33 ORANG RADIO INDONESIA 0321-0330

0321
RADIO PANGGUNG HARIAN

Apakah anda tipe orang radio yang masih suka ribut ribet rebutan jumlah pendengar di satu kota atau satu daerah? Misalnya, anda menyebut sekian ribu pendengar di satu kabupaten berdasarkan asumsi segmentasi pendengar atas jumlah total penduduk di situ. Spekulasi memang, tetapi anda senang meng-klaim pangsa pasar itu sebagai pendengar aktif dan pasif. Atau anda senang teriak tanpa data, "Pokoknya dari ramainya jumlah penelpon, pendengar radio kami lebih banyak dari radio sebelah".

Tapi tahukah anda, bahwa ada juga radio-radio yang lebih sibuk mengurusi siapa dan berapapun jumlah pendengar yang mau tetlibat aktif, berinteraksi, maupun semua yang pasif, cuma mendengar. Yang pasifnya terbagi dua, pasif berinteraksi tetapi rajin mengikuti, dan pasif berinteraksi dan sekali-kali saja mengikuti, atau pada jam dan acara tertentu saja. Bahkan ada yang cuma jadi pendengar satu-dua acara seminggu.

Model radio yang tidak terlalu memikirkan jumlah pendengar ini, terutama di kalangan radio komunitas, sangatlah bisa kita pahami. Masuk akal. Sebab jika kita umpamakan panggung pertunjukan, maka siaran radio itu ibarat panggung pertunjukan setiap jam dan setiap hari. Tentu analoginya, kalau kita puas punya panggung hajatan, yang dalam sehari bisa ditonton 500 orang, maka hal serupa itu pun terjadi di radio. Kalau dalam satu mata acara (yang serupa tapi tak sama dengan panggung itu) didengar oleh 5000 pendengar, maka itu artinya, siaran kita diikuti oleh 10 kali lipat penonton off air hajatan. Dan ini terjadi setiap jam setiap hari, tidak seperti panggung hajatan yang cuma sekali-kali. Saya kira sangat patut disyukuri. Nah, bagaimana kalau pada kenyataannya radio model begini malah sukses didengar oleh puluhan bahkan ratusan ribu pendengar?

Apa yang saya uraikan singkat ini adalah upaya menyentuh ruang kesetiaan antara penyaji siaran dan masyarakat penikmatnya. Sengaja sekali-kali mengabaikan ribut-ribut, apakah masyarakat dalam satu kota (satu daerah) yang ada dalam data kependudukan itu mendengarkan kita semua atau tidak? Sehingga bintang tetaplah bintang.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
-----

0322
DUA DARI BANYAK DATA DI MEJA

Duduklah dengan tenang. Lalu anggap telah datang dua data di meja. Yang satu menyebut, jumlah penelpon acaranya dalam satu jam siaran 25-30 orang. Sementara data yang satunya lagi menyebut, jumlah penelponnya cuma 7-10 orang dalam satu jam. Nah, selamat menebak, acara mana yang lebih banyak pendengarnya?

Perhatikan baik-baik manual acaranya. Kalau demi menjaga keseimbangan antara jumlah penelpon dan durasi untuk memutar lagu, maka acara kedua menjadi lebih efektif seperti itu, maka bisa jadi acara ini sesungguhnya melimpah pendengarnya. Sebab telah banyak bukti, acara-acara yang jadi menjenuhkan karena terlalu banyak bicara (siaran kata) dan terlalu banyak penelponnya, sedangkan lagu yang diputarnya cuma satu-dua dalam satu jam. Padahal lagu menjadi sajian utama yang dijual marketing di situ.

Tapi nanti dulu, Bro. Ada juga acara yang justru dengan sengaja menjual kelucuan penyiarnya yang khas, apalagi ketika berinteraksi kocak dengan pendengarnya, apalagi setiap penelpon sangat dibatasi durasi nongolnya, cuma sebentar-sebentar, sehingga acara model pertama itu justru lebih tepat sasaran. Di situ lagu cuma pelengkap hiburan semata. Nah lho. Bisa jadi acara ini memang berjubel pendengarnya.

Lalu bagaimana jika sebuah sponsor meminta anda mengirimkan seluruh data acara radio kita lengkap dengan jumlah penelpon hariannya? Saya yakin anda tidak akan tinggal diam. Pasti keluar kandang. Urat leher anda pasti ngotot, yang ini dan yang itu sama dasyatnya, dengan konsep yang berbeda.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
-----

0323
SIAPA YANG DIJUAL?

Melanjutkan catatan singkat pada poin sebelumnya, 0322, soal penyiar yang dijual lucunya. Tetapi kali ini kita bicara apa saja yang bisa dijual dari seseorang penyiar secara khas. Tentu banyak. Kita ambil beberapa contoh saja. Sebut saja Si A, dijual karena pembawaannya lucu bahkan sudah mengesankan di masyarakat sebagai Si Tukang Bodor. Apalagi kalau latar belakangnya dia juga bagian dari grup lawak tertentu, atau grup Calung. Si B, dijual karena selain bagus suarannya dia juga bagus nyanyinya sehingga pantas memandu acara karaoke harian. Si C, dijual karena kefasihannya dalam mendongeng (berbahasa daerah), sehingga dia pouler sebagai Juru Dongeng. Si C, terkenal pinter sehingga banyak membawakan acara-acara talkshow dengan para pakar / narasumber. Dst.

Semua yang saya contohkan itu, minimal telah laku dibeli oleh radio melalui kesepakatan gaji bulanannya. Atau melalui kontrak kerjanya. Pihak radio memang memiliki kebutuhan khusus atas kelebihan yang menonjol itu. Selebihnya, keunggulan yang khas itu juga bisa dijual oleh radio kepada pihak sponsor. Dengan harapan acara itu bisa terus dipertahankan. Sebagai satu contoh yang umum, di radio Jawa Barat saya pernah menawarkan proposal acara Dongeng Sunda dengan menyebutkan nama juru dongengnya untuk diamini oleh pihak sponsor. Kalau sponsor menolak, maka berhentilah acara itu. Atau tetap berjalan tanpa dapat sponsor khusus. Atau tanpa kesepakatan jam sponsor.

Kenapa dipertahankan meskipun tanpa sponsor? Biasanya karena pihak radio merasa yakin jumlah pendengarnya sangat signifikan. Dibuang sayang. Apalagi bersentuhan juga dengan program pelestarian seni tradisi. Selain itu, toh masih ada sponsor reguler yang menyentuh seluruh program radio dari pagi hingga malam, tanpa kecuali. Termasuk iklan-iklan lokal.

Yang jadi soal, kadang kita juga menjual penyiar yang menonjol di suatu program acara harian tetapi bukan karena Si A atau Si B, ini harus jelas benar. Melainkan menjual karakter pembawaan (para) penyiarnya. Sehingga programmer bekerjasama dengan tim produksi dan beberapa penyiar sudah sepakat dengan standar pembawaan acara tertentu. Dalam hal ini meskipun dibawakan oleh penyiar yang berbeda setiap harinya, ---banyak bicara dan banyak melucu---, tetapi karakternya tidak pernah berubah. Jelas ini berbeda dari konsep acara dongeng yang sudah saya jelaskan. Dalam acara dongeng itu pembawa acaranya 100% tidak boleh diganti. Kalau diganti malah menyalahi kontrak kerjasama dengan sponsor. 

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
-----

0324
MENJUAL SEMUA

Selain berharap adanya sponsor untuk program acara tertentu, baik harian maupun mingguan, kita juga masih berharap menjual seluruh program radio. Tujuannya untuk mendapatkan iklan reguler yang bisa diputar sepanjang hari setiap bulannya.

Hasilnya, ada yang akhirnya siap pasang iklan lima kali, tujuh kali, sepuluh kali putar bahkan lebih dalam sehari. Meskipun ada juga yang cuma siap pasang dua kali putar sehari, dan ada juga yang cuma milih tanggal genap atau tanggal ganjil saja. Tidak tiap hari. Yang jelas, semua iklan itu tertarik karena konsep pemrograman radio kita, siang malam. Tanpa kecuali.

Bagaimana teori menjual program siaran secara menyeluruh begitu? Pertama, tentu kita harus siap mempresentasikan segmentasi pendengar yang kuat, yang menggambarkan pangsa pasar produk sponsor tertentu, serta berapa jumlahnya. Meskipun tidak harus menunjuklan seluruh masyarakat yang ada dalam data kependudukan. Kedua, segmentasi yang kuat itu harus dibarengi oleh seluruh program acara (harian, mingguan, bulanan, bahkan tahunan) yang bersesuaian. Kita uraikan satu-satu secara detil. Jelaskan juga potensi, kekuatan, dan kesiapan awak siar kita, serta perangkat siar yang memadai, baik untuk sukses on air maupun off air. Dll.

Dengan catatan singkat ini saya ingin terang-terangan memotivasi. Jika ada suatu sponsor harian yang masuk, maka itu artinya dia tertarik pada seluruh mata acara. Maka sudah sewajibnya, setiap orang radio menjaga amanahnya. Menunjukkan kualitas atau kesemarakan acaranya masing-masing. Sebab meskipun tanpa sponsor program khusus, bukan berarti acara-acara kita tidak laku jual. Terbukti, suatu ketika mata acara yang saya buat untuk penyiar tertentu ada yang mendapat komplain dari pihak sponsor, padahal dia tidak pasang iklan di acara itu. Nah kan?

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
-----

0325
PRESIDEN, SAYA, DAN OFF AIR RADIO

Jujur saya pernah ngimpi jadi presiden, apalagi setelah nonton film Nelson Mandela. Di situ saya melihat, seseorang tokoh menjadi presiden karena benar-benar dibutuhkan oleh negaranya, tentu didasari oleh potensi kepemimpinannya. Sebagai pemuda, dulu saya pun ngimpi, seandainya jadi mentri. Dan yang terakhir, saya pernah merasa siap jadi bupati. Yang sering saya sebut, jadi bupati itu sedikit lebih rumit dari ketua Karang Taruna atau Ketua RT. Jika rumitnya bisa disingkirkan, maka kita akan jadi bupati seperti seorang guru menguasai kelas. Tapi paragraf ini saya buat justru dengan satu semangat, menjadi Orang Radio Indonesia, jurnalis, dan penyair ---kadang ada yang nyebut budayawan, sudah cukup serius buat saya. 

Tapi memang paragraf itu harus saya tulis. Terpaksa. Begini maksudnya. Salah satu pantangan mengendalikan radio, di divisi manapun, jangan cuma bisa mengatakan, "Itu perbuatan Si Fulan". Lebih baik kalau salah katakan salah. Sebab semestinya semisal seorang programmer, akan selalu mengakui semua kreatifiras crew radio adalah 100% atas izinnya. Termasuk yang nge-dance pake rok seksi di panggung off air. Kecuali yang melanggar aturan, etika dan estetika. Dan ini bukan otoriter. Saya yakin Presiden Jokowi pun begitu. Meskipun beliau duduk tenang di kursi kerja atau berdiri di mimbar pidato, tetapi pada saat yang sama dia yang sedang joged dangdut, sedang senam masal, sedang ngaji di pesantren, sedang mendaki gunung, sedang latihan futsal, sedang menanam singkong, sedang nganterin KTP ke salah seorang warga, dst. Semua yang terjadi di negri ini adalah perbuatan presiden. Disaksikan terbuka oleh generasi dan anak cucunya. Kecuali satu, yang melanggar hukum.

Oleh karena itu sering saya bilang, pimpinan radio, bupati atau presiden tidak boleh melakukan Politik Pembiaran. Sebab pembiaran adalah keputusan. Adalah kebijakan. Sikap-sikap. Meskipun kalau kena kritik biasa berlepas tangan dengan kalimatnya, "Itu kan perbuatan anak-anak". Padahal sejak awal telah terjadi pembiaran. Ibarat suatu perayaan, surat izinnya keluar dari sistem yang dikendalikannya. Dan dalam ranah Politik Senibudaya, sialnya, pembiaran itu bisa berupa dukungan atas punahnya seni tradisi tertentu yamg baik-baik saja dan tumbuhnya fanatisme sempit yang merusak keharmonisan masyarakat. Termasuk di dalamnya, fanatisme yang didasari keyakinan beragama, ataupun fanatisme atas tradisi tertentu yang tidak pernah bisa cair.

Semoga ini jadi renungan, sehingga untuk seluruh radio di Indonesia bisa kita baca dengan gamblang. Siapa yang pantas jadi direktur, kepala studio, programmer, koordinator reporter, marketing, tim produksi, koordinator divisi off air, dll.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

#prssni
#kpi
#rspd
#sturada
#rri
#radiokomunitas
-----

0326
LOMBA MENDADAK GILA

Judul ini cuma istilah saja. Cara Orang Radio Indonesia bikin heboh suasana secara spontan. Aliasnya, bikin 'gila' secara spontan. Baik on air maupun off air. Baik di suatu momen tertentu saja, atau di beberapa acara mingguan. Bisa juga untuk acara harian selama beberapa hari.

Mengapa demikian? Karena peluang hadiah untuk itu memang ada. Biasanya bersumber dari dua sumber. Pertama dari stok barang di gudang radio yang pantas dijadikan hadiah serta harus di keluarkan segera. Kedua dari hadiah sponsor yang bisa dibelokkan secara profesional sebagai bagian dari kemeriahan kegiatan utama.

Untuk sumber yang pertama kita mudah maklum. Tetapi untuk sumber yang kedua saya kasih contoh saja. Suatu hari saya menyelenggarakan Lomba Karaoke Dangdut yang disponsori oleh produk tertentu. Mereka ngasih banyak barang. Saking banyaknya saya sampai berbisik ke perwakilan sponsor, "Supaya lebih semarak, lomba karoke ini bisa kita selingi lomba joget dangdut, gimana?" Lalu dia bertanya ala sponsor, "Gak nambah hadiah kan?" Sambil senyum meyakinkan saya bilang, "Sama sekali tidak. Kita bisa sisihkan sedikit dari hadiah lomba karaoke untuk lomba joget". Ternyata dia setuju. Bahkan seusai acara dia kegirangan luarbiasa karena acaranya sangat meriah.

Itulah. Namanya Lomba Mendadak Gila.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
------

0327
BELAJAR GAK BUTUH SPONSOR

Ini poin yang ada-ada aja emang. Tapi penting. Sekedar untuk meyakinkan, bahwa selain jualan ke sponsor, Orang Radio Indonesia juga harus jualan ke pendengar. Bisa pendengar sebanyak-banyaknya, bisa juga pendengar yang dimaksud. Apa bedanya? Yang kedua pendengar yang eklusif, mengelompok.

Masih ingat cerita saya, ketika ada crew radio masuk ruang kerja saya lalu bilang ada sponsor yang menawari acara olahraga mingguan? Saat itu saya bilang ok. Lalu meminta beberapa contoh siarannya dalam bentuk rekaman supaya bisa detil memberikan masukan. Acarapun berlangsung lancar dan menarik. Tahukah anda, bahwa saya punya rahasia di balik acara itu?

Begini. Saya saat itu berfikir, kalau acaranya lumayan menarik seperti itu, apalagi geregetnya terus dinaikkan, tanpa sponsorpun tetap akan saya pertahankan. Sebab pasti laku buat pendengar. Inilah yang saya maksud, pada saatnya kita akan berfikir lain sesuai keadaan, sesuai kebutuhan yang mendesak. Bagian dari kreatifitas yang progresif. Meskipun kita tetap agresif sebagai pemburu iklan.

Dari pengalaman ini, pada saat kita membuat program, atau saat berdebat soal program tahunan, kita akan menemukan acara-acara yang menunjukkan kode-kode itu. Sehingga sensitifitas kita tentu akan sangat memudahkan dalam mengambil keputusan.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
-----

0328
KORBANKAN

Sponsor program acara di radio kadang memamg punya permintaan yang tidak disangka-sangka. Tapi tak perlu disebut aneh-aneh kalau masuk akal. Itu biasa. Kadang dia minta, mau mendukung asal begini dan begitu acaranya. Atau asal begini dan begitu penyiarnya. Sampai-sampai ada juga yang mempersoalkan asalkan modulasi on airnya selalu bisa dijaga. Ada lagi yang minta, sekalian dibantu penjualannya di lapangan. Maklum produknya baru lounching. Dst.

Dan salahsatu yang kadang mengejutkan adalah meminta jamnya digeser, naik atau turun, dari yang diajukan dalam sponsor. Waduh ini memang ribet. Tetapi jangan pernah bilang ribet kalau kena sponsor program lain, kita harus berani bilang tidak bisa. Sebab apa? Etika umumnya, perjanjian yang lebih dulu harus dimenangkan.

Yang justru ribet adalah, menggeser ke jam acara yang meskipun belum punya sponsor program tetapi banyak pendengarnya, bahkan termasuk acara faforit. Ini dia tantangannya. Apa yang harus kita lakukan? Tidak mustahil keputusan kita adalah, korbankan acara yang tidak bersponsor itu meskipun angka yang dijanjikan sponsor kecil. Keputusan ini logis. Lebih logis lagi kalau kita mampu membaca, sebagai akibat satu produknya sudah masuk, bisa merembet pada produknya yang lain. Meskipun masih berupa harapan.

Persoalannya upaya mengorbankan ini bisa terjadi dalam dua keputusan. Program faforit kita itu tergeser sponsor program, atau bahkan sirna untuk beberapa saat yang tidak bisa ditentukan, menunggu keputusan baru. Begitulah. Radio adalah sesuatu yang dinamis.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
-----

0329
RADIO OPO?

Frase 'radio opo' saya pinjam untuk mewakili gaya meledek kepada dunia radio. Sebab kata opo, serapan dari bahasa Jawa yang dalam bahasa Indonesia menjadi apa itu memang bisa dipakai meledek ketika dilekatkan dengan satu kata di depanya. Misalnya seperti pada frase, insinyur opo? Lauk opo? Pejabat opo? Pendidikan opo? Dst.

Kebetulan Minggu siang, 4/11/2018 saya sempat nonton siaran langsung di TV acara pemberian penghargaan KPI kepada radio dan TV. Dan di acara itu banyak ledekan yang muncul. Misalnya penyiar radio itu bagus suaranya tetapi jelek orangnya. Penyiar radio itu kalau pagi-pagi sudah siaran padahal masih butek belum mandi. Dll. Sepintas seperti guyon biasa. Tetapi hati kecil saya berkata, itu meledek. Apa tidak ada yang lebih pantas diangkat selain itu?

Mereka lupa, dunia radio adalah juga dunia entertain. Atau memiliki sisi menghibur meskipun pada radio jurnalistik sekalipun. Para penyiarnya selalu harus dalam kondisi siaga diri, baik di studio maupun di luar studio. Itu artinya butuh penampilan. Apalagi para penyiar itu sering naik panggung, baik sebagai MC atau panitia acara. Lalu mengapa di acara #KPI (#komisipenyiaranindonesia) tidak dibahas dunia off air, apalagi yang siaran langsung, sebagai bagian dari dunia radio juga yang dipelototi penonton? Meskipun sebagian besar tetap mendengar tanpa melihat muka.

Tulisan ini adalah otokritik sekaligus penyemangat bagi #OrangRadioIndonesia. Bahwa kita selalu tampil dan eksis secara khas, profesional dan tidak memalukan.

Salam Profesional.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

#prssni
#rri
#radiokomunitas
#sturada
#radiopemda
#rspd
-----

0330
RADIO TV, YA ATAU TIDAK?

Belakangan ini lagi marak-maraknya siaran langsung secara audio visual dari ruang siaran radio di berbagai media sosial. Atau minimal berbentuk rekaman video. Termasuk radio streaming yang pada awalnya tidak terlalu mudah untuk mempromosikannya, belakangan ini dimudahkan melalui siaran langsung dan video itu.

Tentu. Dengan promosi seperti itu masyarakat lokal, di area sejangkau siaran radio itu jadi dibuat penasaran untuk menjadi pendengar rutin, setidaknya untuk acara-acara tertentu di radio itu. Atau minimalnya melalui siaran lansung dan video itu dia sudah mendapatkan informasi dari suatu on air radio yang tiba-tiba dikenalnya atau semakin dikenalnya.

Di sisi lain, ini untuk mematahkan orang ngenyek. Yang bilang bahwa di radio penampilan penyiar dan narasumber tidak penting, sebab cuma suara saja yang dipentingkan. Padahal untuk membuat siaran langsung di media sosial atau upload video, para penyiar tidak butuh persiapan khusus yang serba tiba-tiba. Mereka cukup siaran seperti biasa saja. Tetap berpenampilan menarik dan rapih. Karena penyiar itu juga seperti artis pada umumnya. Di aula ketemu fans juga selalu iingin tampil maksimal.

Jujur, saya juga jadi banyak kenal frekuensi radio-radio se-Indonesia yang jauh-jauh dan para penyiarnya melalui siaran langsung dan rekaman video di media sosial. Ini benar-benar promosi buat radio-radio itu.

Salam Profesional!

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
-----

Tulisan terakhir:
Kemayoran, 08 10 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG