DINDING PUISI 260

DINDING PUISI 260

Meskipun bukan pengingat dan penghafal puisi yang baik, saya pembaca puisi yang aktif sejak remaja. Terlebih-lebih sejak tahun 1991 saya harus memburu buku-buku puisi baru dan lama, untuk kebutuhan siaran Apresiasi Sastra di #radio. Minimal meminjam ke perpustakaan. Oleh karena itu jangan heran saya tercatat sebagai anggota perpustakaan daerah kota Sukabumi, anggota perpustakaan Jawa Barat di Bandung, dan anggota perpustakaan daerah Purwakarta. Ditambah lagi saya gumul dengan banyak komunitas sastra, jadi kalau butuh buku ini itu bisa pinjam sana-sini. 

Jadi benar, selain bakat dan daya sastra itu akan menemui proses kreatifnya sendiri, setelah seseorang bersentuhan dengan hal-hal yang mampu membuka sensitifitasnya, juga akan cepat terangsang, terpola, progresif dan super kreatif setelah banyak membaca karya-karya sastra dari koran, majalah dan buku-buku. Sekarang ditambahi dengan media internet. 

Dugaan anda mungkin benar, tidak semua yang akhirnya terangsang untuk menulis puisi berarti dijamin telah memiliki bangunan akar yang kuat. Sebab bisa jadi itu baru sebatas khayalannya yang kuat. Praktek menulis pun seperti baru memanfaatkan momen 'sedang ingin'. 

Oleh karena itu seorang penyair harus punya visi dan misi yang kuat dalam mengefektifkan kewajiban kepenyairannya. Bahkan paham benar mengapa ia mesti memiliki kharisma, popularitas dan sensasi yang khas. Terbebas dari ruang luasnya seperti apa. Sebab pada hakekatnya kerja budaya itu akan selalu bertalian dengan sendirinya antar setiap simpul yang saling mengikat antar kampung, antar pulau, bahkan antar negara.

Visi misi yang kuat ini yang menjadikan proses kreatif seorang penyair adalah kerja puisi, totalitasnya, tanggungjawab, juga kebahagiaan hidupnya. Sehingga ia tidak di posisi sedang berkhayal jadi penulis karena rangsangan-rangsangan yang diterimanya, dan tidak sedang tersugesti oleh peristiwa suatu ketika. Ia akan sampai di kulminasi, kerja puisi untuk keselamatan hidup. 

Posisi strategis ini akan sekaligus menunjukkan daya bacanya yang sensitif terhadap karya-karya yang ditemuinya. Minimal tabeat kutu bukunya yang setia sejak remaja akan menguatkan daya analisanya yang mencerahkan. Sebab semakin beranjak tua usianya, daya baca seseorang bisa semakin menurun. Tetapi data-data pemahaman sastranya sudah tumbuh dengan baik.

Saya pungkas catatan Dinding Puisi yang singkat ini dengan satu puisi yang sedang dalam proses persiapan penerbitan sebuah buku antologi puisi saya terbaru:

MEMBAWA WAKTU

aku suka kopimu
membawa waktu
menghibur kedukaan
musik doa 
menyuguhkan kebahagiaan
bumi bernafas lega langit mesra

aku suka rumah kopimu
beranda puisi 
tiang-tiang langit yang kokoh
pintu segala pintu 
jendela matahari cinta 
dan sebenarnya dinding dan lantai kopi 

Kemayoran, 2020
Gilang Teguh Pambudi
Cannadrama@gmail.com
Cannadrama.blogspot.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEU HONCEWANG

TONGKAT WALI

Chairil, Sabung Ayam, dan Generasi Berlagak ABG