukti penulisan dan penerbitan puisi itu jauh sebelum masa kampanye, maka sudah sangat jelas, kontek kalimat itu jauh lebih luas daripada sekadar dukung-mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden. Atau, berarti pula saya ingin mengingatkan, kalau mau dukung Jokowi-Amin, alasannya harus luas dan benar. Jadi benar, seperti diikuti oleh sebuah teori besar. Memang.

Apalagi pengumuman hasil Pilpres 2019 yang diselenggarakan di TPS-TPS pada 17 April lalu, akan dilaksanakan KPU secara resmi pada bulan Mei yang akan datang. Maka semakin tepatlah teori-teori di balik puisi Mei Di Purwakarta itu mengikutinya. Bersaksi, berkesadaran, dan mencerahkan bagi siapapun. Sebab Mei di Indonesia adalah inspirasi besar bagi dunia.

Terlebih-lebih pada malam saat saya membuat tulisan ini, sebuah tragedi terorisme telah terjadi di Srilangka dengan menewaskah ratusan korban. Terutama Jemaat Paskah di Gereja. Maka kita sangat sedih dan mengutuk. Srilangka berduka, dunia berduka, Indonesia berduka. Lalu menyertakan beberapa tagar: #AyoMei, #DariAyoKeAyo, #BangkitItuAnti, dan #AntiTerorisme.

Maka perlukah mendebat tagar, #JalanLurusJalanTerus?

Kemayoran, 23 April 2019
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com





Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG