DINDING PUISI 221

Pada catatan Dinding Puisi sebelumnya saya pernah menulis ini, tetapi kali ini menarik karena mempersoalkan posisi kebenaran tafsir penyair atas puisinya sendiri. Saya tergelitik karena penyair RgBagus Warsono menulis di grup media sosial FB, Lumbung Puisi, "Orang yg paling benar menafsirkan puisi adalah orang yg mencipta puisi itu, tetapi ada juga pembaca yg menafsirkan dng tdk salah".

Komentarnya itu saya komentari, "Tentu. Puisi itu multi interpretasi. Seorang penyair dengan kesaksian, kesadaran dan niat pencerahannya, melepas puisi sebagai misi dirinya yang besar bukan dirinya yang kecil. Manusia dengan M besar bukan m kecil. Ia boleh menafsir, halal, bahkan harus, tak perlu ditabukan secara keji, tapi itu baru satu kebenaran di antara seluruh kebenaran. Ketika ia menyebut mawar merah adalah gairah membara, pembaca yang elok, cerdas, sidik, dan hidup di dalam pakem multi interpretasi puisi bisa berkata, "Aku menemukan darah juang yang harum". Sebab padanya merah mawar adalah darah yang menggelegak dalam percintaan suci kepada ibu pertiwi. Jika merahnya disingkap semua, tersisa sekujur putih mulia. Mungkin puisi itu tentang cinta muda-mudi di bawah desingan peluru. Cinta yang berkibar dalam kibaran merah putih. Dan sang penyair tinggal nyruput kopi dan bilang, "You benar"". Lalu komentar saya ini dapat tanda love dari koordinator Lumbung Puisi itu. 

Yang perlu diketahui pemula, misi puisi sebagai misi penyair bukan berarti penyair selalu aku lirik. Saya biasa pakai lagu populer BENTO untuk memudahkan pelajar SMA bahkan SMP dalam memahaminya. Bento hanyalah aku lirik, bukan Iwan Fals-nya. Tetapi dalam lagu-lagu cinta Ebiet G. Ade, kita mudah mendapati aku lirik yang terasa kental sebagai Ebiet pribadi, semacam curhat jadinya. Itu sah, asalkan memenuhi rumus universalitasnya. Secara teoritis setidaknya seorang penyair atau pencipta lagu bisa berproses kreatif menggunakan jurus "jika". Ya, setidaknya jika dia adalah aku lirik di situ. Maka silahkan selanjutnya bandingkan di mana letak misi pencipta atau penyanyi pada lagu Bento dan lagu-lagu cinta Ebiet. Di mana posisi pencipta lagu dan penyanyi atau penyair ketika ia terbang bebas sebagai satu lagu atau satu puisi? 

Lalu kita masuki wilayah kemerdekaan Si Penyair dalam menafsir karya-karyanya ketika disebut-sebut dia paling tahu. 

Pertama. Secara universal penyair itu kan berangkat dari kesadaran, kesaksian dan proses pencerahan. Kalau belum sebenar-benarnya berdiri di titik ini, kita sangsi. Sebab bisa jadi ia tidak sadar atas apa yang ia tulis. Ia tidak menyaksikan sesuatu selayaknya bersaksi yang bermata tujuh, meskipun ia bisa berangkat dari satu-dua mata, yang mengantar ke mata tujuh itu. Bahkan kita mencurigai, bagaimana ia bisa mencerahkan dunia?

Kedua, ketika sudah tahu titik keberangkatannya, seseorang penyair menunjukkan bukti wajibnya, menerbangkan puisi yang ia kendalikan misinya, sekaligus secara bersama-sama dikendalikan oleh seluruh manusia yang saling menguatkan. Inilah multi tafsir yang terikat dalam satu simpul keutamaan. Dalam bahasa Sunda ada istilah, "sabiwir hiji" yang artinya, satu bibir atau satu ucapan. Falsafah ini sudah mengarungi dunia. Atau anda akan memukul dan menyakiti saya, dengan pernyataan, "Frase Sunda itu sebagai kekuatan sastra modern adalah pengaruh Barat?"

Meskipun saya juga tahu, ada penyakit kronis yang mengancam. Dalam godaan dekadensi moral, seringkali ada sikap barbar di mana-mana di seluruh dunia untuk mereduksi, memenggal-mati maksud utama. Sabiwir hiji diartikan sepakat jahat. Yang penting kompak. Kalau dalam politik pintunya sikap pragmatis. Mencari pola yang memikat, padahal yang penting mengumpulkan angka suatu ketika. Padahal ke arah mana 'suatu maksud baik' yang dijual menjadi tidak penting sama sekali. 

Jika penyair memguasai dua poin tersebut, maka sebebas apapun ia mengurai ketepatan isi puisinya, akan diamini seluruh masyarakat sastra. Masyarakat yang melek sastra. Sebab pada putaran berikutnya, jika masyarakat sastra mengapresiasi secara bebas puisinya itu, sang penyair itu pun akan terus nyruput kopi merdeka. 

Kemayoran, 26 08 2020 
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama@gmail.com
Cannadrama.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG