JUMATAN, BUKU PERTUNJUKAN DAN BUKU MOMEN

KAMU SETELAH MENANAM 

menunggu
saja
menunggu-nunggu
angin

Kemayoran, 05072019
#nalikan
#puisipendek3252
#puisipendekindonesia
-----

Kalau saya nonton pertunjukan teater sejak tahun 1994, paling senang setelah membeli karcis selalu mendapat Buku Pertunjukan sebelum masuk gedung. Bagi saya buku promosi atau buku momen itu tidak cuma memberi semacam 'kata pengantar pertunjukan', tetapi sebagai jurnalis radio juga berfungsi sebagai tambahan bahan informasi selain yang tersaji di panggung. Bahkan berkali-kali di acara Apresiasi Seni di radio saya sampaikan, Buku Pertunjukan serupa itu tidak cuma pelangkap pertunjukan pada suatu ketika, tetapi tak ubahnya buku senibudaya pada umumnya, sebagai buku bacaan yang layak didokumentasikan. Bisa berumur panjang di rak perpustakaan meskipun seringkali ketebalannya tak lebih dari 20 halaman.

Itupun masih saya tambahi pakai argumentasi 'skak mat'. Pertunjukkan teater pada suatu ketika, meskipun belum atau tidak ada pengulangan pertunjukan serupa sesudahnya, tetap saja tema atau visi-misi pertunjukannya itu terus bekerja selama masih ada yang membicarakannya, di radio, televisi, internet, media sosial, surat kabar, majalah, dan di forum-forum diskusi.

Saya teringat buku momen pertunjukan itu saat mengingat-ingat momen Ramadan 1440 yang baru lalu. Saat itu ada upaya Lumbung Puisi yang dikoordinatori oleh RgBagus Warsono untuk membuat buku antologi Tadarus Puisi III dengan tema Berbagi Kebahagiaan. Saya bilang, buku momen tidaklah hanya milik suatu waktu tertentu, seperti buku pertunjukan teater itu, tetapi tak lekang oleh waktu.

Lalu saya membuat analogi dari pengalaman yang saya alami. Tahun 2010 pada suatu even Wisata Sastra, bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional, kami menerbitkan buku antologi puisi komunitas bertema anti miras dan narkoba. Judulnya, Surat Buat Narkobrut. Sebab bagi kami, kebangkitan itu anti. Puisi-puisi yang terkumpul itu kami bacakan di momen Wisata Sastra berminggu-minggu. Pertanyaannya, apakah buku antologi puisi itu hanya milik suatu ketika saja? Tentu tidak. Sampai hari ini buku itu masih ada di perpustakaan dan di tangan para penggiat Wisata Sastra. Isunya masih kami bicarakan di banyak forum.

Pada buku Tadarus Puisi III bertema Berbagi Kebahagiaan, tahun 2019 (1440-H) itu saya sukacita menyertakan puisi saya. Salahsatunya puisi berikut ini:

YANG DITUNGGU WAKTU

siapa yang akan kau datangi
saat rindu memuncaki hati
kecuali yang tercinta saja
yang alamatnya paling surga

kepada siapa kau akan kembali
saat rindu mengenang perjalanan diri
tentu tak perlu membelah hampa dunia
mencari siapa paling rakus kuasa

hidup cuma mendermakan diri
kalau berarti kita bisa mengerti
begitulah guna pertemuan-pertemuan
menyemai keselamatan kesejahteraan

kalau kesetiaan tak ada yang menemui
tenang damailah, sampai ada yang kembali
kita teruskan saja memintal cahaya
menghangati malam

karena setiap jiwa-jiwa terkasih
seluruhnya sudah terpilih
bahkan waktu pun setia menunggu
sampai api asmara berpadu sumbu

tumpah-ruah rasa saudara
harubiru mensyukuri rindu
seluruh hati kasih berkasih
tak ada nyawa yang sia-sia

malaikat-malaikat meminang siang
meminang malam
bulan, bintang, dan matahari disulam
pada luasnya semesta sajadah

Kemayoran, 26 05 2019
Ramadan 1440-H
----

Demikanlah puisi saya dalam Tadarus Puisi III, Berbagi Kebahagiaan, yang di hari Jumat sekarang ini bersama puisi-puisi karya penulis lain di buku antologi yang sama, layak nampaknya dijadikan pengingat untuk hidup dalam satu cinta, dalam semangat kesetiakawanan sosial. Sebab semangat berbagi tentu tidak hanya milik bulan Ramadan 1440 saja. Semoga ini mengingatkan.

Eiit, satu lagi. Muka buku antologi Berbagi Kebahagiaan itu mirip-mirip buku paket Pendidikan Moral Pancasila atau Buku Pendidikan Agama Islam tahun 90-an. Tapi saya bilang, sungguh sempurna.

Kemayoran, 05072019
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG