DINDING PUISI 182

DINDING PUISI 182

Met hari minggu, Bro & Sis. Minggu awal Juli ini Jakarta terang. TVRI sedang menayangkan film boneka yang sejak tadi saya tonton sambil minum kopi dan jawab-jawab WA. Maklum belum ada rencana ke luar rumah, mungkin agak siang ke rumah ibu di Kemayoran. Lalu saya buka-buka Mendaki Langit (J-Maestro 2019), antologi puisi saya yang dilabeli 100 Aksi Puisi Pramuka, karena memang merupakan 'buku guru/pembina' teman para siswa, Pramuka dan pemuda pada umumnya. Buku ini kemarin saya kirim ke Bandung untuk keperluan Lomba Baca Puisi bulan Juli. Pialanya menyusul. 

Yang akan dilombakan puisi berjudul, Begitu Lapang Cinta Ibu, tetapi minggu pagi ini saya fokus pada puisi yang bentuknya terinspirasi oleh dialog imajiner saya dengan Bung Karno ---atau dengan Si Bung kalau menurut senior Lumbung Puisi, RgBagus Warsono, yang merepresentasikan para Bung di era awal kemerdekaan NKRI. Mengapa? Setidaknya melengkapi tulisan saya sebelumnya di Dinding Puisi Indonesia (DPI) berkaitan dengan PANCASILA.

Pada puisi ke 82, berjudul Kepribadian Bangsa yang dimuat buku Mendaki Langit halaman 133 ini saya, aku lirik, terasa benar ingin bersaksi seterang-terangnya, bahwa Pancasila yang kita kenal di bangku-bangku sekolah hari ini adalah Pancasila yang diakui diyakini oleh Bung Karno (Para Bung Kemerdekaan). Sebagai 5 inti atau 5 dasar, sebagaimana ia pun pernah meneriakkannya. Tidak ada beda antara Pancasila yang ia dengungkan pada pidato Juni-nya dengan yang hari ini kita kenal, yang ada dalam Pembukaan UUD 1945. 

Kalaupun dalam perjalanan sebuah bangsa dan negara, ada keberanian mengritik Presiden Soekarno dan Presiden-Presiden lain, termasuk para pejabat daerah dan Anggota Dewan, itu semua selalu berkaitan dengan kebijakan-kebijakan, keputusan-keputusan, sikap-sikap, bukan soal eksistensi Pancasila itu. 

Inilah puisi saya sekengkapnya. Buat yang belum punya buku saya ini, semoga merasa sudah kebagian sebagian isinya:

KEPRIBADIAN BANGSA 

benar katamu, Bung
Pancasila itu kepribadian bangsa
telah tumbuh di gunung-gunung
di lembah-lembah 
di seluruh pantai 
di segenap daratan Nusantara 
dari sejak berabad-abad silam
juga telah menjadi pembangkit
pembakar semangat anti penjajahan  
bukan rekayasa kalimat-kalimat 
yang ditulis paksa sore kemarin

kebangsaan Indonesia
itu utama 
prikemanusiaan di muka bumi 
itu utama
demokrasi 
itu utama
keadilan Sosial 
itu sangat utama 
Ketuhanan Yang Maha Esa
itu lebih utama

maka dengan ini kami nyatakan, Bung 
selalu setia dalam Pancasila: 
1. Ketuhanan yangaha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan 
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Kemayoran, 14072019

Di halaman itu, di bawah puisinya saya beri catatan sebagai berikut:
*) Puisi Pancasila. Bertema cinta dan setia kepada ideologi Pancasila. Sangat dipahami insan beragama, karena di dalam Pancasila ada sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang menjiwai sila-sila lainnya. Puisi ini identik dengan Hari Lahir Pancasila dan Hari Kesaktian Pancasila. Meskipun demikian bisa dilatihkan kapan saja.

Selamat menikmati Minggu Indonesia, Bro & Sis. 

Kemayoran, Minggu, 05 07 2020
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama@gmail.com
Cannadrama.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG