DINDING PUISI 225

DINDING PUISI 225 

"Wah, definisi sajak pendek nih Pak (?). Setidaknya kurang dari keumuman satu bait 4 baris atau larik". Begitu saya mengomentari catatan Cunong Nunuk Suraja di akun FB-nya. Lalu ditanggapinya: "Gilang Teguh Pambudi, dari wujudnya kalau sudah lebih dari 4 baris terasa lebih panjang dan biasanya sudah lebih dari 10 kata". Dan saya balas, "Ya, setidaknya sebuah gagasan untuk proses kreatif berpuisi pendek Indonesia. Menggenapi kelengkapan pendapat tentang definisi puisi pendek Indonesia itu. Jangan sampai ada yang terlewatkan. ❤".

Pada tulisannya yang berjudul, HUJAN DI BULAN AGUSTUS BANGKIT ANGIN KEMARAU MENDAYUNG AWAN, guru Bahasa Inggris saya waktu di SPGN Kota Sukabumi itu menulis: "Sajak pendek berarti kurang dari empat baris bahkan ada yang terbatasi jumlah kata ataupun suku kata semisal haiku dari Jepang atau gurindam dan karmina untuk puisi lama Indonesia. Sajak pendek bukan berarti miskin imajinasi maupun pesan yang mau disampaikan. Justru sajak pendek semacam snapshot  [A snapshot is] popularly defined as a photograph that is "shot" spontaneously and quickly, most often without artistic or journalistic intent. Snapshots are commonly considered to be technically "imperfect" or amateurish—out of focus or poorly framed or composed. Common snapshot subjects include the events of everyday life, such as birthday parties and other celebrations, sunsets, children playing, group photos, pets, tourist attractions and the like.] atau jepretan rana kamera yang cukup menangkap image atau gambar.

Penyair dengan kadar jam terbangnya seperti Sitor Situmorang menjepret diksinya yang sebaris:

Sitor Situmorang
MALAM LEBARAN

bulan di atas kuburan"
-------

Tentu, sebagaimana definisi lain yang sudah saya kemukakan, pendapatnya ini akan berada, bersanding atau berdebat, di tengah kenyataan bentuk dan model puisi pendek yang ada atau berkembang di Indonesia. Sesuatu yang dinamis dan mencerahkan, menuju ke kulminasi kesadaran dan kemerdekaan berpuisi pendek. 

Saya sependapat dengan penyebutan puisi pendek untuk banyak puisi. Ada yang satu baris, dua baris, empat baris, duabelas baris, bahkan yang lebih panjang dari itu seperti kalau dua puisi pendek saya ditulis dengan tipografi memanjang ke bawah seperti berikut ini, meskipun tetap irit kata: 

DI KANAN MESJID

kukecup
kening
jilbabmu

airmata 
getir 
zamzam
yang 
mengalir

sial! 
di sela 
bom
yang 
meledak
sebelum pergi 
kau 
kukecup
lagi 
------

Atau yang berikut ini:

JAWARA

beladiri
di layar tv

silat
dalam puisi

mencetak
jawara

seperti 
ninja warior

seperti 
super hero

melompati 
langit

menembus 
bumi

terjebak dalam 
rimba rintangan
------

Dua contoh puisi tersebut menegaskan bahwa pembatasan tiga atau empat baris bagi puisi pendek memang tidak bisa dimutlakkan, kecuali sebagai temuan bentuk puisi pendek atau salahsatu pilihan berpuisi pendek. 

Meskipun demikian saya sangat-sangat tertarik dengan pijakan bagian puisi yang lazim disebut dalam istilah, "1 bait 4 baris". Dalam puisi Indonesia bagian ini sering kita temukan. Bahkan sempat menjadi kecenderungan, terlebih-lebih di kalangan yang baru memulai aktif menulis puisi. Termasuk kecenderungan guru ketika mulai memperkenalkan cara menulis puisi. Saya menyebutnya seumpama satu kotak terkecil dari kotak-kotak yang bisa sampai banyak sekali dari satu badan puisi yang utuh. 

Sayangnya ketentuan "1 bait 4 baris" itu juga tidak memiliki ketetapan mutlak jumlah kata-katanya untuk model puisi pendek bebas. Apalagi kalau berbentuk puisi naratif 4 baris yang ditulis dari ujung kiri halaman sampai ke kanan halaman. Sedangkan karya Chairil saja jika model penulisannya seperti itu menunjukkan puisi 4 baris:

Asli. AKU, 13 baris: 

Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri 

Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
------ 

Rekayasa. AKU, 4 baris:

Kalau sampai waktuku// Ku mau tak seorang kan merayu// Tidak juga kau// Tak perlu sedu sedan itu// Aku ini binatang jalang// Dari kumpulannya terbuang// Biar peluru menembus kulitku// Aku tetap meradang menerjang// Luka dan bisa kubawa berlari// Berlari// Hingga hilang pedih peri// Dan aku akan lebih tidak perduli// Aku mau hidup seribu tahun lagi//
------

Pada kenyataannya masih ada yang berpendapat puisi Aku dari Chairil Anwar ini adalah puisi pendek. Saya termasuk yang mengamininya. Sehingga dalam buku antologi puisi JALAK (Jakarta Dalam Karung), saya telah menulis puisi- puisi pendek yang seluruhnya 12 baris. Sebab saya mendefinisikan puisi pendek Indonesia adalah, "puisi pendek berbahasa Indonesia. Puisi sekali baca, dalam intonasi yang tepat, dalam setarik nafas. Khazanah sastra Indonesia yang terpengaruh tradisi kreatif dari sastra tulis dan sastra lisan yang serba pendek di Nusantara. Baik dari tradisi sastra  yang berbahasa daerah maupun berbahasa Indonesia. Dan yang lahir dari tuntutan proses kreatif sastra Indonesia modern yang serba pendek. Selain itu sebagian ada yang terpengaruh haiku, puisi pendek Jepang". 

Setidaknya ukuran "1 bait 4 baris" ini melengkapi ukuran jumlah kata dalam puisi pendek. Tentu kurang lebih sama dengan puisi Aku yang 4 baris jika seluruh baris dibentang menyamping selayaknya dalam bentuk satu paragraf cerpen pada halaman buku terbitan. Sehingga bisa dikatakan, kalau saya menggunakan ukuran maksimal "setarik nafas" untuk menaungi seluruh puisi pendek, Cunong Nunuk Suraja menggunakan ukuran maksimal, "satu kotak: 1 bait 4 baris" untuk menaungi seluruh puisi pendek. 

Salam sastra.

Kemayoran, 29 08 2020 
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama@gmail.com
Cannadrama.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG