DINDING PUISI 112

Minggu, pagi-pagi sekali sudah nulis status di medsos FB begini: "Nyimpen Sajak Di Atas Meja, malah ngimpi elek. Malah diganggu. Padahal karepe, ketawa ya ketawa, goyang ya goyang. Jangan ketawa stres, goyang bingung ngamuk". 

Gara-garanya tadi malam saya unggah puisi dari buku Indonesia Lucu dengan tagar Ngopi Puisi ke 16 yang berjudul Sajak Di Atas Meja:

SAJAK DI ATAS MEJA

aku lihat dia
ketawa Indonesia
pecah
airmata dangdutnya
sampai ketahuan juga
sesungguhnya dia
sedang tidak bisa ketawa

aku merasakan
goyangan pinggul luka-luka
merobek panggung
menjadi dua bahkan tiga
antara sakit hati
dan sesungguhnya menari

sajak di atas meja dibicarakan
kaki di bawah meja digigit ular
jalan kesejahteraan dipertaruhkan
disebut proses kalau kesasar-sasar

Kemayoran, 06 11 2017

------
*) Puisi Gilang Teguh Pambudi, dari buku antologi bersama Indonesia Lucu, penerbit Penebar Media Pustaka. 

Habis gimana gak lucu ya? Kalau dalam suatu kampanye suatu partai bikin panggung meriah pakai dangdutan, kita ngerti. Itu komunikasi kerakyatan juga. Bahwa partai yang bersangkutan tidak alergi dangdutan. Wellcome. Nyenengin bagi banyak orang, banyak pihak. Tapi pragmatis, sering terselip sindiran, maunya 'ngaji' program tapi terhipnotis hiburan. Ini biasa kan? Termasuk yang goyang qasidahan juga. Yang penting ngumpulin sebanyak mungkin orang.

Di masa berikutnya jangan heran, ketika pembangunan gak maju-maju, seret, banyak kurang, pertumbuhan ekonomi macet, penghasilan gak menjamin hidup layak, lowongan kerja sulit didapat, dst, masyarakat cukup dihibur dengan banyak acara dangdutan. Dengan kesenian yang murah meriah. Kalau panggung kesenian gak mempan, pake panggung dakwah. Padahal kita juga sadar diri, panggung seni dan panggung dakwah itu memang lumrah untuk menghibur, membeli ketenangan jiwa masyarakat. 

Setuju. Selain doa kusyu, melepas stres itu bisa dengan bercanda, tertawa, menyanyi, bergoyang, wisata, dll. Tapi kalau kelewatan melepas stres, dari banyak tekanan yang berair mata di dalam jiwa, kadang nyanyian dan tampilannya bisa nambah stres. Apalagi ada yang disusupi miras narkoba. Terdengar jelas ketawanya tidak lepas menghibur, tapi tertawa stres. Goyangnya, baik yang di panggung maupun yang di bawah panggung, bukan melepas stres tapi malah 'kesurupan'. Padahal kalau pakai prinsip dalam bahasa Jawa, setahu saya kesurupan itu bukan ndadi. Ndadi (menjadi/menjadi-jadi) itu berasal dari kata dadi (jadi). Maksudnya, mesti berani jadi (eksis) dengan memenuhi syarat-syaratnya, biar ketemu mur-baudnya. Biar sukses seumpama bisa makan pisang atau berkat dalam hajatan. Ya kan? 

Tapi memang ada yang kepalang pakai istilah kesurupan untuk maksud baik juga. Termasuk yang disyuting kamera, sehingga kesurupannya gak boleh lewat garis batas kamera. Misalnya dengan pendapat, kalau mau jadi orang baik kita mesti kesurupan ruh baik, niat baik, atau kesurupan malaikat mulia. Menjadi energi besar yang menggerakkan segenap potensi sukses. Tapi kadang jadi rancu, apa definisi kesurupan itu? Apa maksud memanggil ruh atau kemasukan ruh itu? Untungnya sebagai pembanding kita kenal istilah, ruh jahat. 

Ada juga dramatisasi. Ada adengan orang kesurupan trus yang ganggunya diusir oleh orang sakti. Pesannya, semua gangguan harus diusir. Harus ada tolak bala, tolak petaka. Meskipun filosofinya yang fitrah, setiap pribadi mesti orang sakti, sehingga bisa ngusir nafsu syetan yang nyurup ke dalam diri.

Biar gak njelimet, setiap pribadi manusia pasti punya ruh. Ruh jahat atau ruh baik? Itu saja. Kepak sayapnya apakah kepak sayap malaikat yang rahmatan lil alamin? 

Begitulah gara-gara puisi untuk Indonesia lucu. Yang sesungguhnya makin lucu karena menunjukkan frase, gak lucu. 

Tapi benar sebagai orang yang pernah jadi EO dan MC dangdutan, selain EO dan MC nasyid, saya pernah merasakan nikmatnya bergoyang dangdutan. Benar. Merasakan ada ruang pelepasan penat yang bukan kesurupan maksiat. Bahkan menjadi geliat puisi, mencairkan panas gelisah dan airmata. Pendeknya, kita butuh keihlasan menyanyi dan bergoyang. Berbagi senyum dan tawa. Sambil terus optimis berharap juga menuntut keadaan hidup masyarakat yang lebih baik. Sebab dalam hidup yang sejahtera, kesenian bukan sekedar tempat pelepasan stres tetapi seumpama forum silaturahmi. Mengusir segenap peluang kerentanan sosial. Bahkan kamar mengaji yang khas.

Merdeka!

Kemayoran, 16 08 2020
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama@gmail.com
Cannadrama.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG