DINDING PUISI 239

DINDING PUISI 239

Kalau ulama yang sekaligus wakil presiden KH. Ma'ruf Amin juga berkomentar tentang sisi positif K-Pop, apa salahnya? Yang dibisik-bisik kan masalah gak enaknya. Kyai ini terlalu kaku teknik mengkomunikasinya sehingga dianggap sangat canggung dan tidak menguasai duduk persoalannya. Tapi yang terpenting, secara formal proses komunikasinya masih ke arah mencerahkan. 

Benar pertanyaannya, kalau fenomena K-Pop sampai berhasil menerabas bursa musik tanah air, apa untungnya bagi Indonesia ---khususnya bagi senibudaya Indonesia--- ke Korea, atau bagi ketertarikan masyarakat Korea ke Indonesia? Pertanyaan serupa tentu pernah kita diskusikan, ketika belakangan marak bermunculan grup haiku di media sosial dan marak penerbitan buku haiku karya para penulis Indonesia, apa keuntungannya bagi wewangian sastra Indonesia di negri Sakura sana sebagai negri asal puisi pendek haiku? Serta bagaimana apresiasi-balik dari masyarakat sastra Jepang terhadap sastra Indonesia? 

Secara sindikasi budaya, masuknya K-Pop atau pengaruh haiku semestinya menunjukkan kode kedekatan yang saling menguntungkan. Kedekatan dua budaya, Indonesia-Korea dan Indonesia-Jepang. Tentu, tanpa harus diartikan seperti memaksa bintang porno Myabi datang ke Indonesia. 

Seperti yang sudah beberapa kali saya tulis di catatan Dinding Puisi Indonesia, Indonesia telah berani dan sukacita menganggap puisi pendek haiku karya orang Indonesia yang bukan karya terjemahan, sebagai pengaruh sastra Jepang, adalah bagian integral dari puisi pendek Indonesia. Artinya, tidak terjadi penolakan atas proses kreatif yang natural itu. Kalaupun ada pihak yang mengkritisi, mereka bilang, jangan sampai masuknya pengaruh sastra asing melupakan aset puisi daerah dan puisi nasional yang semestinya tumbuh menguat di negri syair ini, atau malah membalik rotasi bumi sehingga melahirkan kesimpulan keliru, puisi pendek Indonesia adalah pengaruh sastra Jepang. Ini jelas-jelas salah telak. Bunuh diri. Sampai-sampai ketika saya membentuk grup medsos Puisi Pendek Indonesia, salahsatu alasan yang saya kemukakan adalah memulung khazanah sastra Indonesia. Memulung khazanah bukanlah memulung barang bekas atau sekadar bermaksud daur ulang, tetapi menemui keutamaan yang terlupakan. Sebab di situ terdapat potensi yang banyak manfaat. 

K-Pop dan film Korea memang bukan puisi. Tetapi persenyawaan budaya yang kemudian mempertemukan dua khas negara akan menunjukkan situasi saling mempengaruhi dan saling menguntungkan dalam banyak aspek, bahkan sosial ekonomi. Memancing segenap kreatifitas manusia berbudaya. 

Sekadar pengingat. Waktu dunia pertelevisian swasta mulai booming, di mulai dari keberadaan TPI dulu. Selain penayangan film India, kita sempat dihebohkan oleh serial TV Mahabharata. Secara musikalitas dengan musik-musik India, kita memang punya banyak kedekatan. Bahkan film-film musikal Indonesia banyak menggunakan referensi dan model film India. Di luar itu Rendra pun menyebut, keberadaan serial Mahabharata akan membuat daya apresiasi sastra masyarakat meningkat. Apalagi ketika itu apresiasi sastra wayang sangat mengalami penurunan. Ia butuh sugesti pembangkit. Dan layar kaca diharapkan memiliki andil yang sangat besar.

Gayung pun bersambut. Para pembaca buku Mahabharata (Bharatayudha) dan aktivis literasi yang masih hafal seluk-beluk cerita ini tinggal menemani pemirsa dengan menyeru serupa mengamini Rendra, "Tonton serial TV-nya". Sejak saat itu pertunjukkan wayang kembali mengusik lagi kecintaan kaum muda. Seperti kita mafhum, pertunjukan wayang kulit, wayang golek maupun wayang wong di tanah air sangat menonjolkan khas keIndonesiaannya, terlebih-lebih sisi visualisasi wayang dan tema-tema sosialbudayanya, selain memiliki garis penceritaan yang sama dengan yang ditayangkan media TV itu. 

Saat itupun sempat menjadi wacana, ketika musik dan film India booming di Indonesia apakah Indonesia akan segera meraup untung dari aspek ekonomi dan pariwisata dari hasil kerjasama bilateral Indonesia-India? Tetapi minimal di dalam negri telah turut memotivasi produksi film kita, terutama film musikal itu. Pertanyaannya, di dalam negri apakah K-Pop dan film Korea itu akan sebenar-benarnya berdampak memotivasi kreatifitas? 

Masih di grup Puisi Pendek Indonesia yang pada awal-awalnya langsung dicurigai sebagai pesaing grup haiku itu saya pun sempat diskusi ringan tapi serius dengan musisi Arie KPIN yang biasa membuat musikalisasi puisi, dengan tema, "masih tertarikkah puisi-puisi Indonesia dan karya sastra Indonesia pada umumnya menggunakan idiom-idiom dari dunia pewayangan sebagai pilihan yang populer dan komunikatif?"

Kemayoran, 26 09 2020
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama@gmail.com 
Cannadrama.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG