DINDING PUISI 131 - 140

DINDING PUISI 131

Kalau dari catatan Yayasan Seni Cannadrama (Kisah Bunga Tasbih) yang saya ketuai sejak dari Bandung, ada satu hal penting. Ketika ratusan-ribuan remaja mengitari kesenian, target nomor satu adalah APRESIASI SENI. Memahami dan menghargai eksistensi seni ---yang membangun peradaban manusia--- dengan segenap proses kreatif dan dampak hasil kreatifnya. Persoalan mereka mau jadi seniman atau pekerja seni, itu lebih kepada panggilan bakat dan kerja pada sedikit orang. Dan kita akan terus bersyukur, dengan meratanya Apresiasi Seni Masyarakat, sebab selain akan terjadi transformasi nilai-nilai humanisme-universal melalui seni, juga bisa melahirkan para aktivis sosial yang memilih jalur kesenian. Semisal, dalam satu Panggung Anti Korupsi, bisa terdapat 7 penyair, 100 aktivis pencinta puisi, puluhan panitia, dan ribuan penonton yang suka puisi, atau dibuat suka kepada puisi. Ini yang bisa bikin sukses multi-program. Eksekusi yang optimal. Gerak massa yang efektif. Itu sebabnya Cannadrama pun bervisi-misi: "Menuju masyarakat seni Indonesia apresiatif". Masyarakat seni terdiri dari dua unsur, seniman dan pencinta seni. Yang sesungguhnya berarti, seluruh manusia. Meskipun selera Seninya beda-beda. Salam cinta. Maju terus, Kang.

Alinea tersebut adalah komentar saya yang baru saja muncul di akun media sosial Facebook milik seniman Purwakarta, Ayi Kurnia Iskandar.

Ayi Kurnia Iskandar adalah sesepuh Sukmasarakan di Wanayasa- Purwakarta, Jawa Barat, yang sudah sejak lama malang melintang dengan berbagai macam pertunjukan, pelatihan, dan terobosan senibudaya. Termasuk sangat mendukung program yang pernah saya dkk adakan, yaitu Wisata Sastra.

Alinea komentar tersebut lahir sebagai bentuk kesaksian dan kesadaran saya. Bahwa jika apresiasi seni masyarakat sangat rendah, maka transformasi nilai kebaikan, perjalanan hikmah di tengah manusia, bisa mandeg. Lalu melahirkan iklim sosial yang kaku, tidak komunikatif, dan berujung pada sikap keras-kerasan. Sedangkan seni senantiasa mengajak pada kelenturan budi luhur. Sementara agama yang juga menaungi seni, mengajak pada sentrum kebenaran, keagungan, keadilan dan kesejahteraan.

Cannadrama sendiri sejak awal munculnya seperti merangkum berbagai kegiatan seni saya sejak tahun 1989. Juga merespon geliat komunitas teman-teman saya. Sehingga merasa perlu terus hadir dengan berbagai kegiatan seni, melakukan diskusi-diskusi seni, menerbitkan buku komunitas, serta mengadakan acara Apresiasi Seni dan Apresiasi Sastra di radio-radio. Suatu langkah kecil dan sederhana.

Cannadrama suka disebut juga, muazin. Tapi lebih familiar disebut, teman bicara. Sehingga di manapun saya jadi pembicara, setidaknya saat berorasi selaku Ketua Dewan Juri, sangat merasakan benar, "menemani mereka (peserta) itu sangat utama dan sangat butuh kedewasaan dan kecerdasan".

Selain sibuk dengan garis kesadaran dan kesaksian dalam cannadrama, saya bahkan tidak cuma menemani komuitas lain, tetapi menjadi anggotanya. Itu normal saja. Beberapa kali saya jadi juri seni sebagai Orang Radio sekaligus utusan dari Komunitas Rumah Seni Purwakarta bersama Ali Novel. Maka pada saat itu saya adalah seniman, orang radio, orang Rumah Seni, juga orang Cannadrama. Belum lagi, bicara juga atas nama panitia penyelenggara yang juga punya komunitas binaan. 

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

Catatan:
Buku #DindingPuisiIndonesia #SerbaSerbiDuniaPuisi sedang dalam proses penerbitan. Saya sebut dalam buku ini, Buku Dinding Puisi Indonesia adalah serba-serbi dunia puisi, respon atas persoalan harian puisi. Terutama yang muncul di grup Dinding Puisi Indonesia, Puisi Pendek Indonesia, Lumbung Puisi asuhan RgBagus Warsono, dll.
-----

DINDING PUISI 132

Partai Final Bola

selalu ada 9 kemenangan
untuk setiap perseteruan final bola
yang berakhir dengan kekalahan

Kemayoran, 10122019
#puisipendekindonesia

Tidak apa-apa. Menunggu, puasa gelar juara sejak tahun 1991, akhirnya tim nasional (timnas) sepakbola Indonesia harus mengakui kemenangan Vietnam, 3-0 di stadiun Philipina. Tidak bisa mengulang sukses 1991 di negara tuan rumah yang sama.

Dengan kekalahan tim merahputih maka otomatis di Seagames Philipina 2019 ini, Vietnam mendapat medali emas, sementara Indonesia medali perak dari cabang bergengsi dan populer, sepakbola.

Sebagai bentuk sportifitas tentu kita mesti memakai kacamata, prinsip sang juara. Bahwa peringkat 1, 2 dan 3 dengan medali emas, perak dan perunggu adalah para juara. Supremasi juara Asia Tenggara. Meskipun waktu belum berpihak kepada timnas untuk memberi kemenangan puncak sebagai kado akhir tahun, Desember 2019.

Melihat paramuda berjibaku membela harumnya merahputih di lapangan hijau, kita tidak pernah sangsi, Indonesia melalui timnas sepakbolanya yang merepresentasikan kemajemukan bangsa Indonesia, tetap harum dan unggul. Selamanya.

Sepakbola adalah tim olahraga yang sangat gemuk di depan mata penonton. Jumlah pemainnya paling banyak. 11 plus cadangan. Ditambah lagi jumlah penonton fanatiknya yang luarbiasa. Itulah peta tanah air kita. Melalui keterpilihan pemain-pemain terbaik, mewakili seluruh pulau, propinsi, bahkan suku-suku. Meskipun cara bacanya, melalui seleksi atau pemilihan yang tetbuka. Begitupun dengan gumul tumpahnya samudra manusia di stadiun.

Sepakbola dengan regulasinya juga laksana puisi. Ia kata-kata pencerahan yang lahir dari kesadaran dan kesaksian. Maka nalar sempurna juga yang mesti membaca setiap momen kalah dan menang. Sebab secara filosofis, kekalahan di lapang hijau bukan berarti kekalahan hidup bangsa Indonesia. Meskipun ke depan kita tetap akan terus haus kemenangan itu sebagai cerminan bangsa yang optimis.

Sukses untuk Timnas Indonesia. Sukses untuk persepakbolaan Indonesia. Untuk PSSI. Harus evaluasi lagi secara menyeluruh dan terus pasang kuda-kuda lagi. Sukses untuk kontingen olahraga Indonesia yang di Seagames kali ini masih digjaya berada di peringkat kedua, di bawah tuan rumah, Philipina. Sukses untuk para atlit, duta bangsa yang telah mengharumkan NKRI.

Di akun media sosial facebook beberapa hari lalu, setelah timnas menaklukkan Myanmar, 4-2 dan lolos ke partai puncak saya juga telah menulis begini:

ASA BOLA

bola juga doa
tempat melesatkan segala asa
hanya ke arah kemenangan

Pasti banyak yang bertanya-tanya, saya yang banyak nulis sepakbola, terlebih Timnas selama Pilkada DKI dan jelang Pilpres 2019, kok kali ini gak banyak komen Timnas meskipun berhasil menembus Final Seagames?
Haha!
Tentu biar tambah seru.

Kemayoran, 10 12 2019
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
-----

DINDING PUISI 133

Gini aja sekarang. Gimana kalau sampai malam tahun baruan kita masuki Tarian Gapura, TAGAR. Sebuah antologi puisi yang pernah saya terbitkan. Meskipun 5 buku ini konon hilang di perjalanan setelah saya kirim pakai jasa TIKI ke Pusat Dokumentasi Sastra HB. Yassin dalam rangka festival buku puisi nasional, 2019. Meskipun, memang sedikit telat pengirimannya dari tanggal penutupan festival itu.

Ya, sudahlah. Kalaupun tercecer di jalan, semoga hari ini ada lima orang yang menyelamatkan di rak bukunya. Semoga. Bahkan 10 buku, karena dalam festival itu saya ngirim dua judul.

Memunculkan puisi dari antologi puisi sendiri bukan dalam rangka 'sok nampilin' atau 'sok ngebahas' puisi sendiri. Anggap saja Yayasan Canadrama sedang berbagi. Mempersilahkan membaca beberapa puisi saya, meskipun tidak membeli bukunya.

Ditambah lagi menurut bahasa gaul kaum milenial, media soasial adalah potensi besar era milenial yang sudah sewajarnya dmanfaatkan secara efektif untuk program apapun. Nah, kali ini saya menjawabnya untuk menampilkan beberapa puisi yang pernah terbit. Gak dosa kan?

Inilah salahsatu puisi saya di dalam buku antologi puisi, TAGAR (Tarian Gapura), yang diterbitkan J-Maestro, Bandung, 2019. Selamat menikmati:

TARIAN MENIDURKAN ANAK

ini jam menidurkan anak laki-laki
yang sedang sakit
seperti kepada semua anak manusia
serengkuh dalam pelukan
erat dan mesra dibelai punggungnya
lalu kita melayang
masuk dalam alunan lagu:
"kulihat ibu pertiwi
sedang bersusah hati
air matanya berlinang
mas intannya terkenang" *)
kita maju tujuh jurus
berharap sepoi angin dan lesatannya
tidak mengganggu
kalau merengek juga ia
kita timpuk muka syetan, "Plak!"
"Plak! Plak! Plak!"
kaki berderap kerap di tanah
seribu kuda-kuda langit
menyedot panas bumi
lalu kita berayun mundur
menimba teduh pasir
berharap nyiur bernyanyi juga:
"hutan gunung sawah lautan
simpanan kekayaan
kini ibu sedang lara
merintih dan berdoa" **)

-----
*) **) Lagu Ibu Pertiwi ciptaan Ismail Marzuki 
------

Demi membaca puisi TARIAN MENIDURKAN ANAK ini, mungkin pertanyaan pertama anda adalah, siapa anak (laki-laki) yang sedang ditidurkan agar tidak terganggu syetan itu? Lalu siapa pula yang menidurkannya?

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
#ApresiasiSastraIndonesia
-----

DINDING PUISI 134

Di akun media sosial Facebook saya  menulis begini, "Bukan hidupi satu penyair supaya semua bahagia. Tapi hidupi seluruh penyair biar kerja di tempat masing-masing, seluas pengaruhnya".

Tentu, Yang Maha Hiduplah yang melindungi penyair. Hiduplah yang mesti menghidupi penyair. Termasuk negara dan masyarakat, selain diri penyairnya sendiri. Tetapi yang kita maksud dengan menghidupi penyair tidak seeklusif memberi lapangan kerja kepada seorang penyair. Sebab hal demikian sudah tercatat dalam program pembangunan negara dengan kalimat lazim, setiap manusia di negri ini berhak atas dunia kerja dan penghidupan yang layak.

Sebuah ilustrasi bisa saya berikan. Apakah pada seorang yang bisa dan biasa menulis puisi yang kebetulan berprofesi sebagai Kepala Skolah di satu SMA maka otomatis negara telah menghidupi peyair? Apa dia sendiri telah menghidupi kepenyairannya? Tentu bukan itu yang saya maksud. Sekali lagi kalau urusan profesi, negara sudah punya program umum yang menyentuh seluruh bangsa. Tanpa kecuali. Termasuk penyair yang bisa punya profesi macam-macam. Ada yang pedagang, guru, wartawan, polisi, penyiar, dokter, supir, petani, teknisi, pekerja seni, pengusaha, anggota DPR, kepala dinas, mentri, dll.

Menghidupi penyair adalah memberi ruang hidup kepenyairan yang kuat, agar berfungsi efektif sesuai kodrat bakatnya yang mesti berpengaruh baik bagi kesejahteraan manusia. Hadir dengan kesadaran dan kesaksiannya untuk mencerahkan melalui proses kreatif bersyair.

Bagi penyair, upaya menghidupinya tentu melalui konsistensi berkarya, merespon gerak kehidupan, memiliki pandangan yang mecerahkan, dan mempublikasikan karya-karyanya. Seiring dengan itu harus ada penerbit buku, koran, dan majalah, perpustakaan, toko buku, penjualan buku on line, panggung dan arena sastra, multi even seni dan kegiatan sosial yang menyertakan puisi, komunitas-komunitas, anggaran kegiatan sastra, gedung kesenian, media penyiaran sastra, program literasi, pendidikan bahasa dan sastra, lembaga-lembaga bahasa dan sastra, jaringan sastra internasional setidaknya melalui kedutaan besar atau perwakilan negara, dll, sampai kepada apresiasi tinggi kepada penyair pejuang yang kiprahnya sangat berpengaruh bagi pembangunan bangsa dan negara.

Kembali ke tulisan saya di facebook, penyair memang harus kerja di tempat masing-masing, seluas pengaruhya.

Dan tulisan ini saya buat masih dalam rangka memasuki antologi puisi TAGAR, Tarian Gapura, hingga malam pergantian tahun nanti. Untuk itu, kali ini saya sertakan sebuah puisi dari antologi tersebut yang berjudul, TARIAN SYAIR PENYAIR.

TARIAN SYAIR PENYAIR

langit dan bumi persegi empat
penyair dalam rumahnya
tubuh singkong dalam tanah
matanya garuda angkasa
ditepuk-tepuk kedua pahanya
berirama apa saja
bersaksi apa saja
mengabarkan apa saja
menyadarkan apa saja
membangkitkan apa saja
telanjangnya bergerak hati
kadang tenang, sangat tenang
kadang riuh, liar dan terbakar
dari mulutnya kata-kata lepas
dari jemarinya kalimat-kalimat
menguasai seluruh alamat
beranjak ke atas kotak merah,
kotak putih, kotak kuning, kotak hijau,
dan semuanya
suara-suara dari pahanya
terus menuntut kekuatan
melecut dirinya
bahkan malaikat menambahi kerasnya
hingga cemeti langit halilintar
telinganya tajam merekam
tragedi sawah ladang
runtuhnya kota-kota
bahkan kuburan yang hancur
dan mesjid yang dicuri kiblatnya

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
#ApresiasiSastraIndonesia
-----

DINDING PUISI 135

Baru saja lewat hari anti korupsi. Sebagai aktivis "hidup adalah anti", bahkan kami tegaskan dalam setiap suasana hari kebangkitan, "bangkit itu anti", saya menyaksikan frase anti korupsi adalah deretan huruf-huruf tebal yang sangat menonjok manusia untuk bergerak memasuki alamat kesadarannya.

Kita harus bersikap anti atas banyak hal. Anti korupsi. Anti miras dan penyalahgunaan narkoba. Anti pelacuran, seks bebas, pelecehan seksual, pemerkosaan dan pornografi. Anti perusakan dan pencemaran lingkungan. Anti tawuran dan melakukan tindak kriminal. Anti terorisme. Dll. Sampai anti pembodohan dan pemiskinan.

Saya selaku ketua Cannadrama, baik di radio maupun di berbagai forum juga teriak-teriak laksana muazin soal berbagai anti itu. Untungnya, cannadrama saya tafsirkan "kisah bunga tasbih". Jadi nyambung dengan istilah azan. Sayangnya waktu berulang-ulang saya bilang, daripada seks bebas lebih baik poligami ---padahal selain persoalan halal, itu kan bisa berfungsi seumpama parfum belaka, eh ada juga pihak-pihak yang tidak menyukai pendapat pro-poligami. Sampai saya harus kehilangan pekerjaan dan sumber penghasilan. Bahkan ketika bikin program keharmonisan pasutri, maksudnya 'ngiming-ngimingi', daripada seks bebas mendingan masuk dalam 'humor serius' kemesraan pasutri, eh malah dituding ngajarin seks. Benar-benar zaman wis akhir. Semua terbolak-balik.

Begitupun dalam banyak propaganda. Kalau pejabat atau orang yang dianggap hebat yang ngomong, apalagi sambil nyebar-nyebar anggaran kegiatan, kita selalu terpesona. Terpukau abis. Meskipun di belakang hari dia tertangkap polisi. Tetapi bagaimana kalau orang semisal Pepen yang bicara? Apakah anda mau dengar?

Berikut ini satu puisi dari buku antologi puisi saya, TAGAR, Tarian Gapura, yang diterbitkan JM-Bandung. Berjudul, Tarian Sajak Pepen 1:

TARIAN SAJAK PEPEN 1

sajak ini dutulis oleh saya, Pepen
lengkapnya, Pepen Kari Ngigel
anda jangan marah baca atau dengar sajak ini
siapapun anda
sebab, sajak ini kan
cuma ditulis oleh seorang Pepen
tapi bukan Pepen Cuma

apa hebatnya Pepen buat anda
sekolahnya aja cuma tamat SMA
boro-boro kuliah
begitu tamat langsung nyari duit
alasannya sederhana, takut mati kelaparan
takut dikejar-kejar masa depan suram
hayo, mau sembunyi di mana?
kawin sempat gak kepikiran
bahkan domba beger*) yang lihat saya
bisa ikut bingung, bisa tiba-tiba stres
bisa langsung pingsan

daripada terkesan menakutkan
apalagi menggurui
sebut saja ini Sajak Pepen
udah, gitu ajah!

boro-boro pencitraan biar bisa nyaleg*)
baru nyebut nama partai saja
saya sudah di-hussss
mereka bilang,
"Mahasiswa pasti milih yang tamat kuliah.
Termasuk masyarakat yang dipengaruhi
oleh tokoh-tokoh kuliahan"

tapi walaupun saya dianggap bodoh
dan selalu direndahkan
saya bisa bilang, korupsi uang rakyat itu biadab!
bahkan jika waktunya tiba, bisa kena hukuman mati!
sebab uang rakyat bisa menyelamatkan rakyat!
menyelamatkan siapa saja!
bisa membuat orang-orang kelaparan
dan yang sakit parah tidak mati!
bisa membangun fasilitas-fasilitas vital!
bisa meningkatkan kualitas pelayanan publik!
bisa menyelamatkan anak-anak yang putus sekolah!
bisa mengarahkan para pengangguran
biar hidup produktif!
membina anak-anak nakal korban pergaulan
supaya lurus hidupnya!
bisa mengusir kriminalitas!
bisa nolong ibu-ibu yang mau bisnis kecil-kecilan!
dan masih berjuta-juta manfaat lagi

koruptor itu kejam!
membunuh hidup!
cuma bisa melahirkan koruptor berikutnya
makin hari makin makin banyak jumlahnya
sedangkan wilayah negara kita terbatas
kalau tidak tertampung bagaimana?

ya, inilah Sajak Pepen
sekian
terimakasih

Kemayoran, 18 01 2019
*) Beger = mulai jatuh cinta/ mulai ada hasrat kawin
*) Nyaleg = nyalon legislatif

Demikianlah satu puisi polos, ditambah kebetulan polos pula Pepennya, puisi kaos oblong itu. Selanjutnya, apakah anda ingin segera menemui dan bicara dengan Pepen, atau langsung angkat telunjuk setuju, anti korupsi?

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
#ApresiasiSastraIndonesia
-----

DINDING PUISI 136

13 Desember 2018, setahun lalu, pukul 07:10 saya mem-posting puisi pendek:

HIDUP INI

cinta
kerja
dan rahasia

Cinta. Bermula dari ada, yaitu Yang Maha Cinta. Lalu ia menjadi sebuah kalimat penciptaan dan pemeliharaan sepanjang masa. Dalam lingkaran cinta yang agung inilah manusia mengekspresikan potensi lahir batinnya. Itulah kerja. Baik kerja sosial, kemanusiaan, maupun kerja ekonomis-produktif. Mencari nafkah untuk menghidupkan hidup. Dibalik kemunculan wajah diri dan telapak tangan-kaki perbuatan itu terdapat rahasia-rahasia yang selalu kita bilang, Allah Yang Maha Baik lagi Sempurna yang menguasainya. Dari ruamg rahasia inilah muncul cahaya hikmah. Sehingga manusia berkesadaran, berkesaksian, dan hidup mencerahkan diri dan seluruh manusia.

Bicara soal rahasia, ada yang selalu tetap sebagai rahasia Allah. Ada juga yang telah dibuka pada sebagian manusia, tetapi tetap menjadi rahasia bagi pihak yang belum tahu, sehingga saya sebut, rahasia langit yang telah terbuka pada sebagian, kadang masih menjadi milik langit bagi sebagian yang lain. Di sinilah titik sentrum kemuliaan itu. Ketika yang tahu harus berdiri dalam kuasa kemahamuliaan Allah, menaungi yang serba tidak tahu. Di sini pulalah kedasyatan agama, atau spiritualitas yang sempurna itu.

Ada juga rahasia 'langit bumi'. Sesuatu yang masih rahasia, ketika masih bersemayam di hati. Ia akan menjadi logika bumi setelah menjadi sikap dan perbuatan nyata. Maka saya pernah membuat pementasan teater di Jakarta berjudul Lagit Manusia, dengan kalimat promosi: "ketika langit kemanusiaanmu cinta, mengapa bumi tubuhmu lupa? Mengapa bumi tubuhmu dosa?".

Tidak semua rahasia itu menyebalkan bagi yang penasaran ingin tahu, sebab untuk hal-hal tertentu Allah yang telah mengatakan, "jika semua dibuka, kamu tidak akan dapat menanggungnya". Maka pada hal ini, akan ada banyak rahasia yang kita tidak tahumenahu tetapi sesungguhnya adalah kenikmatan.

Selain kenikmatan rahasia yang tetap sebagai rahasia, ada juga kenikmatan berupa rahasia ketika terbuka, semisal rahasia-rahasia yang sifatnya tertahan sementara, untuk kemudian akan segera diketahui oleh manusia. Yaitu pesan-pesan tersembunyi yang mesti dibuka dan ditafsir dari banyak hal. Termasuk dari pertujukan seni di panggung dan berbagai karya seni lainnya.

Melalui tulisan ini, kita masih dalam proses, menjelang pergantian tahun baru, dengan memasuki buku antologi puisi TAGAR, Tarian Gapura karya saya yang diterbitkan oleh JM-Bandung. Kali ini kita akan menguak rahasia gapura lewat puisi berjudul, TARIAN GAPURA atau TARIAN GAPURA 1:

TARIAN GAPURA (#TAGAR)

memasuki kotamu, Cintaku
kemesraan memelukku
angin gapura dan terang lampu-lampu
menyenandungkan syair pertemuan
yang ditarik turun dari langit
meluas rongga dadaku
lepas segala yang menyebalkan
sebab rindu telah sampai

aku seperti diajak masuk arena 
sepanjang menit-menit sebelum turun
depan rumahmu
alunan musik pantulan suara-suara
yang datang dari seluruh penjuru kotamu
dan kau penari berselendang datang
mengalungiku bunga
lalu mengajakku menguasai suasana
menguasai semuanya

berdiri di depanmu
menatap lurus kedua bola matamu
dan senyumu yang pecah
sejarak dua tangan yang saling genggam
kita seperti gapura tadi
tak mau lepas kanan dan kiri
sementara taman yang mengelilinginya
seperti persiapan arak-arakan
dari seluruh kutub-kutub
dari segala gugus bintang
yang akan mengabarkan pernikahan kita

semuanya tumbuh segar dan tinggi
semarak bunga dan bercahaya

pantas saja mereka menyebut kota ini
taman asmara
tempat bertemunya dua hati
atau tempat membina hati yang telah menyatu
agar lepas dari segala bahaya
atau tempat menyambut kedatangan yang lama pergi
dalam rindu yang harus dilunasi
termasuk membelai cinta yang pulang terluka
atau pagi dan siangnya melepas pergi
suara hati
yang membawa terbang paling sentausa

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
#ApresiasiSastraIndonesia
-----

DINDING PUISI 137

Puisi ini saya buat saat saya sering terkenang masa kanak-kanak, sebelum naik kelas 4 SD di area perkebunan kopi, Curug Sewu, Kedal, Jawa Tengah. Artinya, masa-masa sebelum pindah ke area perkebunan cengkeh di Sukabumi, Jawa Barat.

Saat itu saya paling suka nonton pertunjukan kuda lumping atau jaran kepang. Kadang di halaman tokoh kampung setempat, kadang di tempat hajatan, kadang di arena obyek wisata Curug Sewu. Pokoknya pertunjukan itu selalu memukau. Setidaknya sejak saya kecil, jaran kepang sudah jadi maskot hidup. Sampai-sampai hari ini saya super setuju kalau di seluruh PAUD, TK, dan SD selalu ada miniatur (ukuran kecil) jaran kepang, baik sebagai alat peraga maupun untuk pertunjukan panggung.

Selain jaran kepang, saya juga suka wayang kulit. Bahkan sampai hari ini masih suka meontonnya, minimal di TV dan video. Tapi pada waktu kecil saya gak banyak ngerti aksi pertunjukannya. Lebih menikmati kelirnya dan memdengarkan dongeng para orang tua seputar tokoh-tokoh wayang. Selebihnya, sibuk jajan di sekitar arena pertunjukan wayang itu.

Ada satu konsep mendasar dari pertunjukan wayang yang saya catat sebagai pengalaman khusus untuk dunia kota masa kini yang makin metropolis dengan berbagai pusat hiburan malamnya. Konsep itu adalah, bagaimama menciptakan pusat hiburan malam yang jauh dari mesum, miras-narkoba, dan berbagai tindak kriminal. Mengikuti pola gunungan yang bermula dari miring ke kiri, lalu tegak lurus, lalu miring kanan. Yang menunjukkan proses gerak waktu yang terkendali. Semakin mendekati Subuh, mendekati waktu pulang, justru makin padat pesan moralnya. Pesan-pesan agar selamat di perjalanan. Tentu saja di perjalanan sepanjang hidup kita.

Maka dalam suasana jelang pergantian tahun baru, kita masih memasuki antologi puisi saya, TAGAR, Tarian Gapura. Kali ini kita selami puisi berjudul, TARIAN KAMIS BERKUDA:

TARIAN KAMIS BERKUDA

seorang anak mendapat tugas dari guru
mencari foto-foto tarian
satu orang satu tarian
dia harus mencari kuda lumping

sore yang lazim, anak-anak selalu banyak tanya
"Ayah, kuda lumping itu tarian apa?"
ayahnya menjawab, "Itu tarian orang naik kuda.
Pasukan berkuda atau ksatria berkuda"
"Ayah, apa bedanya?"
ayahnya menjawab, "Jelas beda,
pasukan berkuda itu panglima perang dan prajuritnya,
sedangkan ksatria berkuda itu bisa tokoh siapa saja.
Orang-orang yang memimpin atau berjuang untuk masyarakat"
"Ayah, kalau pangeran berkuda itu siapa?"
ayahnya menjawab lagi, "Kalau itu anak-anak raja,
atau yang calon raja"

sampai di situ si anak penasaran
ingin segera dicarikan foto-fotonya
ingin diperlihatkan videonya
maka si ayah pun segera membuka internet

sejurus kemudian si anak terpesona
tapi masih bertanya juga,
"Kudanya bukan kuda beneran kok?
tapi seperti dimaklumi oleh kecerdasannya ia bertanya lagi,
"Terbuat dari apa kudanya, Ayah?"
ayahnya menjelaskan, "Biasanya dari anyaman bambu.
Tapi ada juga yang dari bahan lain"

singkat cerita
foto di layar sudah berpindah ke kertas tugas
si anak nampak puas
ia pun lompat kuda sambil mengangguk-angguk
tapi sebelum ayahnya pergi masih bertanya lagi,
"Ayah, kok pasukan berkuda sekarang sudah gak ada?"
ayahnya menjawab penuh cinta, "Ada Sayangku.
Tetapi kendaraan perang tidak harus kuda.
Di jaman sekarang sudah banyak motor,
mobil, kapal laut, pesawat terbang dan lain-lain.
Semua itu ada yang untuk angkutan penumpang,
ada yang khusus untuk perang.
Jadi, pasukan perang tidak selalu harus naik kuda"
"Tapi Nabi Muhammad katanya perang naik onta?"
"Benar, bisa naik onta bisa naik kuda.
Jadi tarianpun bisa berupa tarian naik onta.
Tetapi harus ada yang membuat dan menarikannya"

malam pun melewati pembaringan
segala peristiwa siang ditanyakan istrinya
berharap menyenangkan
atau setidaknya untuk direnungkan
si ayah itu pun sukacita cerita banyak
tatapi kali ini istrinya tertarik pada tiga hal:
tentang ksatria berkuda
tentara yang perkasa di atas kapal perang
dan Nabi naik onta

maka malam jumat pun keramat
terngiang-ngiang di telinga,
"Nikmat mana lagikah yang kau dustakan?"

besok paginya si anak bertanya di meja sarapan
"Ayah, apakah cuma tentara, ksatria dan anak raja saja
yang boleh naik kuda lumping?"
ayahnya menjawab sambil melirik istriya
yang semakin segar wajahnya,
"Semua boleh naik kuda lumping.
Di depan pasukan berkuda kita pun merasa seperti mereka.
Kita pun harus membela bangsa dan negara juga.
Tetapi tidak harus selalu sebagai tentara.
Kamu pun boleh bikin tarian baru kalau mau.
Pegawai negri naik kuda lumping.
Mentri Pendidikan naik kuda lumping.
Dokter naik kuda lumping.
Petani naik kuda lumping.
Wartawan naik kuda lumping.
Semuanya serba naik kuda lumping".

Si anak pun tersenyum sambil berucap,
"Seru ya, kalau Jokowi juga naik kuda lumping?"
Dia menunjuk lukisan presiden ke 7 Indonesia di dinding

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com  cannadrama@gmail.com
------

DINDING PUISI 138

Gimana sih Bro? Katanya jaman gaul era milenial? Katanya lagi musim mengefektifkan literasi digital melalui media sosial? Kok skup-nya masih soal diskusi senibudaya satu ruangan yang selalu berisi 40-50 orang?

Itu tidak salah. Itu tetap pilihan jitu juga untuk banyak kajian. Tapi menolak mentah-mentah ruang 'utama' media sosial ya masalah juga. Lha wong saya aja banyak tahu nama penyair, terutama penyair muda, dari berbagai belahan Nusantara gara-gara gaul di media sosial kok. Malah sekali bertegur sapa bisa langsung berlama-lama diskusi secara intensif. Bahkan sampai ngomongin masalah pengalaman pribadi. Kan Nusantara sekali itu.

Menurut saya karya-karya sastra atau ulasan karya sastra di era sekarang juga harus 'gaul' di media on line. Cara-caranya ya bisa kita pilih dari seluruh kemungkinan yang ada.

Ngomong-ngomong soal gaul, kita saat ini justru sedang berada di era kepala panas. Yang alih-alih hati tetap dingin, justru hatinya mudah terbakar atau membakar juga. Yang akibatnya, jangankan lagi keharmonisan masyarakat, keharmonisan dalam lingkup keluarga pun sering bermasalah. Terutama di kota-kota besar, atau calon kota-kota besar.

Bahkan pada para penari pergaulan, sebagian penarinya memang sadar benar ada misi apa dalam tariannya? Tetapi pada sebagian yang lain, mereka masih gagap pada tariannya sendiri. Padahal ada dua tarian umum yang punya citra sangat Nusantara, yaitu tari pergaulan Nusantara dan tari Pesta Panen. Tari pergaulan selalu menunjukkan spirit bhineka tunggal ika, sedangkan tari pesta panen menunjukkan kemajuan pembangunan. Namun seperti sering saya bilang, telah terjadi pergeseran makna pesta panen belakangan ini. Tidak cuma pada petani atau nelayan, tetapi juga pada para buruh dan profesi lain. Meskipun kadang upahnya jauh dari cukup. Yang artinya, para pengangguranlah yang kena cap gak punya tari pesta panen.

Tari pesta panen juga saya maknai, tari apa saja asal digelarkan pada momen pesta pnen, pun dalam rangka mensyukuri nikmat gajian. Pun tari pergaulan. Ia bisa berupa tari apa saja, asalkan menghidupkan momen pergaulan. Kalau jaipongan atau ketuk tilu naik forum silaturahmi ya tari petgaulan namanya.

Kalau harus saya sebut satu lagi bentuk tarian yang juga sangat menonjol, sebagai pencitraan keramah-tamahan daerah-daerah, adalah tari selamat datang. Bisa yang bersifat khusus, bisa juga bersifat umum. Yang bersifat umum tentu saja tarian apa saja asalkan berfungsi sebagai tari penyambutan.

Dalam suasana jelang pergantian tahun baru ini, kita masih terus memasuki antologi puisi TAGAR, Tarian Gapura. Kali ini kita selami puisi bejudul, TARIAN PERGAULAN:

TARIAN PERGAULAN

di jaman yang muak
anak-anak menolak ibu bapaknya
menjadi besi yang mati
tajam yang liar
lupa bahan tubuhnya

baginya tak ada teman sejati
kecuali menyelamatkan diri sendiri
itupun penyelamatan suka-suka
yang sesungguhnya tak dikenalinya

maka baginya
seluruh ayat suci hanyalah
lelucon untuk menyiasati lawan bicara

mata api
yang diintai Tuhannya

sementara pada suatu panggung
pria dengan pria
wanita dengan wanita
atau berpasang-pasangan
hatinya saling berpelukan
senyumnya disulam jadi satu
matanya satu penglihatan
tubuhnya satu gerakan
atau tubuh yang satu menjadi banyak

mahkota panggungya tumbuh
menyentuh langit
singgasananya menjalar akar
masuk bumi 

tapi tahukah
satu dua di antara penarinya
masih tidak yakin, mereka menari apa?
-------

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
#ApresiasiSeniIndonesia
-----

DINDING PUISI 139

Kalau kita klik google, kita bisa mendapati kalimat ini: "Harimau jawa atau harimau sunda (Panthera tigris sondaica) adalah subspesies harimau yang hidup terbatas (endemik) di Pulau Jawa. Harimau ini telah dinyatakan punah di sekitar tahun 1980-an, akibat perburuan dan perkembangan lahan pertanian yang mengurangi habitat binatang ini secara drastis". Kalimat 'harimau Jawa Punah' atau 'harimau Sunda punah' adalah siloka yang buruk bagi kehidupan manusia, tidak cuma di pulau Jawa tetapi secara universal bagi siapapun di manapun. Untungnya itu bisa diposisikan sebagai pengingat. Sebab dalam maksud yang sama kita masih bisa mengangkat kalimat, 'elang Jawa yang perkasa di angkasa raya' atau 'garuda jaya Indonesia'.

Begitulah puisi. Ia bisa membaca, berkesadaran atas titik tragis kehidupan. Tetapi sekaligus berkesaksian atas kelangsungan kuasa Allah yang terus perkasa. Yang bisa mengingatkan kita pada kalimat tragedi, ramalan 'pulau Jawa tenggelam', sebagai sentrum pengingat, tetapi pada saat yang sama kita justru dibawa ke ruang kesadaran dan kesaksian tinggi, 'Jawa yang justru menenggelamkan diri pada nasionalisme Indonesia, menjadi pancang utama merah-putih'. Yang kemudian menjadi katarsis bagi rasa cinta tanah air yang dirahmati Allah. Termasuk salahsatunya Jakarta yang bisa mengerti ketika ada wacana ibukota negara akan dipindahkan ke luar pulau Jawa. Sebab sejak semula, secara filosofis dan historis semua daerah seIndonesia adalah Jakarta. Sehingga seperti dalam lirik lagu Koesplus, 'kembali ke Jakarta', kita terjemahkan kembali ke supremasi nasionalisme.

Teringat semua itu kita teringat para pahlawan, pembangun bangsa dan pendiri negara. Mereka yang melukis atau menggambar seluruhnya tidak hanya karena warna atau dengan warna, tetapi karena hidup mulia dengan hidup mulia. Agar bangsa ini harmonis berkesejahteraan lahir batin sepanjang masa.

Kenyataan ini akan membawa kita sampai ke pekarangan RUMAH MINGGU. Itu sebabnya saya pernah mendirikan Sanggar Gambar Minggu Anak Berwarna. Bahkan sampai hari inipun setiap jadi juri gambar, saya masih selalu merasa berlatarbelakang sanggar itu.

Oke. Menyelami antologi puisi saya TAGAR, Tarian Gapura (JM-Bandung), dalam rangka menuju puncak pergantian tahun, kali ini saya kedepankan satu puisi saya yang berjudul TARIAN KUAS:

TARIAN KUAS

seribu anak-anak di pekarangan rumah
ayo kita dukung sukacitanya
setelah menggambar komik
memukulkan kuas pada kentongan
biar semarak warnanya
terbang harum kemana-mana
bersama bunyi nyaringnya
ayo kita lari-lari. Terus lari memutar
pukulkan lagi kuas pada pagar
sontak 1200 warna lahir dari rahimnya
menyanyilah syalala
syalala lala lala lala
melompat! melompat!
pukulkan kuas pada lantai
ooo, lautan bergolak tujuh kedalaman
ooo, warna-warna mendalam,
siapa memulai kelahiran sebelum pulang?
penerimaan dan penyerahan?
musik riang memintal angin
keceriaan menyampaikan pesan
seribu anak di pekarangan rumah
menyambut matahari minggu pagi
yang mengucurkan warna-warna
tumpah-ruah
berkah angkasa
tadahi dengan batu-batu berakar kali
melukis bunga dan daun pada batu
biar sampai terus tumbuh
lalu bila gerimis dan angin
minggu gembira kita habisi saja
dengan cinta di atas kertas dan kanvas.

Saya tiba-tiba teringat puisi anak saya, Nurulita Canna Pambudi dari Wisata Sastra dan Sanggar Gambar Minggu Anak Berwarna, yang berjudul Kentongan Muazin yang pernah jadi juara Lomba Cipta Puisi Kuntum Mekar, Surat Kabar Pikiran Rakyat. Bahwa kentongan adalah eksistensi, kehadiran potensi yang bersuara, mengabarkan dan mengingatkan, menyebarkan aroma warna apa saja ke mana saja.

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com
#ApresiasiSeniIndonesia
------

DINDING PUISI 140

Untuk pembina komunitas sastra atau guru sastra sekali-kali bisa melakukan ini. Bawa satu peserta atau siswa yang mulai terlihat bakat sastranya ke tengah lapangan. Suruh dia berdiri dengan dua kaki terbuka lalu berdoa. Selesai itu beri hitungan satu, dua dan tiga. Pada hitungan ke tiga di harus mengayunkan kaki kanan satu langkah ke depan. Lalu berdiri mematung dalam posisi itu beberapa saat. Dengan menggunakan kapur tulis lingkarilah tempat telapak kaki kanan berdiam.

Dalam latihan teater saya perkenalkan hal ini sebagai latihan, bertanggungjawab atas gerak atau langkah pertama. Lalu saya lanjutkan dengan proses pementasan teater gerak spontan selama 10-15 menit dengan pelatih memposisikan diri sebagai narator.

Ulangi sekali lagi gerakan tadi. Tetapi sebelum peserta atau siswa itu mengayunkan kaki kananya bimbinglah ia mengucapkan, "kalimat Allah telah menjadikan aku ada". Lalu setelah hitungan ke tiga dan dia mengayunkan kaki kanan, bimbinglah ia mengucapkan, "hadir dan perbuatanku adalah kata-kata".

Selanjutnya di samping gambar lingkaran telapak kaki kanan itu simpanlah keranjang sampah. Katakanlah padanya, "Ini ada dua kertas, satu kertas bertuliskan 'kebaikan' dan satu lagi bertuliskan 'kejahatan'. Mana yang akan dialamatkan di telapak kakimu, dan mana yang akan dibuang ke tong sampah?" Lalu setelah dia melaksanakan tanggungjawabnya, tutuplah dengan kalimat, "telapak tangan dan kakimu adalah kata-katamu".

Baik. Dalam ragka menyongsong pergantian tahun kita masih berupaya memasuki buku antologi puisi saya, TAGAR, Tarian Gapura (JM-Bandung). Kali ini kita selami puisi berjudul, TARIAN BERANGKAT KERJA:

TARIAN BERANGKAT KERJA

pagi menelan Jakarta
motor melingkar patung Ondel-Ondel
lalu melesat nikmat
menghirup udara sentausa
tubuhku membubung harum kopi
meliuk-liuk
meninggalkan permukaan cangkir
mendalam ke langit
meninggalkan jok dan stang
masuk ke lepas
aku menari kemenangan Tuhan
Ooo eeee aaaa, eea eea
Ooo eeee aaaa, eea eea
pada setiap melentur tikungan 
selalu kuambil rahmatNya
lalu kutebar
seperti menebar bunga
atau kusembur
seperti menyembur gelembung warna-warni
sepanjang perjalanan ke tempat kerja
Allah saja teman setia
kalau tak demikian
aku tak laki-laki 
------

Ya, hidup memang selalu baru dimulai seperti pada latihan gerak pertama di awal tulisan ini. Tetapi saya pun pernah menulis status di media sosial facebook, "Karena perjuangan tidak di titik nol. Ia di titik lompat. Meskipun setiap titik lompat adalah titik nol".

Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama.blogspot.com
Cannadrama@gmail.com

Dikumpulkan, Jumat, 20122019


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG