DINDING PUISI 234

DINDING PUISI 234

Beruntung penyair itu punya beberapa sebutan yang melekat. Sebutan ini sekaligus parameter untuk mengetahui apakah seseorang pribadi benar-benar puisi, benar-benar penyair atau bukan? Beberapa sebutan itu di antaranya adalah:

1. INTELEKTUAL
Sebutan ini biasanya menunjuk ke arah predikat penyair yang cerdas, jeli, tajam, terpercaya, humanis, perenung, dan bagi agamanya ia adalah pemeluk teguh itu. Biasa disebut juga, guru kehidupan. Sikap dan kata-katanya kesaksian dan kesadaran penuh yang mencerahkan. Meskipun pada bagian tertentu bisa terlihat ganjil atau nyeleneh, termasuk seperti urakan. Sungguhpun disebut-sebut tidak semua hal harus dijelaskan, tetapi dalil itu sudah didahului oleh hak hidup untuk menjelaskannya sedetil-detilnya. Sebab pada hakekatnya, menurut prinsip kecerdasan sosial intekektualitas itu adalah tingkat kesalehan seseorang. Karena itu, musuh penyair yang terbesar adalah penyair gadungan dalam dirinya seperti yang dimaksud dalam kitab suci, karena cuma pandai memlintir kata-kata dan kemampuannya berbahasa, atau cuma bermain kata-kata dan suka berkelit lidah. 

2. SENIMAN
Penyair yang berkubang pada rasa kemanusiaan dan sir rasa yang agung, tentulah seniman yang menyenangkan para penikmat puisi atau penonton pertunjukan baca puisi. Mencerahkan itu. Sebab banyak juga tema tragedi yang menyedihkan jadi fokusnya. Karena itu sebagai artis seorang penyair tidak harus identik dengan glamoritas. Tetapi sebagai pancang hidup yang potensial, penyair bukanlah pemalas, pengangguran, pengkhayal, gelandangan, pengemis, dst. Kalaupun ada yang coba mematahkan, "pengemis juga punya hak jadi penyair", apakah anda sedang mendoakan dia jadi pengemis seumur hidup dan menitiskan darah pengemisnya kepada anak cucu? Sebab kesombongan atau keangkuhan adalah kegagalan pertama. 

3. MANUSIA RUMAH
Sejak saya menggeluti dunia sastra, sejak jadi siswa SMP dulu, seorang penulis itu ---termasuk penyair, sangat menikmati berlama-lama di rumah. Baca buku, melakukan aktivitas di rumah atau di sekitar rumah, termasuk berasyik-asyik dengan tanaman, ikan-ikan, atau hewan peliharaan, serta yang paling utama menggunakan mesin tik atau komputer untuk menulis. Maka sebagai orang rumah, selain tetap berjiwa laki-laki buat yang laki-laki ia akan sangat dekat dengan ibunya. Termasuk dengan lingkungan dapur. Karena itu penyair sangat romantis dalam dunia kuliner. Selanjutnya, ia sangat mencintai anak, istri/suami dan keluarganya. 

4. MANUSIA KOMUNITAS 
Sebutan manusia komunitas sangat identik dengan penyair, minimal ia selalu berkubang dalam lingkup masyarakat sastra baik di tingkat daerah maupun nasional, bahkan dunia. Jaringan sosial kepenyairan ini akan terbentuk dengan sendirinya karena berangkat dari kebutuhan dasar penyair sebagai mahluk sosial di situ. Ekspresi terdekatnya, seorang penyair bisa mencipta atau bergabung dengan komunitas-komunitas sastra yang terdekat, yang ada di sekelilingnya. Sebagai insan terbuka, humanis-universal, manusia berketuhanan, penyair juga sangat gaul dengan seluruh komunitas seni dan komunitas sosial apapun, termasuk komunitas keagamaan. Tentu, pemyair tidak identik dengan manusia kuper (kurang pergaulan). Kalaupun disebut manusia pemalu, karena ia sangat cermat memelihara harga dirinya. Bukan malu tampil depan umum apalagi malu-maluin. 

5. MANUSIA PANGGUNG
Pada hakekatnya, terlepas dari seperti apapun gaya baca puisinya, seorang penyair itu adalah manusia panggung. Yang dimaksud panggung bagi penyair bisa berupa panggung pertunjukan yang lazim, bisa berupa dunia on air di #radio, dan juga dunia audio-visual televisi. Kalau meminjam bahasa sekolah, dia adalah manusia yang selalu siap berdiri di depan kelas, ditonton karena punya sesuatu, atau pada saatnya sebagai manusia normal bisa berdiri di atas kursi, bahkan meja. Singkatnya, terdepan dan vokal. Kalau dalam hal baca puisi, ia bisa memilih super tenang, asal tersampaikan pesan-pesan puisi secara sempurna, bisa juga memilih penampilan yang sangat ekspresif-eksploratif. 

6  MANUSIA KERTAS
Tentu. Penyair itu kalau berjalan ke mana-mana selalu disebut manusia pulpen, manusia kertas, dan manusia puisi. Sebab dari awal keberangkatannya ia pasti menulis puisi sebelum membacakannya di atas pentas. Bahkan kalaupun ia baca puisi karya penyair lain, ia akan bergumul dengan kertas atau buku antologi puisi. Sampai-sampai, identiknya penyair dengan kertas dan pulpen selalu dianggap oleh panitia 17 Agustusan pantas jadi sekretaris. Mungkin karena penyair juga punya predikat, SEKRETARIS KEHIDUPAN. Selanjutnya, selepas dari kertas dan pulpen di ruang proses kreatifnya, karya-karya penyair akan terus menyebar melalui berbagai kertas, surat kabar, majalah dan buku-buku. Baru belakangan juga muncul di media sosial dan website yang tak ubahnya merupakan 'halaman kertas' on line. 

7. MANUSIA MULTI MEDIA 
Mau tak mau, sebagai seniman, sebagai artis, sebagai public figure, seorang penyair harus menjadi manusia multi media. Koran, majalah, buku-buku, radio, tv, internet, video, media sosial, panggung, bahkan pamflet, poster, dan spanduk. Tentu dengan gayanya yang khas. Termasuk khasnya seorang penyair yang pejabat, manajer, atau seorang penyair yang pedagang kakilima. 

8. MANUSIA ALAM BEBAS
Sudah rahasia umum. Penyair itu matahari terbit dan bulat bulan. Penyair itu burung, kuda, harimau, anjing, kucing, ikan-ikan dan kupu-kupu. Penyair itu dahan, ranting, akar, daun, pinus, jati, kopi, sayur mayur, ros dan teratai. Penyair itu liukan sungai, luas dalam laut, pantai senja, tinggi gunung dan hamparan bukit, pergantian musim, angin, api, jalan desa, aspal hujan, kabut dan embun. Karena itu tabeat penyair biasa hidup di mana saja, bak di tempat tidur sendiri, di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Bisa berpindah atau mengembara ke 70.000 titik peta.

9. Dst.

Kemayoran, 12 09 2020
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama@gmail.com
Cannadrama.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG