DINDING PUISI 216

Puisi sebagai karunia Allah, dengan segenap potensinya akan senantiasa bergerak dengan sendirinya, bekerja demi kemanusiaan. Demi keselamatan dunia akhirat. Turut andil dalam peradaban manusia di bumi. Seperti yang sudah sering kita bicarakan, selepas dari teks, karya tulis, puisi akan muncul sedkitnya melalui dua momen. Pertama, panggung atau arena baca puisi. Yang paling populer di Indonesia adalah, Malam Baca Puisi. Kedua, panggung atau arena Lomba Baca Puisi. 

Kedua acara tersebut merupakan kegiatan yang sering terselenggara di berbagai momen. Sehingga mustahil diklaim menjadi milik momen atau even tertentu saja. Yang terjadi justru terbukanya ruang-ruang baru untuk baca pusi, selain melahirkan terobosan baca puisi di tengah-tengah even yang selama ini dianggap mustahil. Sebut saja, sekadar contoh, ketika mulai tahun 90-an sisipan acara baca puisi ternyata bisa muncul di tengah kegiatan Pasar Malam. 

Pada saat menulis catatan ini saya sedang tertarik pada even yang sedang dipersiapkan oleh aktivis sastra, Hasani Hamzah di Pulau Sapeken, berupa Lomba Baca Puisi dan Malam Baca Puisi. Khusus untuk aksi baca puisi, menurutnya, selain akan diselenggarakan langsung di atas panggung, juga akan dilakukan secara daring (dalam jaringan/on line). Ini menjadi cara yang viral di era pandemi corona, baca puisi virtual. 

Saya fikir, supaya saling menginspirasi, dalam catatan ini perlu saya salin pengumuman acara tersebut sbb.:

GELARAN ACARA MALAM PUISI ANAK PULAU
Edisi: II/Agustus/Th. Ke-2/2020

Teriring salam buat para sahabat, khususnya yang berdomisili di pulau Sapeken dan sekitarnya. Komunitas Malam Puisi Anak Pulau kembali mengadakan acara Malam Puisi yang akan digelar pada 

Hari: Sabtu (Malam Minggu) 
Tanggal: 22 Agustus 2020 
Pukul:19:00 WIB s.d selesai
Bertempat di: Kafe Padaidipadaelong 
(Sebelah Barat SMANSA) pulau Sapeken.

Masih dalam suasana semarak 75 Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, gelaran acara kali ini akan diwarnai dengan menampilkan sejumlah karya dari buku Antologi Puisi Internasional "Perjalanan Merdeka" (Independent Journey) oleh penyair Indonesia dan luar negeri, Lumbung Puisi Sastrawan Indonesia 2020.

Puisi yang sudah di-share ini boleh di-save, utamanya bagi yang minat untuk tampil (baca puisi lewat hp), di samping kami juga akan menyediakan bukunya bagi yang mau membaca langsung dari buku ataupun juga mau membawakan puisi berbahasa Inggris.

Salam,
HASANI HAMZAH, Koordinator 
------ 

Berikut sepilihan puisi internasional (versi bahasa Indonesia). 

(1)
MEMENTO
Naning Scheid

Senja ini, kusandarkan damai di bidang dadamu
Mencuri dengar denyut bersahut
Di antara gundukan rindu
Tubuh cemas, damai dalam rengkuh
Nafas kita teratur, menanggal riuh

Lolong malam kian tegas
Degup jantung makin beringas
Menjelajah perjalanan merdeka
Menjulang hasrat serigala

Keringat menanda peluh
Cintaku padamu tetap teguh

Kasih, cinta ada di sepanjang musim
Risaukan jangan, hatiku telah kau genggam

Brussel, 2019
---------------

(2)
MERDEKA ITU BUKAN PENJARA
Redd Joan Dwi Retno Asih

Merdeka itu sebutan kesempatan
Bagi orang-orang pencari pangkat
Laci meja dikunci lemari besi mulai diisi
Hitungan sempat tidak sempat harus tepat

Merdeka itu sebutan angan-angan
Tembus langit tembus bumi
Terbang sampai jatuh karena mimpi
Beradu dengan berlapis imajinasi

Tetapi merdeka juga sebutan nyawa
Bagi para pejuang yang dikubur dalam sejarah
Tanah air juga batu, kepulan asap ledakan mesiu
Kaki tangan beradu dalam belenggu

Tetapierdeka bukan jadi penjara
Karena siang malam teriak merdeka
Di rumah
Di gedung-gedung aparat
Di jalan raya
Di lampu merah
Di dalam pikiran yang dipenjara merdeka
---------------

(3)
KEMANA ANGIN
Indri Yuswandari

Pada tanah merah dan air mata yang tumpah
Kita bertatap memantulkan wajah
Seperti bintang dan merjan bertebaran
Seperti ayunan pendulum bingkai waktu masa lalu

Entah di hulu sebelah mana kita berada
Aroma air laut sangat kental membius ribuan kunang- kunang kehilangan cahaya
Angin mengendus helaian anak-anak rambut berkilau

Entah kemana angin menemu bayangmu
Sore kemarau yang membawaku ke pantaimu
Kadang nakal memainkan ujung gaun menampakkan 
noktah kaki dari perjalanan antar pulau

Kebesaranmu luput dari nama jalan
Kejayaanmu tak tercatat lembar daun lontar
Langit menyaksikan nyala dupa pada doa
Bumi menyimpan persembahan cinta pada mega

Kendal, 1 Agustus 2019
---------------

(4)
PERJALANAN MERDEKA
Fahmi Wahid

Tanah ini adalah jalan peperangan
yang pernah dilalui oleh tapak pejuang kita
dengan berbekal sebilah bambu runcing
berkibar jubah semangat menyelimutinya
tak ada gentar dan getir di genderang dadanya
untuk berjuang dengan segala cara dan upaya
merebut pulau-pulau dan samudera dari jajahan

Semesta berkabut hitam di lembah api itu
sudah sangat hapal di pendengaran pejuang
bertaruh nyawa untuk generasi penerus
meski gugur di derasnya gerimis peluru
walau tulang bersanding di tanah sendiri

Di perjalanan merebut kemerdekaan
magis perjuangan yang tak terbayangkan
kurasakan dari nisan-nisan sunyi di kubur pejuang
selalu dikenang pada peringatan Hari Pahlawan
rangkaian seribu bunga tanda terima kasih
tetap tak terbayar oleh jasamu pada negeri

Kita harus tetap berkaca di perjalanan ini
bahwa belum apa-apa kerja kita untuk bangsa
dibandingkan para kesatria di medan laga berapi
seperti pejuang kita yang kini telah tenang abadi

Tapi sampai hari ini kubaca di raut wajah koran pagi
masih menayangkan kebencian antar sesama rakyat
memutus rantai persaudaraan dan memecah perbedaan
padahal ini bumi Nusantara: tanah hidup mati kita tercinta
kembalilah bersatu saling menggenggam erat bersama
pada gelombang merah putih di puncak kemerdekaan
di jejak pengabdian menjaga keutuhan Indonesia

Balangan, 2019
---------------

(5)
MERDEKA ADALAH AKU
Muchlis Darma Putra

merdeka adalah aku
diantara sunyi yang bergelimang
angin yang tak bersiteru
menjamah bukit; masa lalu

merdeka adalah aku
diantara lenguh tongkang nelayan
merdu siul camar timbul tenggelam
doa ke doa terus dialirkan

merdeka adalah aku
mencangkul ladang dalam iman
di bawah terik matahari.
letup kapuk diberai angin;
singgah di rambutku diam-diam

merdeka adalah aku
duduk simpuh seluruh
bukit; laut dan ladang
satu nafas untuk Tuhan

Banyuwangi, 2019
--------------

(6)
DI TANAH YANG SUDAH MERDEKA
Roymon Lemosol,

di tanah yang sudah berpuluh-puluh tahun merdeka
kulihat rakyatnya masih angkat senjata
mempertahankan hak-hak ulayat  atas tanah-tanah adat

di tanah yang sudah berpuluh-puluh tahun merdeka
kudengar suara rakyatnya mengerang kesakitan
terbelit hutang

di tanah yang sudah berpuluh-puluh tahun merdeka
kusaksikan rakyatnya gigih berjuang
melawan kemiskinan

di tanah yang sudah berpuluh-puluh tahun merdeka
kubuntuti rakyatnya tertatih-tatih
mencari keadilan

di tanah yang sudah berpuluh-puluh tahun merdeka
aku mengeja-eja ke-mer-de-ka-an

Ambon, 1 Agustus 2019
---------------

(7)
SUDAH MERDEKAKAH SEBENAR MERDEKA
Agustav Triono

Tanah tumpah darahku
Tanah tempat berkeluh 
Tanah airku 
Tanah tempat membasuh
Luka bangsaku 
Jangan membasah menerus
Mengeringlah kembali mulus
Jangan menganga 
Jangan memerih
Hapus duka pedih

Merdeka telah di genggaman
Ibu Pertiwi telah di pangkuan
Sejak Proklamasi 
Daulatlah ini negeri
Namun kembali pada renungan
Sudah merdekakah ?
Sebenar merdeka ?
Ya, sudah !
Merdeka dari belenggu penjajah
Merdeka sebagai negara bebas
Tentukan arah tujuan bangsa
Menuju cita mulia
Mimpi dan asa tergenggam
Semoga

Namun sudah merdekakah?
Sebenar merdeka?
Merdeka dari kemiskinan
Merdeka dari korupsi merajalela
Merdeka dari ketidakadilan
Merdeka dari rusak lingkungan
Merdeka dari wabah narkoba

Masih terus berjuang
Bebaskan diri dari penjajah masa kini
Rusak sendi negeri
Yang tak tampak nyata
Namun menggerogoti 
Sebarkan virus dipori-pori
Pelan dan pasti 
Tubuh kita terjangkiti 
Penyakit yang membinasa itu
Maka 
Cabutlah akar-akar penyebabnya
Dengan tegas dan pasti
Agar penyakit-penyakit 
Segera musnah
Agar merdeka
Sebenar merdeka ! 

01 Agustus 2019
---------------

(8)
NYANYIAN BUMI MERDEKA 
Pensil Kajoe

Gas habis
Minyak goreng habis
Air Pam mati
Rekening listrik membengkak
AC rusak
Cucian basah
Istri hamil tua
Hp butuh pulsa
Nomor togel tak tembus
Debt collector ngamuk
Lamaran kerja ditolak
Upacara bendera
Karnaval
Panjat pinang
Makan krupuk
Balap karung
Merdeka
Merdeka
Nyanyian negeri
Merdeka

Merdeka
E-KTP belum jadi
Merdeka
Merdeka
SIM STNk mati
Merdeka
Merdeka
kontrakan nunggak
Merdeka
Merdeka

Negeri merdeka
Pengantin baru
Bulan madu
Gagal ereksi
Merdeka
Merdeka

Seekor nyamuk Demam berdarah
Menggigit
Demam
Merdeka
Merdeka

Negeri khatulistiwa
Merdeka
Merdeka

Nyanyian bocah-bocah
Merdeka
Merdeka

Indonésia
Merdeka
Merdeka
Merdeka

12 Agustus 2019
---------------

(9)
KOTA YANG DINGIN
Moh  Zaeni Boli

Belum jam 6 pagi
Daun kering jatuh di jalan
Angin membawa bahasa tubuhnya sendiri
Bagi kota tua kematian adalah hal biasa
Nyala lilin di depan rumah
Adalah untuk memberi terang bagimu yang tiada

Kesakralan keimanan memilikmukah yang mencintai dunia
Siapa yang merobek hati leluhur demi rupiah
Kita sudah merdeka bahkan sebelum kau menjual tanahmu
Keinginan demi keinginan adalah penjara

Dan surga bukan sekedar airmata yang tumpah saat berdoa
Tapi bumi dengan segala isinya yang dicintai dan mencintai
Rawat dengan hati dan kerja keras
Demi batu dan batu yang keras dan bercahaya

2019
---------------

(10)
DI BALIK MATA ANGIN HARIAN
Gilang Teguh Pambudi

pohon yang tumbuh di atas peraturan daerah
hidupnya seperti apa?
akar, daun, bahkan buahnya seperti apa?
sebab politik disebut-sebut
sering menjadi bencana 
seperti saat hilang separuh paru-paru kota
karena peraturan dan politik membenarkannya

sementara semak dan kekumuhan
di atas tanah-tanah sengketa
di tujuh penjuru kota 
bisa bertahun-tahun
menjadi hiasan memalukan memilukan
yang juga dibenarkan undang-undang
atau limbah-limbah beracun menguasai sungai
karena keadilan dan politik malu-malu
atau terpaksa mau menunggu waktu

dan kita memang hidup di dalam undang-undang
sambil terus mempertanyakan,
keadilannya punya siapa? 
lalu kita berkaca pada undang-undang itu
dan politik kekuasaan yang terus mengikutinya,
seperti apakah wajah kita dalam cetakan?
seperti apa postur dan tinggi badan kita
cara jalan dan ketajaman mata batin kita
dalam haru-biru politik yang minta dimenangkan?

bahkan ibadah-ibadah kita
totalitas penyerahan diri kita
tafsir-tafsir lurus yang terbuka 
bisa ditelikung, dianggap melanggar undang-undang
atau perlu dimusuhi lewat pintu-pintu politik
yang sembunyi di balik mata angin harian 
agar kelapangan hidup tidak berpihak

Kemayoran, 31 Juli 2019
--------------

(11)
AKU MALU
RgBagus Warsono

Ketika kami mengajarkan jumlah propinsi ada 27
Besoknya betapa pak guru malu ternyata 26 propinsi.
Ketika veteran dengan bangga menunjukan bekas tembak
bicara semangat dengan kaki invalid
dinding penuh foto
mempigura penghargaan
menyimpan seragam kesatuan kebanggan
seroja dengan kenangan,
lalu menepuk dada' karena siapa kalau bukan kami
besoknya putus asa
mereka tak bangga lagi dengan republik.
dan hatiku berkata:
Kamu bukan pahlawan cuma pecundang.

Indramayu, 11-09-19
---------------

(12)
SEPASANG WARNA
Hasani Hamzah

Sepasang warna adalah bendera
Adalah juga usia
Yang berkibar dan melambai
Dalam sepi aku merindu kampung halaman
Tempatku dilahirkan 
Dan menyusu cintamu
Ibu, lagumu tetaplah merdu
Di musim yang retak

Bukan bintang-bintang atau bianglala
Yang kau pinta
Hanya sepasang warna sebagai bendera
Yang ingin terus kau tancapkan
Di halaman pagi
Bagi anak-anak sejarahmu

Sumenep, 25 Juli 2019
---------

Kemayoran, 21 08 2020
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama@gmail.com
Cannadrama.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG